Mekonium Tidak Keluar Setelah 48 Jam Pertama: Apa yang Harus Dilakukan?

Oleh :
dr.Shofa Nisrina Luthfiyani

Mekonium yang tidak keluar dalam 48 jam pertama setelah lahir bisa menandakan adanya patologi, seperti penyakit Hirschsprung atau atresia usus, pada bayi baru lahir. Mekonium adalah kumpulan substansi yang terdapat pada saluran pencernaan janin yang akan dikeluarkan segera setelah bayi lahir. Substansi ini terdiri dari sel epitel saluran pencernaan, lanugo, mukus, cairan amnion, cairan empedu, dan debris dari mukosa saluran cerna.

Keluarnya mekonium merupakan penanda bahwa saluran cerna bayi bersifat paten dan telah berfungsi baik. Normalnya mekonium keluar pada 24 jam pertama kehidupan, tetapi tidak semua bayi mengalami ini. Keterlambatan keluarnya mekonium telah dilaporkan lebih sering terjadi pada bayi prematur dan bayi dengan berat lahir sangat rendah.[1-3]

Mother,Changing,Diapers,Of,Newborn,Baby.,A,Nappy,With,Normal

Pada bayi baru lahir, waktu keluarnya mekonium merupakan hal penting untuk diobservasi. Tidak keluarnya mekonium selama lebih dari 48 jam menandakan adanya suatu masalah pada saluran cerna bayi, terutama untuk bayi cukup bulan. Secara umum, penyebab dari mekonium yang keluar terlambat dapat dibagi menjadi 2, yaitu obstruksi dan non-obstruksi.[4]

Evaluasi Klinis pada Bayi yang Terlambat Keluar Mekonium

Sebelum melakukan pemeriksaan lebih lanjut, riwayat defekasi pada bayi perlu diperhatikan:

  • Jika mekonium telah keluar dan proses defekasi telah berjalan normal namun kemudian berhenti setelah beberapa hari, bayi kemungkinan mengalami konstipasi.
  • Jika mekonium dapat keluar tetapi melebihi waktu yang seharusnya, beberapa kondisi seperti prematuritas, obstruksi saluran cerna bagian distal, atau penyakit Hirschsprung dapat dipikirkan.
  • Jika mekonium tidak pernah keluar sama sekali, kondisi seperti imperforasi anus, atau obstruksi dengan derajat yang lebih berat perlu dipikirkan.
  • Jika mekonium telah keluar namun kemudian melambat atau berhenti, obstruksi pada usus halus perlu dipikirkan.[5]

Ada Tidaknya Distensi Abdomen

Selain waktu keluar mekonium dan pola defekasi bayi, gejala lain perlu diperhatikan. Adanya gejala seperti distensi abdomen dan muntah meningkatkan kecurigaan obstruksi. Distensi abdomen lebih berat biasanya terjadi pada obstruksi bagian distal. Obstruksi ini dapat ditemukan sejak lahir dan semakin memberat di 24–48 jam pertama kehidupan. Obstruksi bagian proksimal biasanya tidak menimbulkan distensi abdomen. Apabila distensi tampak sejak lahir, kemungkinan obstruksi, perforasi volvulus, atresia intestinal, atau ileus mekonium perlu dievaluasi.[4]

Karakteristik Muntah

Gejala muntah juga dapat menjadi tanda adanya obstruksi saluran cerna. Posisi obstruksi ini dapat diperkirakan dengan melihat warna muntah. Isi muntah biasanya merupakan kumpulan sekret dari isi saluran cerna di sisi proksimal obstruksi.

Muntah yang berwarna kehijauan biasanya terjadi karena konten saluran cerna telah bercampur dengan garam empedu, sehingga diperkirakan lokasi obstruksi di sisi distal dari ampula Vater. Kondisi yang menyebabkan ini antara lain atresia duodenum, malrotasi dengan volvulus saluran cerna tengah, atresia jejunum, ileus mekonium, atresia kolorektal, dan penyakit Hirschsprung.

Obstruksi di sisi proksimal ampula Vater akan mengeluarkan isi muntahan yang berwarna kuning atau jernih. Warna muntahan yang berubah-ubah menandakan adanya obstruksi parsial di distal ampula Vater.[4]

Kaitan Gejala dengan Riwayat Kehamilan

Usia gestasi dan berat badan saat lahir juga perlu diperhatikan. Semakin muda usia gestasi, mekonium akan semakin lambat keluar karena sel-sel intersisial di kolon belum matur dan viskositas mekonium yang lebih pekat. Selain itu, bayi pada kelompok ini biasanya lahir dengan kondisi distres pernapasan sehingga diet per oral belum diberikan pada awal kehidupan dan menjadi pencetus gerakan saluran cerna berkurang.[6]

Penggunaan obat selama kehamilan juga perlu dievaluasi. Beberapa obat seperti magnesium sulfat, narkotika, dan obat psikotropika dapat menyebabkan gerakan usus melambat. Adanya penyakit kongenital lain pada bayi, seperti cystic fibrosis, hipotiroid, atau sindrom Down juga dapat menyebabkan gerakan usus melambat.[7]

Temuan Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisis pada bayi dengan mekonium yang keluar terlambat perlu difokuskan pada abdomen, terutama untuk menilai apakah ada tanda obstruksi, seperti distensi, perut yang mengeras, bising usus, dan adanya massa pada abdomen. Eritema dan perabaan yang lunak pada bayi yang sebelumnya mengalami distensi dapat menandakan adanya perforasi.

Pemeriksaan anus juga perlu dilakukan dengan seksama untuk melihat keberadaan anus, posisi anus, dan tonus otot. Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, adanya defekasi yang banyak dan menyemprot setelah dilakukan pemeriksaan rektum menjadi tanda yang khas. Keadaan umum bayi juga perlu diperhatikan untuk menilai apakah terdapat kondisi lain yang menyebabkan perlambatan pergerakan usus, seperti sepsis, gangguan elektrolit, atau hipotiroid.[4]

Pemeriksaan Penunjang pada Bayi yang Terlambat Keluar Mekonium

Untuk menentukan penyebab mekonium yang terlambat keluar, ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan. Pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah lengkap, penanda infeksi, dan kultur darah dapat dilakukan untuk menyingkirkan kondisi sepsis, terutama pada bayi yang tampak sangat sakit. Pemeriksaan kadar obat pada urin ibu juga dapat mendeteksi adanya penggunaan narkotika pada ibu yang memperlambat gerakan usus.[4]

Pemeriksaan USG antenatal dapat mendeteksi beberapa tanda kelainan saluran cerna pada bayi. USG antenatal saat kehamilan trimester ke-2 atau ke-3 bisa menunjukkan adanya atresia duodenum (gambaran double bubble), atresia ileum (gambaran dilatasi anekoik dan usus yang melingkar), atau ileus mekonium (gambaran kalsifikasi dinding peritoneum, dilatasi usus, dan dilatasi usus besar yang berdinding tebal dengan kista intraabdomen).[8,9]

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiografi polos dua posisi merupakan pilihan utama pada kasus bayi yang tidak mengeluarkan mekonium setelah 48 jam. Pemeriksaan radiografi abdomen paling cepat dilakukan setelah 12–24 jam pertama kehidupan karena udara baru akan mengisi seluruh saluran cerna sampai ke rektum minimal setelah 12 jam pertama kehidupan. Gambaran obstruksi pada pemeriksaan radiografi adalah dilatasi usus pada sisi distal, gambaran udara usus yang tidak normal, dan adanya air fluid level.[8,9]

Selain gambaran tersebut, berikut adalah beberapa gambaran yang dapat ditemukan pada obstruksi saluran cerna:

  • Kalsifikasi intraabdomen yang menandakan adanya perforasi seperti pada kasus ileus mekonium dan peritonitis akibat mekonium.
  • Adanya udara bebas pada rongga abdomen menandakan adanya perforasi.
  • Tidak adanya udara pada kolon dan rektal mengindikasikan obstruksi total saluran cerna
  • Lokasi obstruksi juga dapat diperkirakan berdasarkan jumlah lingkaran dilatasi usus. Jika jumlah lingkaran kurang dari 3, obstruksi letak tinggi kemungkinan terjadi. Namun jika didapatkan 3 lingkaran atau lebih, kemungkinan terjadi obstruksi letak rendah.
  • Gambaran udara yang bercampur dengan mekonium (tanda Neuhauser) merupakan gambaran yang sering ditemukan pada ileus mekonium, penyakit Hirschsprung, atresia ileum, dan enterokolitis nekrotikans.[8,9]

Penggunaan Kontras:

Untuk memperjelas lokasi obstruksi, pemeriksaan radiografi dengan kontras dapat dilakukan, terutama pada posisi obstruksi yang tidak terdeteksi jelas pada pemeriksaan radiografi polos. Namun, sebelum dilakukan, harus dipastikan bahwa pasien tidak mengalami perforasi.

Pemberian kontras melalui enema dilakukan pada pasien dengan kecurigaan obstruksi letak rendah dan akan menunjukkan gambaran mikrokolon. Pada pasien dengan kecurigaan penyakit Hirschsprung, saat dilakukan pemeriksaan dengan kontras, rasio antara rektum dan sigmoid kurang dari 0,9 dapat mengindikasikan adanya penyakit Hirschsprung.[8-10]

Diagnosis Banding pada Bayi dengan Mekonium yang Terlambat Keluar

Penyebab terlambatnya mekonium keluar secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu obstruksi dan non-obstruksi.

Penyebab Obstruktif

Obstruksi saluran cerna terjadi pada 1 dari 2000 kelahiran hidup dan disertai dengan distensi abdomen. Berikut adalah beberapa diagnosis banding untuk obstruksi saluran cerna pada bayi.

Meconium Plug Syndrome:

Meconium plug syndrome merupakan obstruksi fungsional pada kolon yang disebabkan karena peningkatan viskositas mekonium. Kondisi ini lebih sering ditemukan pada bayi prematur, bayi dari ibu dengan diabetes melitus, dan bayi dari ibu yang mendapatkan magnesium sulfat. Pemeriksaan dengan kontras dapat memvisualisasikan mekonium pada dinding kolon dan sekaligus dapat menjadi terapi.[11]

Penyakit Hirschsprung:

Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit kongenital yang disebabkan karena tidak adanya sel ganglion pada pleksus Meissner dan Auerbach di rektum dan kolon distal, Bagian usus yang tidak memiliki sel ganglion tidak dapat melakukan gerakan peristaltik sehingga mekonium sulit keluar. Pemeriksaan baku emas untuk kondisi ini adalah dengan melakukan biopsi usus.[12]

Malformasi Anorektal:

Malformasi anorektal merupakan kondisi yang mencakup imperforasi anus, stenosis anus, dan fistula pada anus. Atresia anus dengan fistula tetap dapat mengeluarkan mekonium sehingga saat mekonium keluar, perlu diperhatikan apakah mekonium keluar dari anus. Sebagian besar bayi dengan atresia anus memiliki kelainan lain pada garis tengah tubuh sehingga perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut.[13]

Small Left Colon Syndrome:

Small left colon syndrome merupakan kondisi kolon yang menyempit dimulai dari fleksura splenik yang tidak disebabkan oleh aganglionosis atau mekonium. Sebagian besar bayi memiliki riwayat lahir dari ibu dengan diabetes, ibu yang mendapatkan magnesium sulfat, dan hipotiroid.[4]

Atresia:

Atresia kolon akan menyebabkan obstruksi total pada kolon dan biasanya bayi akan mengalami distensi perut yang hebat dengan muntah hijau pada 2–3 hari pertama. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh kondisi lain seperti volvulus atau penyakit Hirschsprung.[4]

Atresia duodenum merupakan obstruksi pada duodenum dan memiliki gambaran radiografi yang khas yaitu double bubble. Atresia jejunum dan ileal merupakan obstruksi pada jejunum atau ileum. Pasien biasanya mengalami distensi abdomen dan muntah hijau pada 2 hari pertama.[15]

Ileus Mekonium:

Ileus mekonium merupakan obstruksi pada distal ileum yang disebabkan oleh mekonium yang memiliki konsistensi lebih pekat. Ileus mekonium yang terjadi di dalam kehamilan dapat menyebabkan komplikasi seperti volvulus, nekrosis jaringan, atresia intestinal, atau perforasi. Bayi yang mengalami ileus mekonium disarankan untuk dievaluasi adanya cystic fibrosis.[14]

Peritonitis:

Peritonitis mekonium disebabkan oleh perforasi mekonium ke rongga peritoneum. Perforasi paling sering terjadi pada ileus dan disebabkan oleh atresia, stenosis, volvulus, atau sumbatan mekonium. Perforasi ini biasanya terjadi menjelang kelahiran.[16]

Malrotasi dan Volvulus:

Malrotasi dan volvulus merupakan kelainan kongenital berupa kelainan rotasi dan fiksasi dari saluran cerna. Volvulus pada sigmoid memiliki gambaran radiografi yang khas berupa gambaran seperti biji kopi.[17]

Penyebab Non-Obstruktif

Selain disebabkan oleh obstruksi saluran cerna, keluarnya mekonium yang terlambat juga dapat disebabkan oleh kondisi lain seperti infeksi berat, distres pernapasan pada bayi yang menyebabkan perlambatan pengosongan lambung, gangguan elektrolit yang menyebabkan paralisis usus, penggunaan obat-obatan pada ibu sebelum persalinan seperti magnesium sulfat dan narkotika, obat yang digunakan pada bayi seperti teofilin dan opiat, atau hipotiroid kongenital.[4]

Tata Laksana Awal pada Mekonium yang Terlambat Keluar

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memastikan apakah bayi mengalami obstruksi saluran cerna melalui pemeriksaan klinis dan penunjang. Semua bayi cukup bulan yang tidak mengeluarkan mekonium setelah 48 jam harus dievaluasi terlebih dahulu karena sebagian besar kondisi pada kelompok ini disebabkan oleh obstruksi saluran cerna.

Pada bayi yang dicurigai mengalami obstruksi, pastikan bahwa bayi mendapatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat. Selain itu, status cairan dan hidrasi juga dipastikan adekuat. Puasakan bayi dan pasangkan selang nasogastrik untuk dekompresi. Jika klinis menunjukkan tanda infeksi, pemberian antibiotik empiris dapat dilakukan. Lakukan pemeriksaan radiografi dan konsultasikan dengan dokter spesialis bedah anak jika dicurigai ada obstruksi saluran cerna.[4]

Kesimpulan

Pada bayi baru lahir, mekonium yang tidak keluar dalam 48 jam pertama kelahiran menandakan adanya masalah pada saluran cerna. Ini bisa terjadi akibat adanya obstruksi, seperti pada atresia ani atau penyakit Hirschsprung, ataupun akibat penyebab non-obstruksi seperti penggunaan magnesium sulfat atau penyalahgunaan narkotika pada ibu sebelum persalinan.

Jika menemukan neonatus dengan mekonium yang tidak kunjung keluar dalam 48 jam pertama, lakukan pemeriksaan klinis untuk mencari tanda adanya obstruksi karena penyebab obstruktif adalah yang paling sering mendasari. Pemeriksaan penunjang dengan radiografi umumnya diperlukan untuk menentukan letak obstruksi. Pemeriksaan laboratorium untuk menilai adanya infeksi juga bisa diperlukan.

Pastikan oksigenasi dan hidrasi bayi cukup, kemudian pasang selang nasogastrik untuk dekompresi jika perlu. Selanjutnya, konsul dan rujukan lebih lanjut dengan dokter spesialis anak dan bedah anak akan diperlukan untuk penanganan yang lebih definitif.

Referensi