Ultrasonografi atau USG merupakan salah satu modalitas pencitraan pada tarsal tunnel syndrome (TTS) yang dapat mendeteksi penyebab penekanan pada nervus tibia. Tarsal tunnel syndrome merupakan neuropati perifer yang terjadi karena kompresi nervus tibia di medial ankle. Saat ini, belum ada pemeriksaan tunggal yang menjadi dasar diagnosis. Umumnya, diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat klinis, pencitraan, dan elektromiografi (EMG).[1]
Sebagai salah satu modalitas pencitraan pada kasus tarsal tunnel syndrome, USG dapat mendeteksi penyebab terjadinya penekanan pada nervus tibia. Penyebab-penyebab seperti gangguan pembuluh darah, hipertrofi otot, lipoma, dan kista ganglion dapat dideteksi menggunakan USG. Selain itu, USG juga dapat bermanfaat pada proses terapi tarsal tunnel syndrome.[1-4]
Peran USG pada Tarsal Tunnel Syndrome
Tarsal tunnel syndrome bisa bersifat idiopatik, tetapi juga bisa disebabkan oleh berbagai kondisi. Ini mencakup penebalan retinakulum, kerusakan saraf iatrogenik, tendinopati atau tenosinovitis, adanya otot supernumerary seperti soleus aksesori dan peroneocalcaneus internus, tumor atau kista, serta aneurisma atau kinking dari pembuluh darah tibialis.
Penegakan diagnosis definitif dari tarsal tunnel syndrome cukup menantang karena membutuhkan konfirmasi patologi saraf tibialis di terowongan tarsal, baik dengan pengujian fungsional atau pencitraan. Diagnosis berdasarkan gambaran klinis kelainan sensorik memiliki spesifisitas rendah. Tes Tinel yang banyak digunakan juga memiliki spesifisitas rendah karena variabilitas intra dan antar pemeriksa yang tinggi.
Mengingat distribusi saraf di kaki yang kompleks dan sering bervariasi, ultrasonografi (USG) menjadi modalitas tambahan yang penting dalam mendeteksi etiologi tarsal tunnel syndrome. Pada banyak kasus, USG dapat menemukan lokasi yang tepat dari jebakan saraf dan dapat menunjukkan penyebab kerusakan saraf di terowongan tarsal.[5,6]
Kelebihan USG dibandingkan MRI
USG resolusi tinggi memainkan peran yang semakin penting dalam proses diagnosis tarsal tunnel syndrome karena memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan MRI, antara lain:
- Biaya lebih rendah dan ketersediaan lebih luas
- Resolusi spasial yang unggul
- Waktu pemeriksaan lebih pendek
- Dapat melakukan studi dinamis dan komparatif
- Dapat memeriksa pasien dalam posisi berdiri
- Bisa mendeteksi tanda Tinel dengan menerapkan tekanan berkepanjangan atau mengetuk menggunakan probe
- USG Doppler juga berguna pada pasien dengan penyebab gangguan vaskular[5,6]
Bukti Ilmiah Peran USG pada Tarsal Tunnel Syndrome
Sebuah studi melaporkan peran USG dalam mendiagnosis penyebab terjadinya tarsal tunnel syndrome (TTS) pada 81 pasien. Penyebab kompresi terbanyak yang dapat dideteksi USG adalah kelainan vaskular seperti varises dan aneurisma, disusul oleh kelainan kaki atau tulang seperti flat foot dan fraktur kalkaneus. Penyebab lain yang lebih jarang adalah tumor seperti lipoma, serta kista dan kelainan otot. Terdapat 12 dari 81 pasien (15%) yang tidak menunjukkan adanya penyebab kompresi pada nervus tibia.
Hasil ini mengindikasikan bahwa USG bermanfaat dalam mendiagnosis TTS yang berkaitan dengan kompresi. Pada pasien tanpa penyebab kompresi, USG dapat mendeteksi adanya neuropati yang ditandai gambaran hipoechoic pada saraf. Meski begitu, USG sulit mendeteksi adanya edema otot karena denervasi dan tidak seakurat MRI dalam mendeteksi massa jaringan lunak. USG juga mempunyai keterbatasan dalam diagnosis atrofi otot dan infiltrasi lemak, serta pemeriksaan pada pasien obesitas.[3]
Tempat Melakukan USG untuk Diagnosis Tarsal Tunnel Syndrome
Dalam sebuah studi kasus-kontrol, dilakukan perbandingan kondisi nervus tibia lewat USG pada potongan aksial. Studi ini melibatkan 27 kaki dari 23 pasien dengan tarsal tunnel syndrome (TTS), serta 21 pasien kontrol Diagnosis TTS dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik dan EMG, sedangkan kelompok kontrol adalah pasien dengan cedera ligamen di ankle tanpa gejala.
Pemeriksaan USG dilakukan pada 2 tempat, yaitu 10 cm di atas terowongan tarsal (Lokasi A) dan tepat di terowongan tarsal (Lokasi B). Luaran yang dinilai adalah ukuran penebalan nervus tibia di kedua lokasi tersebut, dan selisih (Delta B-A) ukurannya pada kedua kelompok.
Hasil yang didapatkan adalah tidak ada perbedaan ukuran nervus tibia pada lokasi A pada kedua kelompok. Sedangkan, terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik pada lokasi B dan Delta B-A. Setelah dilakukan analisis ROC (receiver operating characteristic), perbedaan Delta B-A sebesar 5 mm atau lebih menghasilkan sensitivitas 81% dan spesifisitas 100%.[2]
Peran USG dalam Terapi Tarsal Tunnel Syndrome
Dalam sebuah studi intervensi, USG digunakan sebagai panduan dalam melakukan pemeriksaan tekanan di terowongan tibia saat rangkaian operasi dekompresi nervus tibia. Pemeriksaan tekanan dilakukan menggunakan alat dengan memasukkan jarum ke terowongan tibia yang dipandu USG. Pemeriksaan dilakukan sebelum, saat, dan sesudah operasi dekompresi.
Studi ini melibatkan 23 pasien dengan gejala yang sesuai dengan tarsal tunnel syndrome (TTS) idiopatik. Langkah pertama adalah mengukur tekanan intrakompartemen terowongan tarsal, terowongan plantar medial, dan terowongan plantar lateral sebelum operasi. Langkah kedua adalah dekompresi saraf tibialis dan cabang-cabangnya yang dipandu USG. Selanjutnya, tekanan diukur kembali segera setelah dekompresi
Studi ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata tekanan turun secara signifikan ke nilai normal setelah intervensi. Studi ini mengindikasikan bahwa teknik dekompresi bedah yang dipandu USG pada saraf tibialis dan cabang-cabangnya efektif mengurangi tekanan di terowongan tibia pada pasien TTS.[1]
Kesimpulan
Meski data yang tersedia tentang akurasi diagnostik USG untuk tarsal tunnel syndrome (TTS) masih didasarkan pada studi-studi kecil dengan kekuatan bukti yang lemah, bukti-bukti tersebut mengindikasikan bahwa USG bermanfaat dalam mendiagnosis penyebab terjadinya TTS. USG juga memerlukan biaya lebih murah, ketersediaan lebih luas, dan memerlukan waktu pemeriksaan yang lebih singkat dibandingkan modalitas lain seperti MRI.
Selain itu, sebuah studi kecil juga menunjukkan bahwa dekompresi saraf yang dipandu USG bermanfaat dalam menurunkan tekanan pada terowongan tibia dan cabang-cabangnya pada pasien TTS. Studi lebih lanjut terkait intervensi ini masih diperlukan untuk menilai efikasi terhadap luaran yang bermakna secara klinis, misalnya derajat keluhan pasien.