Molnupiravir plus usual care versus usual care alone as early treatment for adults with COVID-19 at increased risk of adverse outcomes (PANORAMIC): an open-label, platform-adaptive randomised controlled trial
Butler CC, Hobbs FDR, Gbinigie OA, et al. Lancet. 2023 Jan 28;401(10373):281–93. DOI: 10.1016/S0140-6736(22)02597-1
Abstrak
Latar belakang: Keamanan, efikasi, dan efektivitas biaya dari penggunaan molnupiravir peroral pada infeksi SARS-CoV-2 belum pernah diteliti pada pasien yang telah divaksinasi. Khususnya penelitian pada populasi yang lebih rentan mengalami morbiditas berat dan mortalitas akibat infeksi COVID-19.
Tujuan: Studi ini bertujuan untuk menilai apakah pemberian tambahan terapi molnupiravir dapat mengurangi admisi rumah sakit dan mortalitas pada populasi rentan yang telah divaksinasi COVID-19.
Metode: Penelitian ini menggunakan PANORAMIC yang merupakan platform uji acak terkontrol adaptif, yang berbasis di Inggris, multi-senter, multi-grup, terbuka, dan prospektif. Kriteria inklusi adalah subjek berusia ≥50 tahun atau usia ≥18 tahun dengan komorbid yang relevan dan tidak sehat, serta terkonfirmasi COVID-19 dalam ≤5 hari. Kriteria eksklusi adalah kehamilan, ibu menyusui, berpotensi hamil, telah minum molnupiravir atau alergi terhadap molnupiravir.
Subjek diacak menjadi dua kelompok dengan perbandingan 1:1. Kelompok pertama mendapat terapi molnupiravir peroral 800 mg 2 kali/hari selama 5 hari disertai perawatan standar. Kelompok kedua hanya mendapat terapi perawatan standar, yaitu isolasi mandiri dan medikamentosa sesuai gejala. Randomisasi menggunakan spinnaker, yaitu sistem randomisasi berbasis web, dengan stratifikasi usia (<50 tahun vs ≥50 tahun) dan status vaksinasi COVID-19 (ya vs tidak).
Luaran COVID-19 ditelusuri dengan daily online diary selama 28 hari setelah randomisasi. Luaran utama penelitian ini adalah penyebab hospitalisasi atau morbiditas dalam 28 hari (menggunakan model Bayesian).
Hasil: Penelitian terlaksana pada 8 Desember 2021 hingga 27 April 2022. Penelitian melibatkan 26.411 subjek, yaitu kelompok molnupiravir dan perawatan standar sebanyak 12.821 subjek dan kelompok perawatan standar sebanyak 12.962 subjek.
Selain itu, terdapat kelompok terapi lain sebanyak 628 subjek, misalnya kelompok terapi nirmatrelvir, ritonavir, atau paxlovid. Rerata usia subjek adalah 56,6 tahun, di mana 94% subjek telah mendapatkan minimal vaksin COVID-19 dosis ketiga.
Dari kelompok yang mendapat terapi molnupiravir, ditemukan 105 subjek (1%) yang mengalami hospitalisasi atau kematian. Sementara, dari kelompok yang hanya mendapat terapi standar, ditemukan 98 subjek (1%) mengalami hospitalisasi atau kematian. Adjusted odds ratio terkait hospitalisasi atau kematian ditemukan sebesar 1,06 (95% interval kepercayaan Bayesian 0,81‒1,41).
Efek samping serius ditemukan pada 50 subjek (0,4%) di kelompok yang mendapat molnupiravir dan 45 subjek (0,3%) di kelompok yang hanya mendapat terapi standar. Efek samping tersebut telah dinilai dan tidak berhubungan dengan penggunaan molnupiravir.
Kesimpulan: Molnupiravir tidak menurunkan angka hospitalisasi dan kematian akibat infeksi COVID-19, pada populasi dewasa berisiko tinggi yang telah divaksinasi.
Ulasan Alomedika
Penelitian ini merupakan uji acak terkontrol dan mendapatkan hasil bahwa molnupiravir tidak menurunkan jumlah admisi rawat inap rumah sakit pada pasien COVID-19 derajat ringan-sedang. Terdapat beberapa penelitian lain terkait penggunaan monupiravir, di antaranya uji acak terkontrol fase 3 MOVe-OUT dan studi AGILE CST-2.[1-3]
Studi pada jurnal ini bertujuan untuk menilai apakah pemberian terapi tambahan molnupiravir dapat mengurangi morbiditas (admisi rumah sakit) dan mortalitas pada populasi rentan yang telah divaksinasi COVID-19.
Ulasan Metode Penelitian
Data pada penelitian dini diperoleh dari PANORAMIC, yaitu platform uji acak terkontrol adaptif yang berbasis di Inggris, multi-senter, multi-grup, terbuka, dan prospektif. Hal ini memungkinkan jumlah subjek yang dilibatkan besar dan beragam, dengan pengawasan yang cukup terkendali. Di samping itu, risiko bias ditekan dengan penerapan penyamaran ganda bagi tim peneliti dan pengumpul data.
Metode follow up subjek dengan online diary selama 28 hari memungkinkan pencatatan morbiditas dan mortalitas cukup teliti dan tersistem, disertai juga substudi virologi. Bila tidak mengisi online diary, subjek akan dihubungi secara berkala. Pada hari ke-14 dan ke-28, subjek diminta mengisi kuesioner EQ-5D-5L untuk menilai kualitas hidup terkait kesehatan. Subjek juga menjalani swab PCR setiap hari pada 7 hari pertama dan hari ke-13/14/15.
Ulasan Hasil Penelitian
Sebanyak 25.783 subjek dirandomisasi menjadi dua kelompok, di mana setengahnya masuk kelompok molnupiravir disertai terapi standar dan setengahnya lagi masuk kelompok terapi standar. Tingkat kepatuhan subjek cukup tinggi. Dari kelompok molnupiravir, 95% subjek meminum molnupiravir dengan tertib selama 5 hari. Luaran utama diperoleh dari 97% subjek.
Hospitalisasi atau mortalitas dicatat sebanyak 105 (1%) dari kelompok molnupiravir dan 98 (1%) dari kelompok terapi standar. Durasi pemulihan pada kelompok molnupiravir adalah 9 hari, sedangkan kelompok terapi biasa mencapai 15 hari (estimasi manfaat 4,2 hari). Bila dibandingkan dengan kelompok terapi biasa, subjek di kelompok molnupiravir, di hari ke-7, ke-14, dan ke-28, melaporkan pemulihan yang lebih cepat, penilaian kesehatan diri yang lebih tinggi, menghubungi dokter lebih sedikit, serta gejala sedang-berat lebih rendah.
Meskipun demikian, pemberian molnupiravir tidak memberi efek bermakna dalam hal luaran morbiditas dan mortalitas. Efek samping serius juga tidak berbeda jauh di kedua kelompok (0,4% di kelompok molnupiravir dan 0,3% di kelompok terapi standar. Setelah dianalisa, efek samping yang terjadi tidak ada hubungan dengan intervensi penelitian.
Viral load COVID-19 di hari ke-7 tidak terdeteksi pada 21% subjek dalam kelompok molnupiravir, yang lebih tinggi daripada 3% pada kelompok terapi standar. Viral load di hari ke-14 sama-sama rendah di kedua kelompok, walaupun sedikit lebih tinggi di kelompok molnupiravir. Hasil ini konsisten dengan hasil uji acak terkontrol AGILE CST-2, di mana pemberian molnupiravir mempercepat hasil swab PCR COVID-19 menjadi negatif dibandingkan kontrol (8 hari vs 11 hari).[3]
Studi ini dapat dibandingkan dengan penelitian lain. Studi sebelumnya yaitu MOVe-OUT dilakukan pada subjek yang belum divaksinasi, memiliki minimal satu faktor risiko yang membuat progresi COVID-19 menjadi berat, dan pada subjek yang terinfeksi COVID-19 varian delta, gamma atau mu. Di penelitian MOVe-OUT, molnupiravir mempercepat pemulihan anosmia dan fatigue saja. Sedangkan di studi PANORAMIC, molnupiravir mempercepat pemulihan gejala demam, batuk, fatigue dan perasaan membaik.[2]
Molnupiravir tidak mengurangi angka hospitalisasi dan kematian di populasi pasien COVID-19 dewasa yang berisiko mengalami luaran buruk dan telah tervaksinasi. Meskipun demikian, molnupiravir berhubungan dengan waktu pemulihan gejala yang lebih singkat dan jumlah pencarian pertolongan medis yang lebih sedikit yang sejalan dengan hasil sub-studi yaitu rerata viral load kelompok yang mendapat molnupiravir lebih rendah dan lebih cepat mengalami penurunan.
Kelebihan Penelitian
Studi ini memiliki aspek baru dibandingkan studi sebelumnya. Studi sebelumnya terkait manfaat molnupiravir banyak dilakukan terhadap populasi yang belum tervaksinasi COVID-19, sebelum varian omicron merebak, dan tidak terpapar infeksi COVID-19 sebelumnya. Berbeda dengan studi-studi sebelumnya, studi ini memberikan pemahaman baru mengenai efektivitas terapi molnupiravir pada populasi yang telah divaksinasi COVID-19, dan di saat terjadi penyebaran varian omicron.
Selain itu, jumlah subjek penelitian ini cukup banyak dan mewakili populasi yang ingin ditarget, yaitu dewasa berusia lebih tua. Populasi ini diketahui lebih rentan terhadap infeksi parah dan kematian.
Limitasi Penelitian
Keterbatasan utama dari penelitian ini adalah tidak menyertakan subjek dengan riwayat imunosupresi, seperti pasien dalam pengobatan kanker atau HIV/AIDS, dalam jumlah yang cukup. Oleh karena itu, penelitian ini tidak dapat menyimpulkan jika molnupiravir dapat mencegah kematian atau infeksi COVID-19 yang parah pada kelompok pasien tersebut.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Tingkat vaksinasi dan insidensi infeksi COVID-19 sebelumnya telah memberikan perlindungan yang lebih tinggi di Indonesia. Walaupun penelitian ini melaporkan bahwa penggunaan molnupiravir pada pasien dewasa dapat mempercepat pemulihan gejala, menurunkan angka pasien ke fasilitas kesehatan, dan lebih cepat menurunkan viral load, tetapi penggunaan molnupiravir dalam terapi COVID-19 pada pasien dewasa berisiko dan sudah tervaksinasi tidak menurunkan risiko rawat inap rumah sakit dan kematian.
Dari studi ini, pemberian molnupiravir tidak direkomendasikan khususnya pada pasien COVID-19 dewasa berisiko yang telah divaksinasi. Hal ini karena molnupiravir tidak bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Selain itu, pemberian molnupiravir memiliki risiko interaksi dengan obat-obatan lain dan risiko penggunaan pada ibu hamil belum diketahui dengan jelas. Obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep dokter, harganya yang relatif mahal, dan belum tersedia luas di seluruh wilayah Indonesia.
Studi ini juga memanfaatkan data dari platform uji acak terkontrol, multi-senter, multi-grup, jumlah subjek besar, terbuka dan prospektif bernama PANORAMIC. Hal ini dapat menginspirasi peneliti di Indonesia untuk dapat memanfaatkan platform serupa untuk membuat penelitian di Indonesia. Pedoman nasional dan internasional untuk COVID-19 sudah lama terlambat untuk diperbarui, dan penelitian ini menunjukkan bahwa rekomendasi pemberian antivirus, khususnya molnupiravir, harus diperbarui untuk mencerminkan populasi dan bukti saat ini.