Beberapa klinisi berpendapat bahwa ibu dengan HIV sebaiknya tidak menyusui bayinya karena akan meningkatkan risiko penularan.
Menyusui memiliki peran penting dalam perkembangan dan pertumbuhan anak, terutama pada daerah di mana diare, pneumonia, dan malnutrisi masih merupakan penyebab kematian utama pada anak. Karena alasan inilah, sangat dianjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan, diikuti dengan menyusui lanjutan dan makanan pendamping yang sesuai hingga usia 2 tahun atau lebih. [1]
Pada 30 November 2009, untuk pertama kalinya WHO merekomendasikan penggunaan obat antiretroviral (ARV) untuk mencegah penularan HIV post natal selama menyusui hingga bayi berusia 12 bulan. [2] Menurut studi WHO, konsumsi ARV kombinasi selama kehamilan, persalinan, dan menyusui pada ibu dengan HIV positif, menurunkan risiko penularan ke bayinya hingga 42%. [3]
Rekomendasi WHO Terkait Menyusui pada Ibu dengan HIV
Menurut rekomendasi WHO dalam Guideline Updates on HIV and Infant Feeding tahun 2016, ibu yang diketahui terinfeksi HIV harus diberikan ARV jangka panjang atau ARV profilaksis untuk menurunkan risiko transmisi akibat menyusui. Dalam pedoman ini, beberapa rekomendasi kunci yang disampaikan WHO adalah :
- Durasi menyusui : Pada ibu yang diketahui terinfeksi HIV dan status HIV bayi tidak terinfeksi atau tidak diketahui, menyusui secara eksklusif disarankan dilakukan selama 6 bulan, dan dapat dilanjutkan hingga 12 bulan atau lebih. Setelah itu, menyusui dapat dihentikan dengan memastikan sumber nutrisi yang aman dan adekuat tersedia.
Mixed feeding : Jika ibu tidak menyusui bayi secara eksklusif, pedoman ini menyatakan bahwa ARV mampu menurunkan risiko transmisi HIV post natal dalam konteks mixed feeding. Meskipun menyusui secara eksklusif lebih dianjurkan, mixed feeding tidak perlu menjadi alasan ibu berhenti menyusui jika telah mengonsumsi ARV.
- Durasi menyusui lebih pendek dari 12 bulan : Dalam pedoman ini, WHO menyebutkan bahwa durasi menyusui yang lebih pendek dari 12 bulan adalah aman dan lebih baik dibandingkan tidak menyusui sama sekali.
- Jika ARV tidak langsung tersedia saat bayi lahir : Menyusui sambil menunggu ketersediaan ARV sangat direkomendasikan, karena menyusui tetap memberi kemungkinan yang tinggi anak tidak tertular HIV.
- Jika bayi HIV positif : Ibu disarankan untuk menyusui secara eksklusif selama 6 bulan dan melanjutkan hingga setidaknya usia 2 tahun dengan rekomendasi sesuai populasi umum. [4]
Yang dimaksud rekomendasi WHO untuk pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI sejak lahir, hingga usia 6 bulan di mana bayi hanya mendapat ASI tanpa tambahan makanan atau minuman, termasuk air putih. Menyusui disarankan untuk dilanjutkan hingga setidaknya 24 bulan. Menyusui dilakukan on demand atau setiap bayi membutuhkan, baik siang maupun malam. [2,4,5]
Jika Ibu Memutuskan Menghentikan Menyusui
Jika ibu dengan HIV memutuskan untuk menghentikan pemberian ASI, pastikan makanan penggantinya aman dan adekuat untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan normal bayinya.
Penghentian menyusui harus dilakukan bertahap dalam 1 bulan. ARV profilaksis tetap dilanjutkan hingga 1 minggu setelah menyusui dihentikan. Menghentikan menyusui secara tiba-tiba tidak dianjurkan. [4]
Kriteria Makanan Pengganti ASI
Pilihan pemberian makan bayi yang paling tepat untuk ibu yang terinfeksi HIV juga dilihat berdasarkan kondisi ibu, termasuk status kesehatan dan situasi setempat. Pilihan juga harus mempertimbangkan tersedianya layanan kesehatan, konseling, dan dukungan sekitar.
Untuk bayi berusia di bawah 6 bulan, dapat diberikan alternatif berupa susu formula komersial atau pemberian ASI perah yang dihangatkan. Susu hewan olahan tidak direkomendasikan.
Untuk anak usia di atas 6 bulan dapat diberikan susu formula komersial, makanan olahan susu, kombinasi susu dan makanan lainnya, dan diberikan 4-5 kali sehari. [2,4]
ASI perah yang dihangatkan dapat menjadi pilihan, misalnya pada keadaan :
- Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah atau bayi sakit berat saat masa neonatus,
- Saat kesehatan ibu terganggu dan sementara tidak bisa menyusui langsung, atau ibu memiliki gangguan payudara sementara seperti mastitis
- Ibu akan menghentikan pemberian ASI pada bayinya secara bertahap
- Jika obat ARV sementara belum tersedia. [2,4,6]
Ibu dengan HIV hanya disarankan untuk memberi susu formula komersial sebagai makanan pengganti bagi bayi dengan status HIV negatif atau tidak diketahui jika syarat berikut terpenuhi :
- Tersedia air minum bersih dan sanitasi terjaga di sekitar tempat tinggal.
- Ibu atau pengasuh bayi dapat menyediakan kebutuhan susu formula hingga tercapai pertumbuhan dan perkembangan anak normal sesuai usia.
- Ibu atau pengasuh bayi dapat menyiapkan susu formula secara bersih dan sesuai jadwal pemberian sehingga pemberiannya aman dan menghindari terjadinya diare atau
- Ibu atau pengasuh bayi dapat memberikan susu formula selama setidaknya 6 bulan.
- Keluarga mendukung pemberian susu formula.
- Ibu atau pengasuh bayi dapat mengakses pusat kesehatan dengan mudah jika bayi membutuhkan. [2,4,6,7]
Persyaratan ini juga sering disebut sebagai AFASS (acceptable, feasible, affordable, sustainable, and safe).
Edukasi Pasien
Rekomendasi dari WHO untuk semua ibu tanpa memandang status HIV adalah menyusui secara eksklusif, artinya tidak ada cairan atau makanan lain selain ASI yang diberikan selama 6 bulan pertama kehidupan. Setelah usia 6 bulan, bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI. [2] Tujuan pemberian makanan pada bayi dalam konteks HIV bukan hanya untuk mencegah penularan HIV, tapi untuk memastikan kesehatan dan kelangsungan hidup bayi tersebut. [5]
Pemberian ASI secara eksklusif secara signifikan menurunkan angka malnutrisi dan penyakit infeksi serius lainnya (seperti diare dan pneumonia), khususnya yang terjadi dalam 1 tahun pertama kehidupan. [7] Menyusui secara eksklusif pada bulan pertama kehidupan dilaporkan mampu memberi proteksi terhadap berbagai penyakit, khususnya di negara dengan pendapatan rendah di mana 35% kematian anak di bawah usia 5 tahun disebabkan oleh malnutrisi. [8]
Kesimpulan
Beberapa klinisi berpendapat bahwa ibu dengan HIV sebaiknya tidak menyusui untuk menghindari risiko penularan pada bayi. Namun, pedoman yang dikeluarkan oleh WHO yang didasarkan pada berbagai studi, tetap mendukung pemberian ASI eksklusif pada bayi dengan ibu HIV disertai dengan obat antiretroviral profilaksis. Studi yang ada membuktikan bahwa infant yang diberi ASI memiliki risiko tertular HIV yang lebih rendah. Jika bayi akan diberikan makanan pengganti ASI, maka kriteria AFASS (acceptable, feasible, affordable, sustainable, and safe) harus terpenuhi.