Pemberian kortikosteroid pada kasus nyeri tenggorokan diharapkan mampu mengatasi inflamasi dan mempercepat pemulihan. Umumnya, nyeri tenggorokan merupakan gejala faringitis atau tonsilitis yang sering disebabkan oleh infeksi virus yang bersifat self-limiting. Namun, nyeri tentu dapat mengganggu aktivitas pasien, sehingga tetap perlu dimanajemen dengan adekuat.[1]
Manajemen nyeri yang tidak adekuat pada kasus sakit tenggorokan dilaporkan dapat meningkatkan permintaan antibiotik oleh pasien. Suatu studi di Inggris menemukan ada hubungan yang cukup kuat antara permintaan antibiotik pasien dengan perlunya obat penghilang nyeri. Dengan kata lain, terdapat pemahaman dari pasien bahwa antibiotik diharapkan dapat mengurangi nyeri dengan cepat.
Pemberian analgesik diperkirakan dapat mengurangi pemberian antibiotik yang tidak perlu pada pasien. Analgesik yang digunakan umumnya berupa paracetamol atau obat antiinflamasi nonsteroid. Namun, kortikosteroid juga telah banyak dipelajari sebagai agen alternatif untuk tata laksana nyeri pada sakit tenggorokan.[2-4]
Manfaat Pemberian Kortikosteroid pada Nyeri Tenggorokan
Berbagai uji klinis acak terkontrol, tinjauan sistematis, dan meta analisis telah dilakukan untuk mempelajari efikasi pemberian kortikosteroid pada nyeri tenggorokan.
Studi oleh Sadeghirad et al
Suatu tinjauan sistematis dan meta analisis oleh Sadeghirad et al mempelajari 10 uji klinis dengan total 1.426 pasien nyeri tenggorokan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa pasien yang menerima kortikosteroid dosis rendah (seperti dexamethasone oral dosis tunggal, maksimal 10 mg) memiliki kemungkinan 2 kali lebih tinggi untuk mengalami pengurangan nyeri dalam 24 jam daripada grup plasebo.
Selain itu, pasien yang menerima kortikosteroid dosis tunggal dan rendah juga memiliki kemungkinan 1,5 kali lebih tinggi untuk mengalami resolusi nyeri dalam 48 jam daripada grup plasebo. Rerata waktu resolusi nyeri pasien yang menerima kortikosteroid adalah 11,1 jam lebih cepat daripada grup plasebo.
Penurunan skala nyeri dengan VAS (visual analogue scale 0–10) dalam 24 jam adalah 1,3 lebih tinggi pada grup kortikosteroid daripada grup plasebo (CI 95%, 0,7–1,9). Namun, kortikosteroid tidak mengurangi kemungkinan gejala berulang (RR 0,52, CI 95%, 0,16–1,73).[5]
Studi oleh Hayward et al
Hayward et al melakukan suatu studi uji klinis acak terkontrol terhadap 565 pasien dengan nyeri tenggorokan. Pasien dibagi menjadi grup intervensi yang mendapatkan dexamethasone oral dosis tunggal (10 mg) dan grup plasebo. Hasil menunjukkan bahwa dalam waktu 24 jam, tidak ada perbedaan resolusi gejala yang bermakna antara kedua grup (22,6% vs 17,7%, p=0,144).
Perbedaan resolusi gejala yang bermakna hanya ditemukan pada waktu 48 jam. Pasien yang mengalami resolusi gejala dalam waktu 48 jam di grup intervensi adalah 35,4%, sedangkan pasien yang mengalami resolusi gejala dalam waktu 48 jam di grup plasebo hanyalah 27,1% (p=0,03).
Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna dalam hal konsultasi ulang ke klinik terkait gejala, jumlah hari pasien tidak masuk sekolah atau tidak masuk kerja karena gejala, penggunaan antibiotik, dan penggunaan sediaan pelega tenggorokan yang memiliki efek anestesi lokal atau antiinflamasi.[6]
Studi oleh Buloch et al
Pada anak-anak berusia 5–16 tahun yang terbukti mengalami nyeri tenggorokan akibat infeksi Streptococcus (tes antigen positif), pemberian dexamethasone 0,6 mg/kgBB (maksimal 10 mg) ditemukan bermanfaat. Studi ini mempelajari 85 anak dan melaporkan bahwa dexamethasone mempercepat waktu pengurangan nyeri sebanyak 5,5 jam (6 jam vs 11,5 jam pada grup plasebo, p=0,02).
Namun, waktu yang diperlukan agar nyeri dapat mengalami resolusi total tidak berbeda bermakna (p=0,86). Pada anak-anak dengan tes antigen negatif, dexamethasone tidak mempunyai efek penurunan nyeri yang bermakna dibandingkan plasebo.[7]
Studi oleh Niland et al
Studi di Ohio membandingkan efektivitas dexamethasone dosis tunggal dan tiga dosis harian (dosis 0,6 mg/kgBB, maksimal 10 mg) pada pasien usia 4–21 tahun yang mengalami faringitis akibat Streptococcus β-hemolyticus grup A. Secara umum, kedua grup dexamethasone menunjukkan perbaikan gejala yang lebih unggul daripada grup plasebo. Namun, grup yang menerima tiga dosis harian menunjukkan resolusi nyeri tenggorokan yang paling unggul.[8]
Studi oleh Cochrane
Meta analisis terbaru dari Cochrane (2020) mempelajari 9 uji acak klinis dengan total 1.319 partisipan. Hasil meta analisis ini menunjukkan bahwa kortikosteroid menaikkan kemungkinan resolusi gejala secara komplit dalam 24 jam sebesar 2,4 kali lipat (RR 2,4; 95% CI 1,29–4,47; P=0,006; high‐certainty evidence). Selain itu, kortikosteroid juga meningkatkan kemungkinan resolusi gejala secara komplit dalam 48 jam sebesar 1,5 kali lipat (RR 1,50; 95% CI 1,27–1,76; P<0,001; high‐certainty evidence).
Kortikosteroid dilaporkan mampu menurunkan waktu yang diperlukan untuk resolusi nyeri komplit sebanyak 11,6 jam bila dibandingkan plasebo. Dalam 24 jam, nyeri yang terukur melalui VAS dilaporkan berkurang sebanyak 10,6% karena kortikosteroid.[9]
Risiko Pemberian Kortikosteroid pada Nyeri Tenggorokan
Menurut studi Sadeghirad et al yang telah disebut di atas, penggunaan kortikosteroid pada sakit tenggorokan dalam dosis rendah dan jangka waktu singkat (<1 minggu dan tidak membutuhkan tapering-off) tidak menimbulkan efek samping yang bermakna bila dibandingkan dengan plasebo.[5]
Hasil serupa juga dilaporkan oleh studi Cochrane (2020) yang menyatakan bahwa penggunaan kortikosteroid tidak menimbulkan efek samping yang bermakna bila dibandingkan grup plasebo. Namun, studi ini melaporkan bahwa bukti yang ada terkait efek samping kortikosteroid untuk nyeri tenggorokan masih minimal bila dibandingkan dengan bukti yang ada tentang manfaatnya. Hal ini dikarenakan ukuran studi yang mempelajari efek samping masih kecil dan terbatas.[9]
Kesimpulan
Pemberian kortikosteroid pada pasien nyeri tenggorokan dapat mempercepat waktu pengurangan nyeri dan waktu resolusi nyeri secara total. Kortikosteroid yang paling umum digunakan untuk kasus ini adalah dexamethasone dosis tunggal dan rendah, yakni dosis yang tidak melebihi 10 mg.
Namun, meskipun dapat mempercepat hilangnya nyeri, kortikosteroid dilaporkan tidak mengurangi rekurensi gejala, jumlah hari pasien tidak masuk sekolah atau tempat kerja karena gejala, penggunaan antibiotik, dan penggunaan pelega tenggorokan.
Penggunaan kortikosteroid dalam dosis rendah dan jangka waktu pendek untuk sakit tenggorokan dilaporkan tidak menimbulkan efek samping yang bermakna.
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur