Manajemen hipertiroid dalam kehamilan sangat kompleks, utamanya karena terapi hipertiroid yang tersedia saat ini berisiko menyebabkan efek buruk pada janin. Hipertiroid diperkirakan terjadi pada 0,1 hingga 0,4% kehamilan, dimana mayoritas disebabkan oleh penyakit Graves. Hipertiroid telah dikaitkan dengan peningkatan risiko keguguran.
Hipertiroid juga dapat menyebabkan masalah kesehatan pada janin dan selama periode neonatus. Selain itu, thyroid stimulating hormone (TSH) memiliki struktur yang mirip dengan human chorionic gonadotropin (hCG), sehingga hipertiroid selama kehamilan akan meningkatkan risiko tirotoksikosis gestasional.[1]
Hipertiroid pada kehamilan didefinisikan sebagai peningkatan kadar hormon tiroid fT4 (free T4) atau T4 diikuti dengan penurunan kadar TSH. Kebanyakan kasus hipertiroid pada wanita hamil terjadi pada pasien yang memang memiliki riwayat penyakit tiroid dan sudah dalam pengobatan. Hipertiroid pada kehamilan dapat disebabkan oleh penyakit Graves, struma multinodular, tiroiditis, dan adenoma toksik.[2-4]
Pengaruh Hipertiroid pada Kehamilan
Secara fisiologis, terjadi peningkatan metabolisme tubuh dan sekresi berbagai hormon selama kehamilan untuk memenuhi kebutuhan maternal dan janin intrauterin, salah satunya adalah hormon tiroid. Hormon tiroid merupakan salah satu hormon yang berperan penting dalam proses tumbuh kembang awal janin. Hipertiroid yang tidak teratasi pada kehamilan memiliki dampak yang buruk terhadap kehamilan dan janinnya.[3,5,6]
Pengaruh Hipertiroid Terhadap Ibu Hamil
Gejala hipertiroid dapat muncul di segala usia kandungan. Ibu hamil dengan hipertiroid dapat mengalami gejala klasik hipertiroid seperti berdebar-debar, mudah lelah, sesak, banyak berkeringat, eksoftalmus, tremor, hingga tampak pembesaran kelenjar tiroid di leher. Hipertiroid yang tidak diobati dapat mengakibatkan komplikasi terhadap ibu hamil seperti persalinan preterm, gagal jantung pada ibu hamil, keguguran, abrupsio plasenta, dan preeklampsia.[3,5,6]
Pengaruh Hipertiroid Terhadap Janin
Ibu dengan hipertiroid tidak terkontrol memiliki risiko lebih tinggi untuk memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah dibandingkan ibu dengan hipertiroid yang terkontrol. Hal ini berkaitan dengan tingginya angka kejadian gangguan plasenta, prematuritas, dan penyulit kehamilan lain.
Komplikasi lain berkaitan dengan thyrotropin receptor antibodies (TRabs) yang masuk ke janin melalui plasenta, menyebabkan hipertiroid fetal, sehingga menimbulkan intrauterine growth restriction (IUGR), takikardia, dan gagal jantung. Bayi dari ibu dengan hipertiroid juga lebih berisiko memiliki anomali janin dan mengalami kematian janin.[1,3,5,6]
Penanganan Hipertiroid dalam Kehamilan
Penanganan hipertiroid pada ibu hamil perlu dilakukan sedini mungkin setelah diagnosis hipertiroid ditegakkan. Apabila ibu hamil sebelumnya sudah melakukan pengobatan untuk tiroid baik dengan terapi iodin, obat antitiroid, atau operasi tiroid, evaluasi tetap dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya komplikasi pada neonatus.[2-4]
Pilihan Obat Antitiroid
Pilihan obat hipertiroid pada kehamilan adalah propilthiourasil (PTU) dan methimazole. Mekanisme kerja utama PTU adalah dengan menghambat penggunaan iodine oleh kelenjar tiroid, sehingga tidak terjadi pembentukan hormon tiroid dan menghambat konversi T4 menjadi hormon T3 aktif. PTU juga memiliki efek imunosupresif, sehingga dapat menurunkan kadar TRabs dan lebih jarang mengakibatkan kelainan organ spesifik selama kehamilan dibandingkan dengan obat antitiroid lainnya, seperti methimazole. Oleh sebab itu, PTU dianggap relatif lebih aman digunakan selama trimester pertama.
Methimazole juga bekerja dengan menghambat sintesis hormon tiroid, namun lebih sering menyebabkan kelainan organogenesis sehingga dapat diberikan pada ibu hamil trimester lanjut.[1-4]
Dosis Obat Antitiroid
Dosis obat antitiroid disesuaikan dengan gejala klinis dan kadar hormon tiroid masing-masing pasien. Secara umum, PTU dapat diberikan dengan dosis 300-450 mg/hari terbagi menjadi 3 kali pemberian. Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 2-6 minggu. Setelah kondisi eutiroid tercapai, maka dosis PTU dapat diturunkan menjadi dosis pemeliharan yaitu 50-100 mg/hari terbagi menjadi 2 kali pemberian.
Methimazole dapat diberikan dengan dosis awal 15-40 mg/hari sekali sehari. Dosis pemeliharaan methimazole berkisar antara 5-15 mg/hari.[1-4]
Risiko Teratogenisitas Obat Antitiroid
Pengobatan antitiroid telah dikaitkan dengan anomali janin. Aplasia kutis kongenital telah dilaporkan akibat terapi methimazole pada trimester pertama. Selain itu, carbimazole telah dikaitkan dengan atresia koanal, fistula trakeoesofagus, atresia esofagus, duktus vitellointestinal paten, omfalokel, athelia atau hipothelia, keterlambatan perkembangan, gangguan pendengaran, dan fitur wajah dismorfik.
PTU jarang mengakibatkan gangguan organogenesis, namun mempunyai efek samping berupa gangguan hepar, ruam, dan reaksi alergi obat, sehingga biasanya diberikan pada trimester awal saja. Pengobatan selanjutnya diganti dengan methimazole untuk trimester selanjutnya. Pada kondisi eutiroid, maka pemberian obat antitiroid dapat diturunkan dan disesuaikan dengan dosis terkecil yang efektif untuk meminimalisir terjadinya efek samping dan komplikasi, seperti hepatitis imbas obat dan hipotiroid pada neonatus.[1-4]
Radiasi Iodine Tidak Boleh Diberikan Selama Kehamilan
Radiasi iodine dapat diberikan pada kasus hipertiroid, namun dikontraindikasikan selama kehamilan. Hal ini karena iodine dapat masuk melalui plasenta dan mengakibatkan destruksi kelenjar tiroid pada janin, sehingga dapat menyebabkan hipotiroid kongenital.[2-4]
Kesimpulan
Hipertiroid selama kehamilan dapat meningkatkan risiko pada ibu dan janin. Hipertiroid selama kehamilan telah dikaitkan dengan kelahiran prematur, keguguran, preeklampsia, gangguan pertumbuhan janin intrauterine, berat badan lahir rendah, hingga kematian janin.
Terapi hipertiroid yang dapat digunakan selama kehamilan adalah propiltiourasil (PTU) dan methimazole. Penggunaan methimazole di awal kehamilan tidak disarankan karena risiko teratogenisitas. PTU lebih disukai karena jarang menimbulkan gangguan organogenesis, tetapi risiko gangguan hepar perlu diwaspadai.
Dosis obat antitiroid disesuaikan dengan klinis dan kadar tiroid masing-masing pasien. Dosis yang digunakan sebaiknya adalah dosis terendah yang efektif untuk menurunkan risiko efek samping dan komplikasi.