Vaksin tifoid bertujuan sebagai tindakan preventif penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella typhi. Penelitian terkait manfaat dan keamanan vaksin tifoid terus dilakukan, termasuk penelitian pengembangan vaksin baru. Vaksin tifoid umumnya diberikan pada individu yang kontak erat dengan karier tifoid, wisatawan ke daerah endemik tifoid, anak usia sekolah di daerah endemik tifoid, petugas rumah sakit, serta pekerja industri makanan minuman. Indonesia termasuk ke dalam negara endemik tifoid.[1,2]
Pengendalian Penyebaran Penyakit Tifoid
Untuk mencegah penyakit tifoid, dibutuhkan pendekatan komprehensif, yaitu perbaikan sanitasi, pola hidup bersih dan sehat, pengolahan dan penanganan makanan yang baik, serta pemberian vaksin yang aman dan efektif. Pencegahan adalah langkah yang harus dilakukan untuk mengurangi burden disease akibat demam tifoid.[1,2]
Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di negara-negara Asia lainnya serta sebagian Afrika, termasuk Indonesia. Demam tifoid menjadi real disease burden yang tidak terdefinisi dengan baik. Hal ini karena heterogenitas manifestasi klinis dari penyakit demam tifoid, sehingga sulit dalam menegakkan diagnosis. Berbagai studi memperkirakan burden disease demam tifoid antara 12−21 juta kasus per tahun, dengan angka kematian mencapai 129.000−145.000 setiap tahun di seluruh dunia.[2,3,4]
Sekilas Tentang Efikasi Vaksin Tifoid
Vaksin tifoid telah direkomendasikan untuk orang dewasa dan anak usia >2 tahun. Saat ini, tersedia 3 jenis vaksin tifoid, yaitu Ty21a peroral, ViPS parenteral, dan TCV (typhoid conjugate vaccines). Pada Januari 2018, vaksin Typbar TCV telah di prakualifikasi oleh WHO untuk digunakan pada usia 6 bulan – 45 tahun. Vaksin tifoid diprioritaskan untuk negara-negara endemik, dengan burden disease demam tifoid atau resistensi antimikroba yang tinggi terhadap S.typhi.[1,3,5]
Vaksin Tifoid Generasi Pertama
Vaksin tifoid generasi pertama merupakan vaksin sel utuh yang dinonaktifkan dengan temperatur tinggi dan fenol. Studi menunjukkan efikasi vaksin tifoid generasi pertama sebesar 51−88%, dan dapat bertahan hingga 7 tahun. Penggunaan vaksin tifoid generasi pertama menyebabkan reactogenicity, seperti demam, sakit kepala, dan nyeri di lokasi penyuntikan pada hampir semua penerima vaksin. Oleh karena itu, vaksin ini ditarik dari program imunisasi rutin.[3]
Vaksin Tifoid Generasi Kedua
Vaksin tifoid generasi kedua terdiri atas vaksin oral TY21a yang merupakan live attenuated vaccine, dan vaksin parenteral ViPS yang dikenal dengan capsular polysaccharide vaccine.[1,3]
Vaksin oral Ty21a:
Vaksin oral Ty21a dikembangkan dengan mutagenesis kimiawi dari S. Typhi strain Ty2. Studi efikasi skala besar yang dilakukan di Chili, Mesir, dan Indonesia, menunjukkan efikasi protektif dari pemberian 3 dosis vaksin oral Ty21a sebesar 42−96%, dan memberikan perlindungan hingga 7 tahun. Dua formulasi yang telah dikembangkan adalah kapsul berlapis enterik (digunakan untuk usia >5 tahun), dan formulasi cairan lyophilized yang dilarutkan dalam buffer (digunakan untuk usia 2‒5 tahun). Kedua jenis formulasi tersebut dapat ditoleransi dengan baik.[3,6]
Vaksin parenteral ViPS:
ViPS merupakan vaksin subunit yang mengandung polisakarida kapsuler Vi murni dari S. typhi strain Ty2. Vaksin parenteral ViPS dosis tunggal menimbulkan respon antibodi terhadap anti-Vi pada 85−95% individu berusia >2 tahun. Efikasi vaksin ViPS sebesar 64−72% selama 17−21 bulan, dan sebesar 55% selama 3 tahun.[2,3]
Typhoid Conjugate Vaccines (TCV)
TCV merupakan vaksin Vi-polisakarida dari sumber yang berbeda, dan menggunakan protein pembawa yang berbeda sebagai konjugasi. Sejauh ini terdapat 3 TCV di India yang telah dilisensikan, dengan 1 vaksin TCV (Typbar-TCV) yang telah di prakualifikasi oleh WHO sebagai vaksin tifoid yang dapat digunakan untuk menunjang kesehatan global. Typbar TCV saat ini sudah digunakan sebagai vaksin dosis tunggal dan terdaftar di empat negara, yaitu India, Nepal, Kamboja, dan Nigeria. Beberapa kandidat TCV lainnya sedang dalam tahap pengembangan.[3]
Typbar TCV merupakan formulasi konjugasi dari Vi polisakarida dan tetanus toxoid. Studi evaluasi dari Universitas Oxford tentang efikasi dan imunogenisitas Typbar TCV bila dibandingkan dengan ViPS melaporkan bahwa efikasi Typbar TCV sebesar 54,6%, dibandingkan dengan efikasi ViPS sebesar 52%. Namun, karena penelitian ini dilakukan pada orang dewasa Inggris yang memiliki imunitas dan status gizi yang normal, maka ekstrapolasi hasil studi ini pada anak-anak di negara-negara endemik memerlukan evaluasi lebih lanjut.[3,7]
Studi Tentang Manfaat dan Keamanan Vaksin Tifoid
Berbagai studi telah dilakukan untuk mengetahui manfaat dan keamanan pemberian vaksin tifoid, termasuk efek samping yang ditimbulkan.
Manfaat dan Keamanan Vaksin Tifoid Oral Ty21a
Tinjauan sistemik Cochrane mempelajari 18 randomized and quasi-randomized controlled trials (RCTs) yang membandingkan pemberian vaksin tifoid dengan plasebo pada orang dewasa dan anak di negara-negara endemik tifoid. Studi ini melaporkan bahwa 3 dosis vaksin oral Ty21a dapat mencegah sekitar setengah kasus demam tifoid selama 3 tahun pertama setelah vaksinasi.[8]
Efikasi kumulatif 2,5−3 tahun sebesar 50%, pada 4 penelitian yang melibatkan 235.239 peserta usia 3−44 tahun. Sedangkan efek samping vaksin oral Ty21a umumnya mual, muntah, diare, nyeri abdomen, sakit kepala, atau timbul ruam kulit. Tidak terdapat laporan efek samping serius pasca vaksinasi.[8]
Manfaat dan Keamanan Vaksin Tifoid Injeksi ViPS
Dalam tinjauan sistematik Cochrane, dilaporkan bahwa pemberian ViPS dosis tunggal dapat mencegah sekitar dua pertiga kasus demam tifoid pada tahun pertama setelah vaksinasi. Efikasi sebesar 69%, pada 3 penelitian dengan jumlah peserta 99.979 orang usia 2−55 tahun.[8]
Pada tahun kedua, hasil penelitian lebih bervariasi di mana vaksin dapat mencegah terjadinya kasus demam tifoid antara 45−69%, pada 4 penelitian jumlah peserta 194.969 orang usia 2−55 tahun. Sedangkan efikasi kumulatif ViPS selama tiga tahun sekitar 55%, pada 1 penelitian yang melibatkan 11.384 peserta usia 5−15 tahun.[8]
Dibandingkan dengan plasebo, ViPS tidak meningkatkan insiden febris. Efek samping yang dilaporkan adalah indurasi serta rasa nyeri di tempat suntikan. Tidak terdapat laporan efek samping serius pasca vaksinasi ViPS. [8]
Penelitian oleh Islam et al melaporkan efektivitas vaksin ViPS di Kolkata India. Penelitian ini menganalisa penggunaan vaksin tifoid sebagai vaksin probe, yang dapat menguji validitas kriteria demam tifoid dan mengukur efikasi protektif vaksin ViPS terhadap demam tifoid dengan hasil kultur darah negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efikasi protektif di semua kelompok umur sebesar 33%, dan ViPS efektif sebagai probe untuk menguji validitas kriteria demam tifoid.[9]
Manfaat dan Keamanan Typhoid Conjugate Vaccines (TCV)
Chinnasamy et al melakukan studi kohort pada 400 anak yang telah menerima 1−2 dosis TCV PedaTyph™, selama 30 bulan setelah vaksinasi dan dibandingkan dengan anak yang tidak menerima vaksin. Sampel serum dinilai dengan ELISA untuk pemeriksaan antibodi anti Vi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui durasi respon imun setelah pemberian vaksin konjugat salmonella, dan untuk menilai efek pemberian dosis kedua (booster).[10]
Hasil studi ini menunjukkan titer imunoglobulin G (IgG) terhadap polisakarida anti-Vi lebih tinggi secara signifikan pada anak yang divaksinasi, bahkan setelah 30 bulan vaksinasi. Geometric mean titer (GMT) dengan interval kepercayaan 95% adalah 14 g/mL (4,8−29,8) setelah dosis pertama, 17 g/mL (7,4−33) setelah dosis kedua, dan 6,4 g/mL (0,8−12) pada kelompok kontrol.[10]
Studi ini menunjukkan bahwa TCV dapat menginduksi respon imun jangka panjang hingga 30 bulan setelah vaksinasi. Tidak ada keuntungan yang signifikan dari pemberian dua dosis TCV, sehingga cukup disarankan pemberian satu dosis TCV.[10]
Studi Manfaat dan Keamanan Typhoid Conjugate Vaccines (TCV) di Indonesia
Pada tahun 2017‒2018, di Jakarta Timur Indonesia telah dilakukan studi observasional, buta, komparatif, acak, fase I, dalam dua kohort deeskalasi usia terhadap vaksin baru konjugat Vi-diphtheria toxoid (Vi-DT). Subjek berjumlah 100 individu sehat, yang terdiri dari 2 kelompok usia, yaitu dewasa (18‒40 tahun) dan anak (2‒5 tahun).[11]
Pada masing-masing kelompok usia, dibagi secara acak menjadi kelompok perlakuan yang menerima vaksin Vi-DT, dan kelompok pembanding yang menerima vaksin Vi-PS dan vaksin tambahan lainnya. Suntikan vaksin diberikan 2 kali dengan jarak 2 bulan. Kemudian subjek diikuti hingga 6 bulan.[11]
Hasil studi menunjukkan vaksin Vi-DT aman dan imunogenik diberikan pada dewasa dan anak usia >2 tahun. Efek samping akibat suntikan Vi-DT dan ViPS tidak berbeda, umumnya nyeri pada lokasi suntikan yang akan hilang dalam waktu 30 menit. Beberapa mengeluhkan mialgia pada 72 jam pertama, tetapi tidak ada efek samping serius yang dikaitkan dengan pemberian vaksin. Vaksin Vi-DT menginduksi serokonversi dan titer rata-rata geometrik yang lebih tinggi dibandingkan dengan ViPS. Sedangkan pemberian dosis kedua tidak menginduksi respon booster.[11]
Rekomendasi Vaksin Tifoid di Indonesia
Jadwal imunisasi anak umur 0‒18 tahun berdasarkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2020 merekomendasikan vaksin tifoid polisakarida (ViPS) untuk diberikan mulai anak usia 2 tahun, dan diulang setiap 3 tahun.[12]
Sedangkan Persatuan Dokter Penyakit Dalam (PAPDI) di dalam jadwal imunisasi dewasa tahun 2013 merekomendasikan vaksin demam tifoid diberikan 1 dosis untuk 3 tahun. Sebagai negara endemis, vaksin ini dianjurkan untuk semua orang dengan/tanpa riwayat demam tifoid.[13]
Kesimpulan
Vaksin tifoid secara substansial dapat mengurangi burden disease akibat demam tifoid, terutama bila ditargetkan pada kelompok usia dan wilayah yang memiliki risiko tinggi. Penggunaan vaksin tifoid sebagai tindakan preventif harus diintegrasikan dengan strategi pencegahan penyakit lainnya, seperti penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi, pendidikan higiene, pengelolaan makanan yang bersih dan sehat, serta deteksi kasus baru maupun kasus tifoid karier.
Vaksin tifoid sediaan oral maupun parenteral, memiliki efektivitas yang baik dalam memberikan perlindungan terhadap infeksi S. typhi. Vaksin Ty21a peroral dapat memberikan perlindungan hingga 7 tahun setelah pemberian 3 dosis. Sementara, ViPS parenteral dosis tunggal dapat memberikan perlindungan hingga 3 tahun. Kedua vaksin memiliki profil keamanan yang baik, dengan efek samping pasca vaksinasi yang ringan seperti demam, eritema, indurasi dan nyeri lokal, serta keluhan gastrointestinal. Efek samping berat sangat jarang terjadi pasca vaksinasi demam tifoid.
Saat ini terdapat jenis vaksin tifoid terbaru yang terbatas di beberapa negara, yaitu TCV sebagai vaksin dosis tunggal. Typbar TCV adalah vaksin yang telah diprakualifikasi oleh WHO pada 2018, dengan tingkat serokonversi sebesar 100%. Studi fase I di Indonesia menunjukkan vaksin Vi-DT aman dan imunogenik pada dewasa dan anak usia >2 tahun. Dosis tunggal vaksin sudah mampu menghasilkan serokonversi dan geometric mean titers (GMT) GMT yang tinggi. Namun, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk efektivitas jangka lama serta pengembangan kandidat TCV lainnya.
Penulisan pertama oleh: dr. Hunied Kausar