Chemotherapy-induced peripheral neuropathy (CIPN) atau neuropati perifer terkait kemoterapi merupakan komplikasi yang sering muncul pada pengobatan dengan berbagai agen antikanker, misalnya cisplatin dan oxaliplatin. Saraf perifer berfungsi menyampaikan informasi sensorik dan motorik dari dan ke ekstremitas, sehingga kerusakan saraf perifer akibat kemoterapi dapat menyebabkan defisit sensorik dan motorik.[1]
Prevalensi terjadinya CIPN 1 bulan setelah kemoterapi selesai sekitar 68%, yang akan turun menjadi 60% pada 3 bulan dan 30% pada 6 bulan setelahnya. Obat yang digunakan dalam kemoterapi bekerja dengan menghentikan perkembangan sel kanker dan memiliki banyak mekanisme yang ditujukan untuk menghilangkan sel kanker yang berkembang dengan cepat. Sayangnya, obat-obatan tersebut tidak hanya mempengaruhi sel kanker tapi juga sel normal yang menyebabkan berbagai efek samping yang merusak.[2,3]
Efek Kemoterapi pada Sistem Saraf
Efek kemoterapi pada sistem saraf bervariasi, tergantung sifat fisik dan kimia dari obat yang digunakan, serta penggunaan dalam dosis tunggal atau kumulatif. Agen kemoterapi yang paling sering menimbulkan neuropati adalah:
- Agen kemoterapi yang berbasis platinum, khususnya oxaliplatin dan cisplatin
- Taxanes seperti paclitaxel dan docetaxel
- Obat imunomodulator, seperti thalidomide dan analognya
- Obat lainnya yang lebih sedikit neurotoksik. Misalnya golongan alkaloids vinca seperti vincristine dan vinblastine, serta inhibitor proteasome seperti bortezomid[2,3]
Patomekanisme agen kemoterapi dapat merusak sistem saraf dan menyebabkan neuropati perifer bersifat multifaktorial dan agak rumit, dengan melibatkan proses stres oksidatif, kerusakan mitokondria, gangguan mikrotubulus, kerusakan selubung mielin, gangguan kanal ion, kerusakan DNA, maupun proses imunologi dan neuroinflamasi.[1,2]
Taxanes dan Alkaloid Vinca
Kemoterapi golongan taxanes dan alkaloid vinca bekerja pada mikrotubulus yang menyebabkan gangguan mikrotubulus. Taxanes membuat hiperstabilitas tubulus, sedangkan alkaloid vinca mencegah polimerisasi tubulus. Hilangnya fungsi normal dari mikrotubulus akan mengganggu transpor aksonal yang penting untuk menjaga fungsi akson.[1-3]
Agen Berbasis Platinum
Agen kemoterapi platinum mengubah struktur DNA dan menginduksi toksisitas neural utamanya melalui pengurangan ukuran nukleolus dalam sel dorsal root ganglion sensorik.
Oxaliplatin secara khusus menginduksi terjadinya akut neuropati dengan mengganggu axonal voltage-gated sodium channels.[1-3]
Agen Kemoterapi Lainnya
Bortezomib merupakan proteasome inhibitor yang bekerja mencegah laju pembelahan sel dan mempercepat apoptosis. Bagaimana bortezomid menyebabkan neuropati belum sepenuhnya dipahami, tetapi diduga melalui keterlibatannya dalam modulasi dan persepsi nyeri.
Thalidomide merupakan agen kemoterapi yang mekanismenya masih belum dipahami sepenuhnya saat ini. Efek pada sistem saraf diperkirakan berhubungan dengan imunomodulasi, hambatan angiogenesis, dan gangguan sitokin.[1-3]
Faktor Risiko Neuropati Perifer Terkait Kemoterapi
Dosis kumulatif dari suatu kemoterapi adalah faktor utama terjadinya chemotherapy-induced peripheral neuropathy (CIPN) atau neuropati perifer terkait kemoterapi. Beberapa faktor risiko lain yang memperbesar risiko terjadinya CIPN adalah:
- Usia pasien: risiko lebih tinggi pada usia tua
- Neuropati sebelum dimulai pengobatan kemoterapi, misal pada pasien penderita neuropati diabetikum
- Riwayat merokok
- Gangguan fungsi ginjal dengan menurunnya creatinine clearance
- Paparan terhadap agen kemoterapi multipel yang bersifat neurotoksik[2,3]
Manifestasi Klinis Neuropati Perifer Terkait Kemoterapi
Gejala yang dialami pasien dengan chemotherapy-induced peripheral neuropathy (CIPN) atau neuropati perifer terkait kemoterapi bervariasi, mulai dari sensasi rasa panas seperti terbakar (burning sensation) hingga kerusakan saraf perifer yang tidak dapat diperbaiki. Gejala CIPN biasanya muncul setelah beberapa lama pemakaian kemoterapi, bisa terjadi setelah beberapa minggu atau bulan setelah kemoterapi.
Tingkat keparahan gejala tergantung dosis kumulatif obat. Hal ini terkecuali kemoterapi paclitaxel dan oxaliplatin yang seringkali menyebabkan neuropati akut selama atau sesaat setelah pemberian obat.[2,3]
Gejala Sensorik
Tidak hanya gejala sensorik, gejala motorik dan otonom juga dapat terjadi walaupun lebih jarang. Gejala sensorik umumnya terjadi lebih dulu dan yang sering terkena adalah kaki dan tangan, sering disebut dengan “glove and stocking neuropathy”. Gejalanya bisa berupa mati rasa, kesemutan, sensasi sentuhan yang berubah, gangguan getar, sensasi nyeri seperti terbakar atau nyeri seperti tersengat listrik, dan juga alodinia serta hiperalgesia.
Dalam kasus yang parah, gejala dapat berkembang menjadi hilangnya persepsi sensorik dan menyebar secara proksimal ke anggota tubuh lain.[2-4]
Gejala Motorik dan Otonom
Gejala motorik yang dapat terjadi bisa berupa kelemahan distal, gangguan gaya berjalan, dan gangguan keseimbangan. Gejala otonom yang bisa terjadi berupa hipotensi ortostatik, konstipasi, dan gangguan seksual atau saluran kemih. Gejala motorik dan otonom ini lebih jarang terjadi daripada gejala sensorik.[2,3]
Perkembangan Gejala Menjadi Kronik
CIPN dapat terjadi sampai beberapa tahun setelah pengobatan kemoterapi selesai, terutama pada agen antikanker yang menggunakan platinum. Ketika nyeri berproses menjadi kronis, kemungkinan keluhan menjadi menetap akan lebih besar.
Pasien dengan gejala kronis berupa gangguan gaya berjalan memiliki risiko jatuh yang lebih tinggi dan kesulitan untuk dapat bekerja kembali. Beberapa juga melaporkan kesulitan merasakan benda-benda kecil dan juga kesulitan mengancingkan pakaian yang mengganggu kehidupan sehari-hari.[2-4]
Pemeriksaan Diagnostik Neuropati Perifer Terkait Kemoterapi
Secara klinis, belum ada standar dalam penilaian CIPN. Pemeriksaan elektrodiagnostik neurofisiologi seperti nerve conduction studies (NCS) dan Quantitative Sensory Testing (QST) dipertimbangkan sebagai standar referensi untuk penilaian fungsional dari keluhan parestesia, mati rasa, dan kelemahan motorik pada penderita CIPN. Namun, metode ini cukup mahal dan menghabiskan waktu sehingga penggunaanya terbatas.[4,5]
Pemeriksaan Objektif
Secara garis besar, teknik penilaian dapat dibagi menjadi pemeriksaan objektif dan subjektif. Penilaian objektif yang digunakan adalah metode NCS dan QST. Pemeriksaan NCS membantu menbedakan antara kelainan demielinasi dengan aksonopati yang berguna dalam menentukan CIPN, karena hampir semua kelainan CIPN bersifat aksonopati.
Pemeriksaan NCS menunjukkan penurunan amplitudo potensial aksi saraf sensorik (sensory nerve action potentials/SNAPs) dan amplitudo potensial aksi otot (compound muscle action potentials/CAMPs) dengan kecepatan konduksi yang hampir tidak berubah pada CIPN. Berbeda dengan penyakit dimielinasi yang mana kecepatan konduksi sarafnya ikut terganggu.
Walaupun pemeriksaan ini mudah dilakukan, tapi NCS memiliki kekurangan, yaitu hanya bisa menilai serabut mielin diameter besar (large myelinated fibers). Untuk penilaian serabut mielin diameter kecil dapat digunakan pemeriksaan QST yang dapat membantu mengevaluasi rasa nyeri dan suhu.[1,4,5]
Pemeriksaan Subjektif
Untuk penilaian subjektif, dapat digunakan National Cancer Institute-Common Terminology Criteria for Adverse Events (NCI-CTCAE) yang menggunakan skala 1-5 untuk menilai efek samping berdasarkan tingkat keparahan gejalanya.[1]
Tabel 1. Common Terminology Criteria For Adverse Events Version 4.03
Efek samping | Grade 1 | Grade 2 | Grade 3 | Grade 4 | Grade 5 |
Dysesthesia | Perubahan sensorik ringan | Perubahan sensorik sedang; mengganggu aktivitas harian instrumental
| Perubahan sensorik berat; mengganggu aktivitas harian yang berkaitan dengan rawat diri | - | - |
Paresthesia | Gejala ringan | Gejala sedang; mengganggu aktivitas harian instrumental
| Gejala berat; mengganggu aktivitas harian yang berkaitan dengan rawat diri | - | - |
Neuropati perifer sensorik | Asimtomatik; hilangnya refleks tendon dalam atau paresthesia | Gejala sedang; mengganggu aktivitas harian instrumental
| Gejala berat; mengganggu aktivitas harian yang berkaitan dengan rawat diri | Mengancam jiwa; memerlukan intervensi segera
| Kematian |
Neuropati perifer motorik | Asimtomatik; hanya memerlukan observasi klinis atau diagnostik; tidak perlu intervensi
| Gejala sedang; mengganggu aktivitas harian instrumental | Gejala berat; mengganggu aktivitas harian yang berkaitan dengan rawat diri | Mengancam jiwa; memerlukan intervensi segera | Kematian |
Sumber: Weickhardt A, et al. Journal of Oncology. 2011.[6]
Pemeriksaan lain yang menggabungkan penilaian objektif dan subjektif adalah Total Neuropathy Score (TNS). Penilaian ini menggabungkan tingkat keparahan yang dinilai oleh dokter dan pengukuran NCS nya. Namun TNS ini penilaiannya memakan waktu dan membutuhkan alat untuk pemeriksaan NCS, sehingga penggunaannya terbatas. Skor 0 menunjukkan tidak ada neuropati perifer, skor 1-9 menunjukkan neuropati perifer ringan, skor 10-19 menunjukkan neuropati perifer sedang, dan skor >20 menunjukkan neuropati perifer berat.[7]
Tabel 2. Total Neuropathy Score
Parameter | Score | ||||
0 | 1 | 2 | 3 | 4 | |
Gejala Sensorik | Tidak ada | Gejala terbatas pada jari tangan atau kaki | Gejala menyebar hingga pergelangan tangan atau kaki | Gejala menyebar hingga ke siku atau lutut | Gejala melebihi siku atau lutut, atau menyebabkan disabilitas fungsional |
Gejala Motorik | Tidak ada | Keterbatasan ringan | Keterbatasan sedang | Membutuhkan bantuan | Paralisis |
Banyaknya Gejala Otonom | Tidak ada | Satu | Dua | Tiga | Empat atau lima |
Pin sensibility | Normal | Menurun pada jari tangan atau kaki | Menurun hingga pergelangan tangan atau kaki | Menurun hingga ke siku atau lutut | Menurun melebihi siku atau lutut |
Vibration sensibility | Normal | Menurun pada jari tangan atau kaki | Menurun hingga pergelangan tangan atau kaki | Menurun hingga ke siku atau lutut | Menurun melebihi siku atau lutut |
Kekuatan | Normal | Kelemahan ringan | Kelemahan sedang | Kelemahan berat | Paralisis |
Refleks tendon | Normal | Penurunan refleks pergelangan kaki | Hilangnya refleks pergelangan kaki | Hilangnya refleks pergelangan kaki, dan penurunan refleks lainnya | Semua refleks tendon hilang |
Vibration sensibility (QST vibration) | Normal hingga 125% ULN | 126–150% ULN | 151–200% ULN | 201–300% ULN | >300% ULN |
Sural amplitude | Normal atau menurun hingga <5% LLN | 76–95% LLN | 51–75% LLN | 26–50% LLN | 0–25% LLN |
Peroneal amplitude | Normal atau menurun hingga <5% LLN | 76–95% LLN | 51–75% LLN | 26–50% LLN | 0–25% LLN |
QST: quantitative sensory testing; ULN: upper limit of normal; LLN: lower limit of normal. Sumber: Grammatico S, et al. Blood Lymphat Cancer. 2016.[7]
Strategi Pengobatan Neuropati Perifer Terkait Kemoterapi
Masih belum banyak penelitian yang berhasil menemukan bagaimana mengobati CIPN dan belum ada standar baku untuk penilaian CIPN. Pasien diminta segera melaporkan jika mengalami tanda-tanda neuropati di awal kemoterapi, terutama pada pasien-pasien yang memiliki faktor risiko.
Pemeriksaan neurofisiologi dapat dilakukan di awal pada pasien-pasien yang menerima agen kemoterapi yang berpotensi neurotoksik dan dapat diulangi ketika keluhan neuropati muncul untuk evaluasi. Jika muncul keluhan neuropati yang berat, dosis obat kemoterapi dapat dikurangi atau dikombinasikan dengan agen kemoterapi yang lebih tidak neurotoksik.[2]
Farmakoterapi
American Society of Clinical Oncology (ASCO) memberikan rekomendasi sedang untuk duloxetine sebagai pengobatan CIPN. Uji klinis menyebutkan bahwa duloxetine dapat mengurangi rasa sakit, rasa kebas, dan keluhan kesemutan yang dirasakan pasien, tapi dalam derajat sedang.
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dapat mengurangi gejala nyeri dan gejala inflamasi, namun studi penggunaan OAINS pada CIPN masih terbatas. Di sisi lain, walaupun trisiklik antidepresan bermanfaat dalam mengurangi nyeri neuropatik, studi saat ini menemukan bahwa obat tersebut kurang efektif dalam mengatasi CIPN dan insidensi efek samping tinggi.[1,2,5]
Terapi Non-farmakologi
Beberapa penelitian meta analisis mengenai terapi non-farmakologi, seperti akupuntur, pemijatan, dan foot bath, telah melaporkan bahwa terjadi perbaikan pada gejala CIPN. Akupuntur telah dilaporkan menghasilkan pengurangan nyeri yang signifikan, tetapi studi yang ada masih saling bertentangan dengan sebagian tidak menunjukkan manfaat.[1]
Terapi Profilaksis
Saat ini belum ada terapi pencegahan CIPN. Sejumlah uji coba telah dilakukan dengan menargetkan berbagai mekanisme, namun belum ada yang memberikan hasil memuaskan. Beberapa obat yang sudah diteliti adalah Acetyl-L-carnitine (ALC), amifostine, N-acetylcysteine, amitriptyline, nimodipine, dan glutathione. Namun, acetyl-L-carnitine sangat tidak disarankan karena dari penelitian menunjukkan memperburuk kondisi neuropati yang dialami pasien.[2,3]
Kesimpulan
Chemotherapy-induced peripheral neuropathy (CIPN) atau neuropati perifer terkait kemoterapi merupakan efek samping yang sering dialami pasien yang mendapat kemoterapi, termasuk cisplatin dan oxaliplatin. Gejala sensorik, seperti rasa seperti terbakar, merupakan yang paling banyak dialami pasien. Namun, gejala motorik dan otonom juga bisa timbul.
Saat ini belum ada panduan diagnostik dan terapi untuk mengatasi CIPN. Beberapa studi menunjukkan manfaat pemberian duloxetine dan akupuntur, tetapi data lebih lanjut masih diperlukan untuk membuat pedoman klinis yang baku.