Pelaksanaan imunisasi kejar atau catch-up immunization perlu dipahami oleh klinisi dengan baik agar perlindungan optimal terhadap penyakit menular dapat tercapai, termasuk pada anak yang belum atau terlambat mendapatkan imunisasi.
Pada dasarnya, imunisasi perlu diberikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Namun, banyak kondisi yang menyebabkan anak tidak mendapatkan imunisasi sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Oleh karena itu, jika anak belum atau terlambat mendapatkan imunisasi, sebaiknya imunisasi harus secepatnya dilengkapi atau dikejar (catch-up immunization).[1,2]
Pentingnya Melakukan Imunisasi
Imunisasi merupakan upaya penting untuk mencegah dan menekan tingkat keparahan berbagai penyakit menular, seperti tuberkulosis paru, diare, pneumonia, campak, dan difteri. Imunisasi juga dimasukkan ke dalam program rutin pemerintah agar dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas anak.[1]
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), terjadi peningkatan prevalensi pneumonia pada populasi balita di Indonesia, yaitu dari 1,6% pada tahun 2013 menjadi 2% pada tahun 2018. Indonesia juga masih termasuk dalam 10 negara dengan kasus difteri tertinggi di dunia pada tahun 2000–2015, dengan angka yang meningkat tiap tahunnya.
Pada tahun 2016, dilaporkan ada 415 kasus difteri dengan 24 kematian dan case fatality rate sebesar 5,8%. Sementara itu, dilaporkan juga bahwa 28% dari kematian anak disebabkan oleh diare, yang umumnya disebabkan oleh rotavirus.
Berbagai penyakit di atas merupakan penyebab tingginya angka kematian anak yang sebenarnya dapat dicegah melalui program imunisasi. Kondisi ini menggambarkan bahwa program imunisasi di Indonesia perlu dimaksimalkan lagi.[1,3]
Hambatan Pelaksanaan Imunisasi
Berbagai faktor terlibat dalam kurang optimalnya pelaksanaan imunisasi di Indonesia. Hambatan pelaksanaan imunisasi dapat terjadi baik dari sisi tenaga kesehatan maupun orang tua.[1,2]
Hambatan dari Petugas Kesehatan
Hambatan pelaksanaan imunisasi oleh tenaga kesehatan biasanya berkaitan dengan kurangnya pengetahuan mengenai kontraindikasi imunisasi. Pada praktiknya, tenaga kesehatan sering menunda imunisasi pada anak dengan batuk pilek ringan, yang sebenarnya bukan merupakan kontraindikasi imunisasi.
Hambatan juga bisa diakibatkan oleh kurang terlatihnya tenaga kesehatan dan tidak adanya sistem pengingat untuk jadwal imunisasi. Tidak sedikit pula tenaga kesehatan yang belum terbiasa dengan banyaknya jadwal imunisasi, khususnya pada tahun pertama kehidupan, sehingga edukasi tepat mengenai jadwal kunjungan untuk imunisasi selanjutnya dapat terlupakan.
Pada beberapa fasilitas kesehatan tingkat pertama, seperti puskesmas, masing-masing jenis imunisasi hanya dapat dilakukan pada hari-hari tertentu, sehingga anak yang datang di luar hari yang ditentukan tidak bisa mendapatkan imunisasi.[2,3]
Hambatan dari Orang Tua
Dari sisi orang tua, pelaksanaan imunisasi juga dapat terhambat akibat pengetahuan yang kurang tentang pentingnya imunisasi dan jadwal imunisasi. Beberapa orang tua masih memiliki ketakutan yang berlebihan akibat mitos yang beredar tentang keamanan dan efek samping imunisasi.
Kepercayaan terhadap mitos vaksinasi juga masih menjadi masalah yang sering dijumpai. Beberapa orang tua meyakini bahwa terlalu banyak imunisasi justru melemahkan sistem imun anak. Masih ada pula yang meyakini bahwa imunisasi dapat menyebabkan autisme. Beberapa orang tua juga menolak imunisasi dengan alasan budaya dan/atau agama.
Pada daerah terpencil, terbatasnya transportasi dan fasilitas kesehatan turut menjadi faktor yang menghambat imunisasi. Di kota besar, beberapa orang tua mungkin terlalu sibuk bekerja sehingga jadwal imunisasi dapat terlewatkan. Belum lagi, biaya imunisasi yang tidak wajib relatif mahal sehingga tidak terjangkau oleh beberapa orang tua.[2,3]
Jadwal Imunisasi Anak
Jadwal imunisasi anak merujuk pada rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia atau Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Tabel 1. Jadwal Imunisasi Anak Usia 0–18 Tahun berdasarkan Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Tahun 2020
Jenis Vaksin | Waktu Pemberian | Ulangan |
Hepatitis B | Lahir; usia 2, 3, dan 4 bulan | 18 bulan |
Polio | Lahir–1 bulan; usia 2, 3, dan 4 bulan | Usia 18 bulan |
BCG (Bacillus Calmette-Guérin) | 0–2 bulan | - |
DTP (difteri, tetanus, dan pertusis) | Usia 2, 3, dan 4 bulan | Usai 18 bulan dan 5‒7 tahun; booster Td/Tdap >10 tahun |
HiB (Haemophilus influenzae type B) | Usia 2, 3, dan 4 bulan | Usia 18 bulan |
PCV (pneumococcal conjugate vaccine) | Usia 2, 4, dan 6 bulan | Usia 12–15 bulan |
Rotavirus | Usia 2, 4, dan/atau 6 bulan | |
Influenza | Mulai dari usia 6 bulan | 1 kali/tahun |
MR (measles, rubella) atau MMR (mumps, measles, rubella) | Usia 9 bulan (MR) | Usia 18 bulan dan 5‒7 tahun (MMR) |
JE (Japanese Encephalitis); diberikan di daerah endemis | Usia 9 bulan | Usia 2–3 tahun |
Varicella | Usia >12 bulan, 2 kali dengan interval 6 minggu ‒ 3 bulan | - |
Hepatitis A | Usia >12 bulan, diberikan 2 kali dengan interval 6‒36 bulan | - |
Tifoid | Usia 2 tahun | Diulang setiap 3 tahun 1 kali |
HPV (Human papillomavirus); diberikan untuk anak perempuan | Usia 9‒14 tahun, diberikan 2 kali dengan interval 6‒15 bulan | - |
Dengue; diberikan untuk anak dengan seropositif dengue | Usia 9–16 tahun, diberikan , 3 kali dengan interval 6 bulan | - |
Sumber: dr. Gisheila Ruth Anggita, 2020.[7]
Sebelum melakukan imunisasi kejar, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Orang tua sebaiknya membawa buku catatan imunisasi sebelumnya untuk melihat riwayat imunisasi anak
- Untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan, tenaga kesehatan harus memastikan bahwa kondisi anak sehat, tidak sedang dalam kondisi sakit berat dan tidak memiliki riwayat alergi berat
- Apabila didapatkan pasien dengan kondisi sakit sedang hingga berat, memiliki riwayat alergi, menderita gangguan pembekuan darah atau dalam kondisi imunokompromais, sebaiknya pasien berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter spesialis anak
- Sakit ringan dan demam bukan alasan untuk menunda imunisasi[4-6]
Jadwal Imunisasi Kejar
Pada praktiknya, masih sering dijumpai anak yang belum atau terlambat mendapatkan imunisasi. Beberapa anak sudah divaksin tetapi serial imunisasinya terputus. Namun, hal ini tidak menjadi hambatan untuk melanjutkan atau mengejar imunisasi. Imunisasi yang telah diberikan sebelumnya tentu sudah menghasilkan antibodi, meskipun kadarnya belum optimal atau mencapai kadar proteksi.[1,4,5]
Imunisasi kejar tetap perlu dilakukan. Di bawah adalah jadwal imunisasi kejar berdasarkan IDAI dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
Vaksin Hepatitis B
Apabila serial imunisasi terputus, lanjutkan pemberian vaksin hepatitis B tanpa mengulang dosis sebelumnya. Vaksin hepatitis dapat diberikan kapan saja saat berkunjung, sesuai dengan jadwal, tanpa perlu memeriksa kadar antihepatitis. Pada neonatus yang belum mendapat dosis pertama saat lahir, berikan dosis sesegera mungkin, sebelum 6 minggu.[6,7]
Vaksin BCG
Vaksin BCG cukup diberikan 1 kali pada usia 0–2 bulan. Imunisasi kejar vaksin BCG dapat dilakukan apabila anak berusia <12 bulan, tetapi tidak dianjurkan pada anak >12 bulan.[6,7]
Vaksin DTP
DPT terdiri dari vaksin difteri, vaksin pertusis, dan vaksin tetanus. Anak yang terputus serial vaksin DPT dapat melanjutkan imunisasi tanpa mengulang dosis sebelumnya, sesuai dengan dosis dan interval dasar. Jika vaksin DPT dosis ke-4 diberikan saat usia <4 tahun, berikan dosis ke-5 pada 6 bulan sesudahnya. Jika DPT dosis ke-4 diberikan saat usia >4 tahun, dosis ke-5 tidak diperlukan.[6,7]
Vaksin Polio
Pada anak dengan serial vaksin polio yang terputus, lanjutkan imunisasi tanpa perlu mengulang dosis sebelumnya sesuai dengan dosis dan interval dasar.[6,7]
Vaksin MR/MMR
Pada tahun 2017, IDAI merekomendasikan vaksin campak untuk anak usia 9 bulan. Namun, terjadi perbedaan pada jadwal imunisasi tahun 2020 di mana anak usia 9 bulan diberikan vaksin MR (vaksin measles dan vaksin rubella).
Jika hingga usia 12 bulan anak belum mendapatkan vaksin MR, diberikan vaksin MMR (vaksin mumps, measles, rubella). Vaksin MR/MMR kedua harus diberikan pada usia 5‒7 tahun, atau pada kelas 1 sekolah dasar pada program BIAS (bulan imunisasi anak sekolah).[7]
Vaksin HiB
Vaksin HiB tersedia dalam bentuk kombinasi dengan vaksin DPT dan hepatitis B yang dikenal dengan Pentabio. Pada anak berusia <12 bulan yang mengalami serial imunisasi terputus, lanjutkan imunisasi tanpa mengulang dosis sebelumnya sesuai dengan dosis dan interval dasar. Pada anak berusia 1–5 tahun, berikan vaksin HiB hanya 1 kali. Pada pasien >5 tahun, vaksin HiB tidak perlu diberikan.[6,7]
Vaksin PCV
Imunisasi kejar untuk vaksin PCV dapat dilakukan berdasarkan usia anak, yaitu:
- Usia 2–6 bulan: 3 dosis dengan interval 6–8 minggu, dan booster pada usia 12–15 bulan
- Usia 7–11 bulan: 2 dosis dengan interval 6–8 minggu, dan booster pada usia 12–15 bulan
- Usia 12–23 bulan: 2 dosis dengan interval 6–8 minggu
- Usia ≥24 bulan: 1 dosis
Anak dengan risiko tinggi perlu mendapatkan dosis pertama hingga ke-4 (booster), terlepas dari usianya. Risiko tinggi yang dimaksud adalah penderita leukemia, multiple myeloma, HIV, gagal ginjal, atau disfungsi limpa.[6,7]
Vaksin Rotavirus
Pada anak berusia <6 bulan dengan serial imunisasi terputus, berikan imunisasi lanjutan tanpa mengulang dosis sebelumnya dengan dosis dan interval dasar. Pada anak berusia >8 bulan, vaksin rotavirus tidak perlu diberikan karena belum ada studi keamanannya.[1,6,7]
Vaksin Influenza
Pada anak dengan serial imunisasi terputus, berikan vaksin influenza lanjutan tanpa mengulang dosis sebelumnya. Pada anak berusia <8 tahun yang belum mendapat imunisasi, berikan 2 dosis dengan interval 4–6 minggu, sedangkan bila anak berusia >8 tahun, berikan 1 dosis saja.[1,6,7]
Vaksin Varicella
Vaksin varicella tidak direkomendasikan pada anak berusia <12 bulan. Pada anak berusia >1 tahun, berikan vaksin varicella sebanyak 1 kali. Pada anak berusia >13 tahun atau pada dewasa, berikan vaksin varicella 2 kali dengan interval 4–8 minggu.[1,6,7]
Vaksin Hepatitis A
Vaksin hepatitis A diberikan pada anak berusia >2 tahun sebanyak 2 dosis, dengan interval 6–12 bulan.[1]
Vaksin Tifoid
Vaksin tifoid dapat diberikan pada usia >2 tahun dengan booster setiap 3 tahun.[1]
Kesimpulan
Angka cakupan imunisasi yang masih rendah menjadi salah satu faktor tingginya angka morbiditas dan mortalitas anak, khususnya balita. Berbagai faktor dapat menghambat keberhasilan program imunisasi, baik dari sisi tenaga kesehatan maupun dari sisi orang tua.
Meskipun begitu, terlambatnya imunisasi tidak menjadi halangan untuk melanjutkan imunisasi. Imunisasi kejar penting diberikan kepada anak-anak dengan serial imunisasi yang terputus atau belum mendapat imunisasi sama sekali. Hal ini bertujuan untuk mencapai kadar proteksi individu terhadap penyakit menular, sehingga dapat menekan kejadian berbagai penyakit yang sebenarnya dapat dicegah.
Penulisan pertama oleh: dr. Khrisna Rangga Permana
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini