Posisi pronasi pada pasien COVID-19 saat ini sedang banyak diteliti, mengingat perannya dalam mencegah pasien jatuh ke kondisi gagal napas yang memerlukan ventilator. Upaya ini menjadi alternatif agar pasien dengan gejala ringan-sedang tidak memburuk, sehingga penambahan pasien COVID-19 tidak diikuti dengan penambahan kebutuhan sarana dan prasarana kesehatan. Artikel ini akan membahas peran posisi pronasi dalam penatalaksanaan pasien COVID-19, dan implikasi klinis yang dapat membantu dalam penanganan COVID-19 di Indonesia.[1]
Fisiologi Posisi Pronasi
Posisi pronasi telah banyak diteliti pada pasien dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS). Penelitian oleh Fan et al (rasio P/F ≤200 mmHg) merekomendasikan perawatan pasien ARDS berat dengan posisi pronasi minimal 12 jam sehari. Posisi pronasi disebutkan bermanfaat untuk meningkatkan ventilasi paru melalui mekanisme peningkatan perfusi paru dan volume akhir ekspirasi paru, serta pemerataan distribusi tidal volume pada semua bagian paru.[2]
Posisi pronasi juga telah dilaporkan memiliki dampak baik pada penelitian dengan skala besar. Penelitian APRONET, melibatkan 6723 pasien yang dirawat di ruang perawatan intensif di 20 negara, melaporkan bahwa posisi pronasi dapat meningkatkan rasio PaO2/FiO2 dari 101 menjadi 171 (p=0.0001), serta menurunkan driving pressure dari 14 menuju 13 (p=0.0001).[3]
Fisiologi posisi pronasi sehingga dapat meningkatkan luaran klinis pada pasien ARDS tidak lepas dari terdistribusinya tekanan pada paru yang lebih merata. Selain itu, posisi pronasi juga menyebabkan tekanan intrapleura, tekanan transpulmonal, dan inflasi paru lebih homogen, terutama di bagian dorsal toraks. Posisi pronasi dapat menurunkan desakan paru oleh organ intraabdomen sehingga akan memperbaiki oksigenasi dan bersihan karbon dioksida.[4]
Posisi Pronasi pada Pasien COVID-19
Posisi pronasi pada pasien COVID-19 ternyata memiliki dampak positif pada perbaikan klinis pasien, termasuk pasien yang tidak terintubasi. Penelitian di Perancis, dilakukan pada 88 pasien COVID-19 dengan klinis ringan-sedang, melaporkan bahwa posisi pronasi meningkatkan oksigenasi pada 40% pasien yang dapat mentoleransi posisi pronasi ≥3 jam. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan PaO2 dari rerata 73,6 mmHg menjadi 94,9 mmHg.[5]
Penelitian lain dari Milan Italia, melibatkan 15 pasien COVID-19 simtomatik, melaporkan bahwa posisi pronasi meningkatkan luaran klinis dengan perbaikan saturasi. Sebanyak 80,0% sampel mengalami perbaikan klinis, 13,3% tidak ada perbaikan klinis, dan 6,7% mengalami perburukan klinis. Posisi pronasi ternyata juga meningkatkan kenyamanan pasien saat sedang pronasi pada 73,3% sampel, dan 26,7% tidak mengalami peningkatan kenyamanan. Setelah dilakukan posisi pronasi, peningkatan kenyamanan pasien meningkat pada 86,7% kasus.[6]
Bagaimana posisi pronasi meningkatkan luaran klinis pada pasien COVID-19 masih memerlukan studi lebih lanjut, mengingat kedua penelitian tersebut menggunakan jumlah sampel yang sedikit. Diperlukan lebih banyak sampel pada pasien COVID-19 dengan gejala ringan-sedang maupun pasien suspek COVID-19 untuk menarik kesimpulan tersebut. Dugaan saat ini, perbaikan klinis dapat terjadi akibat peningkatan paru dorsal dalam pertukaran udara, drainase sekresi paru, dan pertukaran gas, serta penurunan kompresi paru oleh organ abdomen.[6,7]
Cara Melakukan Posisi Pronasi pada Pasien COVID-19
Hingga saat ini, telah dilaporkan berbagai cara melakukan posisi pronasi pada pasien COVID-19. Paul et al. dan Elharrar et al telah menjabarkan indikasi dan prosedur posisi pronasi yang tepat untuk pasien COVID-19.[5,7]
Indikasi Posisi Pronasi
Elharrar et al. melaporkan bahwa indikasi dilakukan posisi pronasi pada pasien COVID-19 adalah pada pasien yang memerlukan suplementasi oksigen, dan memiliki hasil CT-scan yang mendukung diagnosis COVID-19 dengan lesi posterior. Dalam laporan kasus oleh Paul et al. Menyebutkan indikasi posisi pronasi adalah pada pasien COVID-19 yang memerlukan suplementasi oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >90%.[2,5,6]
Lebih lanjut, Caputo et al. melaporkan bahwa posisi pronasi dapat diberikan pada pasien dengan suplementasi oksigen menggunakan nasal kanul, high flow nasal cannula (HFNC), maupun non-invasive ventilation (NIV), selama pasien tersebut komunikatif dan nyaman dengan posisi tersebut. Indikasi dan kontraindikasi posisi pronasi lebih lengkap dijabarkan pada tabel 1.[8]
Tabel 1. Indikasi dan Kontraindikasi Posisi Pronasi.[8]
Indikasi | Kontraindikasi |
|
|
Prosedur Posisi Pronasi
Posisi pronasi menurut Elharrar et al. dilakukan sekali setiap hari, sesuai dengan ketahanan pasien. Posisi diharapkan dapat dipertahankan minimal selama 3 jam. Sedangkan Paul et al. melakukan posisi pronasi selama 3 jam sebanyak 3 kali sehari, dan dijelaskan bahwa posisi pronasi dapat dilakukan sesuai dengan kenyamanan pasien. Pemberian alprazolam dan hidroksizin dapat menjadi pilihan pada pasien yang kurang nyaman.[7]
Evaluasi Posisi Pronasi
Suatu tindakan selalu ada efek samping, hal ini juga berlaku pada posisi pronasi. Walaupun minimal, berbagai efek samping yang harus dievaluasi adalah jejas terkait tekanan, obstruksi suplementasi oksigen atau alat bantu napas, dan tantangan untuk menentukan teknik merubah posisi yang baik yang masih belum seragam pada tiap fasilitas kesehatan. Pada pasien, risiko yang dapat terjadi adalah kecemasan pada pasien.[7]
Sedangkan evaluasi parameter klinis untuk menilai efektifitas posisi pronasi pada pasien COVID-19 dilakukan sebelum posisi pronasi dilakukan, saat posisi pronasi dilakukan, dan setelah minimal 6 jam posisi kembali supinasi.[5]
Kesimpulan
Posisi pronasi pada pasien dengan ARDS memiliki manfaat yang baik terhadap perbaikan luaran klinis. Pada pasien COVID-19 bergejala ringan-sedang, diduga posisi pronasi juga dapat menjadi alternatif penatalaksanaannya. Hal ini ditujukan agar pasien tidak jatuh ke gejala klinis berat yang memerlukan ventilator. Posisi pronasi telah diteliti dapat meningkatkan luaran klinis melalui berbagai mekanisme, yaitu peningkatan paru dorsal dalam pertukaran udara, drainase sekresi paru, pertukaran gas, juga penurunan paru oleh organ abdomen. Dalam melakukan posisi pronasi, pasien seyogyanya dapat komunikatif dan memiliki kesadaran yang baik sehingga dapat melakukan posisi pronasi secara mandiri. Berbagai metode posisi pronasi telah dilaporkan, direkomendasikan untuk dilakukan selama 3 jam, 3 kali dalam sehari. Efek samping posisi pronasi yang dapat terjadi adalah kecemasan pasien, obstruksi alat bantu napas, dan cedera oleh karena tekanan, tetapi risiko tersebut minimal.