Panduan e-prescription antivirus oral seperti molnupiravir, Paxlovid™ (nirmatrelvir/ritonavir), favipiravir (Avigan™), dan remdesivir untuk terapi COVID-19 sudah tidak lagi digunakan.
Antivirus Oral Tidak Diperlukan dalam Terapi COVID-19
Walau sebelumnya obat-obat antivirus oral ini telah mendapatkan emergency use authorization (EUA) untuk terapi COVID-19, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pemberian antivirus oral pada pasien yang terkena COVID-19 tidak bermanfaat. Selain diteliti tidak efektif, molnupiravir (nirmatrelvir/ritonavir) dan favipiravir bersifat teratogenik sehingga dikontraindikasikan pada kehamilan. Pada sisi lain, Paxlovid™ memiliki banyak interaksi obat signifikan.
Remdesivir
Dahulu, remdesivir sempat diberikan dalam tata laksana COVID-19 tetapi penelitian-penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa remdesivir tidak bermanfaat bagi pasien COVID-19, baik dalam hal mortalitas, kebutuhan ventilasi mekanik, durasi rawat inap, maupun viral clearance.[1]
Molnupiravir
Hasil tinjauan manfaat molnupiravir pada pasien COVID-19 juga menunjukkan bahwa obat antivirus ini tidak menurunkan risiko rawat inap rumah sakit dan kematian pada pasien dewasa berisiko dan sudah tervaksinasi. Saat ini, tingkat vaksinasi COVID-19 sudah sangat tinggi di Indonesia, sehingga tidak ada gunanya untuk memberikan molnupiravir untuk pasien COVID-19 di Indonesia.[2-4]
Paxlovid™
Meski terdapat uji klinis yang melaporkan potensi manfaat Paxlovid™ untuk pasien COVID-19, uji klinis tersebut belum sepenuhnya selesai dan tidak ditinjau lebih lanjut. Studi ini dilakukan pada pasien COVID-19 yang belum divaksinasi dan kebanyakan belum pernah terinfeksi sebelumnya sehingga tidak aplikatif untuk masyarakat Indonesia yang mayoritas sudah pernah terinfeksi COVID-19 dan sudah divaksinasi.[5-6]
Dalam studi lain, dilaporkan kejanggalan di mana angka efek samping termasuk gejala berat yang membuat terapi dihentikan pada kelompok plasebo lebih tinggi; kejanggalan tersebut tidak dijelaskan.[7]
Banyak obat-obatan yang juga memiliki interaksi yang serius dengan PaxlovidTM karena klirensnya bergantung dengan sitokrom p-450 CYP3A. Daftar interaksi obat yang lengkap dapat ditemukan di fact sheet FDA. Banyaknya limitasi terkait obat antivirus oral ini menunjukkan bahwa pasien COVID-19 sebaiknya tidak diberikan Paxlovid™.[5-7]
Favipiravir
Studi-studi baru dengan jumlah sampel yang lebih besar mengenai favipiravir mendapatkan bahwa favipiravir tidak efektif dalam mencegah perburukan penyakit seperti mencegah perawatan di ICU, penggunaan ventilasi mekanik, ataupun tingkat kematian pada pasien COVID-19. Oleh karena itu, favipiravir tidak lagi digunakan dalam penatalaksanaan COVID-19.[8,9]
Tanda dan Gejala
Tidak ada pasien COVID-19 yang memerlukan antivirus oral, meski memenuhi ≥1 kriteria berikut:
- Hasil tes positif infeksi SARS-CoV-2
- Simtom ≤5 hari
- Tidak memiliki simtom serius yang memerlukan rawat inap di rumah sakit
- Memiliki risiko tinggi untuk mengalami progresivitas penyakit ke COVID-19 yang parah, yakni: diabetes mellitus tipe 1 atau tipe 2, keganasan, penyakit serebrovaskular, gagal ginjal kronis, penyakit hati kronis (sirosis, fatty liver non-alcoholic, penyakit hati alkoholik, dan hepatitis autoimun), penyakit paru kronis, penyakit jantung (hipertensi, gagal jantung, penyakit arteri koroner, dan kardiomiopati), serta obesitas[5,10-14]
Peringatan
Tiap obat antivirus oral yang semula diberikan untuk terapi COVID-19 tidak lagi diberikan karena terbukti tidak efektif. Pemberian percuma obat antivirus molnupiravir dan favipiravir malah meningkatkan risiko abortus dan abnormalitas pada ibu hamil maupun orang yang berencana hamil. Paxlovid™ juga memiliki interaksi obat signifikan, risiko hepatotoksisitas, dan mungkin menyebabkan resistensi HIV.[2,15,16]
Medikamentosa
Antivirus oral seperti molnupiravir, Paxlovid™, favipiravir, remdesivir tidak diberikan pada pasien yang terinfeksi COVID-19. Terapi yang dapat diberikan pada pasien COVID-19 didasarkan pada gejala yang ditemukan pada pasien.
Demam dan Nyeri
Pada pasien yang mengalami demam, paracetamol dapat diberikan. Pada pasien anak, paracetamol digunakan suhu >38°C. Berikut adalah dosis yang direkomendasikan.
- Anak-anak: 15 mg/kgBB per pemberian, dengan maksimal pemberian sebanyak 4 kali dalam satu hari[17]
- Dewasa: 500-1000 mg setiap 4–6 jam, dengan maksimal pemberian 4000 mg per 24 jam[18]
Batuk Kering
Untuk keluhan batuk kering pada pasien, Dokter dapat melihat panduan e-Prescription terpisah untuk anak dan dewasa.
Batuk Berdahak
Untuk keluhan batuk berdahak pada pasien, Dokter dapat melihat panduan e-Prescription terpisah untuk anak dan dewasa.
Pilek
Untuk keluhan pilek pada pasien, Dokter dapat melihat panduan e-Prescription terpisah untuk anak dan dewasa.
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja