The Importance of Cursive Handwriting Over Typewriting for Learning in the Classroom: A High-Density EEG Study of 12-year-old Children and Young Adults
Ose Askvik E, van der Weel FRR, van der Meer ALH. Frontiers Psychology. 2020. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.01810
Abstrak
Menulis tangan, mengetik atau menggambar – manakah yang bisa menjadi strategi pembelajaran optimal dan efisien selama di kelas? Adanya perkembangan peralatan digital mengubah pola pembelajaran menulis di kelas, sehingga penting dilakukan evaluasi dampak jangka panjang dari praktik ini. Penelitian ditujukan untuk mempelajari aktivitas elektrik otak menggunakan High-density electroencephalogram (HD-EEG) pada 12 remaja dan anak usia 12 tahun saat menulis tangan, mengetik, atau menggambar dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Analisis temporal spectral evolution (TSE, perubahan amplitudo) tercatat dalam data EEG menggunakan 256-channel sensor array.
Pada remaja muda ketika menulis tangan menggunakan pena digital atau layar sentuh, maka area otak di parietal dan regio pusat menunjukan aktivitas sinkronisasi gelombang theta. Kajian literatur menunjukan bahwa aktivitas neuronal oscilator pada area otak tersebut penting untuk mengatur fungsi memori dan mengolah informasi sehingga otak dalam kondisi optimal untuk belajar. Ketika menggambar, penulis menemukan adanya aktivitas serupa di area parietal, sebagai tambahan dari kondisi desinkronisasi alfa/beta, mengindikasikan adanya persamaan namun juga sedikit perbedaan pola aktivasi ketika menggambar dan menulis tangan. Ketika mengetik menggunakan keyboard, ditemukan aktivitas desinkronisasi gelombang theta, serta perpanjangan yang lebih kecil pada gelombang alfa di regio parietal dan otak pusat. Dengan adanya desinkronisasi dan perbedaan antara menulis tangan dan menggambar, hubungan dengan proses belajar masih belum jelas.
Pada anak usia 12 tahun, pola aktivasi serupa ditemukan, tapi pada tingkat yang lebih rendah. Disarankan pada anak usia lebih muda, perlu dipaparkan keterampilan menulis tangan dan menggambar di sekolah untuk membangun pola osilasi syaraf yang bermanfaat dalam proses belajar. Kesimpulan penelitian didapatkan manfaat integrasi fungsi sensorik-motorik karena keterlibatan indera yang lebih besar serta gerakan tangan yang terkontrol baik dan tepat saat menulis tangan dan menggambar, sehingga penting untuk mempertahankan kedua kegiatan tersebut dalam lingkungan belajar untuk memfasilitasi dan mengoptimalkan pembelajaran.
Ulasan Alomedika
Paradigma pembelajaran berubah seiring dengan kemajuan era digital. Pemilihan metode belajar peserta didik antara menulis tangan secara manual, menggambar, ataupun memanfaatkan media elektronik (mengetik menggunakan keyboard ataupun gadget) memberikan dampak terhadap kerja otak. Keterampilan dasar yang didapat pada masa kanak bermanfaat dalam membangun koordinasi gerakan tangan untuk menghasilkan bentuk, huruf, ketepatan gerak, dan fungsi terkait. Tidak jarang kemampuan menulis menjadi salah satu syarat masuk sekolah di beberapa layanan pendidikan dan tolak ukur keberhasilan pembelajaran.[2]
Ulasan Metode Penelitian
Sejumlah 24 partisipan terdiri dari 12 anak usia sekolah (tingkat 7 dari Waldorf School di Trondheim, rata-rata usia 11 tahun) dan 12 mahasiswa (rata-rata usia 23 tahun) berpartisipasi dalam studi yang dijalankan oleh Developmental Neuroscience Laboratory di Norwegian University of Science and Technology.
Peneliti menggunakan psychological software tool E-prime 2.0 sebagai media, dimana seluruh partisipan diberikan pena digital untuk menulis tangan dan menggambar di layar sentuh serta keyboard untuk mengetik kalimat yang diberikan. Perekaman EEG dilakukan hanya 5 detik di setiap percobaan yang diberikan (total 45 percobaan). Analisis EEG dilakukan dengan Brain Electrical Source Analysis yang mengevaluasi gelombang saat partisipan menulis, mengetik dan menggambar.
Ulasan Hasil Penelitian
Di area parietal dan sentral, event-related synchronization (ERS) lebih menonjol pada frekuensi yang lebih rendah (theta 4-8 Hz) untuk menulis tangan dan menggambar. Sementara itu, untuk mengetik, ERS didapatkan menonjol pada frekuensi yang lebih tinggi (beta 12-30 Hz, dan gamma> 30 Hz).
Untuk menulis tangan, aktivitas muncul sekitar 500-1000 ms dan, baik pada orang dewasa maupun remaja. Untuk menggambar, aktivitas muncul sekitar 500 ms pada orang dewasa, berbeda dengan anak-anak yaitu 1000 ms dan berlangsung secara konsisten selama uji coba. Untuk mengetik, aktivitas bervariasi dari 0 hingga 500 ms pada frekuensi beta (12–30 Hz) dan gamma (>30 Hz) pada orang dewasa dan anak-anak.
Untuk event-related desynchronization (ERD), aktivitas lebih menonjol pada frekuensi yang lebih tinggi (beta 12–30 Hz, dan gamma > 30 Hz) untuk menulis tangan dan menggambar. Untuk mengetik, aktivitas lebih menonjol pada frekuensi yang lebih rendah (theta 4–8 Hz).
Untuk menulis tangan dan menggambar pada kedua kelompok, aktivitas ERD muncul sekitar 0 ms dan berlangsung selama uji coba. Sebaliknya, untuk mengetik, muncul sekitar 1000 ms dan berlangsung selama uji coba untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, aktivitasnya lebih bervariasi dan berlangsung dari 500 hingga 1500 ms.
Temuan ini mengindikasikan bahwa menulis dan menggambar melibatkan proses neural yang meningkatkan upaya kognitif dan proses pemusatan perhatian.
Kelebihan Penelitian
Penelitian ini mengevaluasi data primer yang didapat dari berbagai perlakuan yang diperiksa menggunakan EEG. Studi dilakukan dengan melibatkan partisipan anak dan dewasa.
Penelitian ini dilakukan sebagai pengembangan penelitian sebelumnya yang hanya mengevaluasi aktivitas otak saat menggambar.
Limitasi Penelitian
Terdapat risiko munculnya artefak pada gambaran EEG karena EEG sensitif terhadap pergerakan. Artefak dapat menjadi sumber kontaminan pada data yang dianalisis. Partisipan anak cenderung lebih sering bergerak dibandingkan dewasa.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Studi ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menulis tangan dan menggambar mampu menstimulasi berbagai area di otak, termasuk yang berhubungan dengan kognisi dan pemusatan perhatian. Di Indonesia, tentunya upaya mengajarkan teknologi dalam kegiatan pembelajaran tetap diperlukan agar anak tidak ketinggalan jaman. Meski demikian, metode pembelajaran konvensional juga sebaiknya tidak ditinggalkan. Metode pembelajaran konvensional dan modern dapat dimanfaatkan sesuai dengan keperluan dan konteks.