Merokok dilaporkan berkaitan dengan peningkatan risiko alopecia androgenetik. Level androgen sistemik telah diketahui berperan dalam patogenesis alopecia androgenetik, yakni dengan menyebabkan miniaturisasi pada rambut dan mengubah rambut terminal menjadi vellus. Namun, faktor eksternal seperti merokok juga ternyata terbukti memiliki efek negatif terhadap pertumbuhan rambut.[1]
Komponen kimiawi pada tembakau seperti nikotin dilaporkan dapat berakumulasi di dalam rambut dan dapat menjadi biomarker untuk mendeteksi paparan asap rokok. Hal ini menyebabkan banyak penelitian mulai mempelajari hubungan antara merokok dan kesehatan rambut.[1,2]
Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya hubungan antara merokok dengan premature hair graying (PHG) atau uban. Merokok berkaitan dengan turunnya produksi melanin dan rusaknya melanosit karena peningkatan reactive oxygen species (ROS) dan stres oksidatif pada sekeliling folikel rambut.[1,2]
Sekilas tentang Komponen Rokok
Asap tembakau memiliki fase partikel padat dan fase uap. Komponen utama fase padat meliputi nikotin, phenol, catechol, quinolone, aniline, N-nitrosodimethylamine, toluidine, nikel, benzanthracene, benzopyrenes, dan 2-naphthylamine. Sementara itu, komponen utama fase uap meliputi karbon monoksida, karbon dioksida, nitrogen oksida, aseton, hidrogen sianida, acrolein, aminum, pyridine, formaldehyde, N-nitrosodimethyamine, dan N-nitrosopyrrolidine.[3,4]
Banyak dari komponen di atas berkaitan dengan terjadinya alopecia androgenetik pada perokok, yang akan dijelaskan selanjutnya.[3,4]
Pengaruh Rokok terhadap Patofisiologi Alopecia Androgenetik
Mekanisme di balik peningkatan risiko alopecia androgenetik akibat rokok masih belum dijelaskan dengan pasti, tetapi diperkirakan berkaitan dengan efek vasokonstriksi, efek pada DNA, efek radikal bebas, efek penuaan lebih cepat, dan efek hormonal.[1,4]
Efek Vasokonstriksi
Vasokonstriksi vaskularisasi mikrokutaneus oleh metabolit nikotin yang terjadi secara kronis pada perokok diduga berkaitan dengan terjadinya alopecia androgenetik. Nikotin diketahui dapat memperkuat efek vasokonstriksi oleh epinefrin dan juga melemahkan vasodilatasi kulit oleh endothelium yang diinduksi asetilkolin.[1,4]
Efek pada DNA
Merokok tembakau dilaporkan bisa menyebabkan kerusakan DNA baik nuklear maupun mitokondrial. Merokok menginduksi ketidakseimbangan sistem protease/antiprotease yang memegang peranan penting dalam remodeling matriks ekstraselular selama fase katagen, yang kemudian akan berpengaruh pada siklus pertumbuhan rambut.[4]
Efek Radikal Bebas
Metabolit rokok dapat memicu stres oksidatif dengan meregenerasi radikal bebas dan juga menyebabkan ketidakseimbangan pada sistem antioksidan. Hal ini menyebabkan keratinosit folikular melepaskan sitokin imunomodulator seperti IL-1 alpha, IL-1 beta dan TNF alpha, yang merupakan inhibitor poten pertumbuhan folikel rambut.[1,4]
Reactive oxygen species (ROS) berinteraksi dengan asam nukleat (dalam mitokondria dan inti sel) dan menyebabkan mutasi, sehingga untaian DNA pecah. Oksidasi lemak oleh ROS juga dapat menyebabkan kematian sel prematur dengan merusak membran selular fosfolipid, lalu menyebabkan ketidakseimbangan molekul folikel rambut.[1,4]
Penuaan Menjadi Lebih Cepat
Nikotin dapat menyebabkan mikroinflamasi berlanjut pada folikel rambut, infiltrasi sel inflamasi, remodeling jaringan ikat, dan interaksi kolagenase, yang berpuncak pada fibrosis perifolikular. Nikotin dapat menyebabkan stimulasi berlebih reseptor asetilkolin nikotinik seluler, yang mengarah pada desensitisasi reseptornya. Hal ini menyebabkan kerusakan folikel rambut melalui aktivasi jalur kematian sel pada keratinosit.[4]
Efek Hormonal
Merokok dapat menyebabkan penipisan rambut yang dipengaruhi androgen. Keadaan ini dapat disebabkan oleh meningkatnya hidroksilasi estradiol dan terhambatnya enzim aromatase. Merokok menyebabkan naiknya level androgen.[4]
Peningkatan Risiko Alopecia Androgenetik pada Perokok
Perbandingan antara perokok dan tidak perokok jika dihubungkan dengan munculnya alopecia androgenetik memperlihatkan angka statistik yang sangat signifikan. Mayoritas populasi perokok akan mengalami alopecia androgenetik, dibandingkan dengan hanya ⅓ populasi yang tidak merokok.[1,2,5]
Meta analisis oleh Gupta et al. menunjukkan bahwa orang yang pernah merokok secara signifikan lebih berisiko mengalami alopecia androgenetik daripada yang tidak pernah merokok, yakni sebesar 1.8 kali lebih berisiko. Risiko alopecia androgenetik juga 1.9 kali lebih tinggi pada pria yang merokok ≥10 batang/hari daripada pria yang merokok <10 batang/hari. Untuk pria yang sudah mengalami alopecia, risiko progresivitas juga lebih tinggi pada perokok daripada non-perokok (1.3 kali lebih tinggi).[3]
Beberapa penelitian lain juga telah mengemukakan hal yang sejalan, meskipun angka risikonya tidak selalu serupa. Oleh sebab itu, saat ini rokok telah dinyatakan sebagai salah satu faktor risiko alopecia androgenetik, bersama dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes mellitus.[1,2,5]
Kesimpulan
Kebiasaan merokok dilaporkan berkaitan dengan peningkatan risiko terjadinya alopecia androgenetik. Beberapa komponen dalam rokok, termasuk nikotin, diperkirakan dapat memengaruhi kesehatan folikel rambut karena efek vasokonstriksi, efek pada DNA, dan efek radikal bebas, serta efek hormonal. Merokok dikaitkan dengan proses penuaan yang lebih dini, termasuk pada folikel rambut.
Bukti saat ini juga telah menunjukkan signifikansi antara rokok dan terjadinya alopecia androgenetik. Studi menunjukkan bahwa orang yang pernah merokok 1.8 kali lipat lebih berisiko mengalami alopecia androgenetik daripada orang yang tidak pernah merokok. Selain itu, jumlah batang rokok yang dihisap setiap hari juga berkaitan dengan risiko alopecia. Risiko terbukti 1.9 kali lebih tinggi pada orang yang merokok ≥10 batang/hari daripada pria yang merokok <10 batang/hari.
Tidak hanya itu, kebiasaan merokok juga dihubungkan dengan lebih tingginya risiko progresivitas alopecia androgenetik pada orang yang sudah mengalaminya, yakni 1.3 kali lebih tinggi. Oleh sebab itu, sebagai praktisi kesehatan, penting peran dokter untuk memberikan edukasi pada pasien yang merokok untuk membantu pasien berhenti.