Vaksin pada dewasa merupakan langkah penting dalam menjaga kesehatan masyarakat yang sering kali kurang mendapat perhatian dibandingkan vaksin pada anak. Orang dewasa tetap berisiko mengalami berbagai penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi, terutama seiring meningkatnya usia. Selain itu, mobilitas tinggi, adanya komorbiditas, dan perubahan lingkungan akan meningkatkan potensi paparan orang dewasa terhadap patogen.[1-3]
Manifestasi berat akibat infeksi influenza, pneumokokus, respiratory syncytial virus (RSV), dan herpes zoster lebih sering terjadi pada orang dewasa yang lebih tua. Hal ini dikarenakan penurunan kekebalan tubuh (immunosenescence) dan kemungkinan komorbiditas kronis yang sudah ada. Namun, faktanya penyakit-penyakit ini dapat dicegah melalui program vaksinasi.
Mengingat risiko mereka yang tinggi, orang dewasa yang lebih tua telah secara rutin ditawarkan untuk mendapat vaksinasi di berbagai negara. Sebagai contoh, di Inggris orang dewasa usia di atas 65 tahun secara bebas ditawarkan vaksin influenza tahunan dan vaksin pneumokokus satu dosis. Vaksin herpes zoster satu dosis juga ditawarkan bagi mereka yang berusia 70-79 tahun.[1-3]
Vaksin RSV
Respiratory syncytial virus (RSV) adalah virus umum yang biasanya menyebabkan gejala ringan pada kebanyakan individu tetapi bisa jauh lebih serius pada orang dewasa yang lebih tua. Setiap tahun, antara 60.000 hingga 160.000 rawat inap terkait RSV dan 6.000 hingga 10.000 kematian terkait RSV terjadi pada individu berusia 65 tahun atau lebih.
Untuk menghadapi beban RSV pada populasi lansia, dua vaksin RSV baru telah dilisensikan oleh BPOM untuk digunakan pada orang dewasa berusia 60 tahun ke atas. Vaksin tersebut terbukti 83% (Arexvy®) dan 89% (Abrysvo®) efektif dalam mencegah infeksi paru seperti pneumonia akibat RSV selama tahun pertama setelah vaksinasi dan tetap cukup efektif dalam mencegah infeksi paru akibat RSV pada musim RSV berikutnya.[4]
Rekomendasi Pemberian
Di Indonesia, vaksin RSV beradjuvan dianjurkan diberikan pada dewasa berusia ≥60 tahun atau usia 50-59 tahun dengan kondisi medis penyerta seperti penyakit kardiovaskular, respirasi, atau ginjal kronis, serta pasien dengan terapi pengganti ginjal atau imunokompromais. Vaksin dapat diberikan sepanjang tahun tanpa melihat status infeksi RSV sebelumnya.
Vaksin RSV tidak beradjuvan dianjurkan diberikan pada seluruh orang dewasa usia ≥60 tahun, atau pada ibu hamil usia kehamilan 24-36 minggu. Vaksin ini juga dapat diberikan sepanjang tahun tanpa melihat status infeksi RSV sebelumnya.[6]
Vaksin Herpes Zoster
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster. Risiko herpes zoster meningkat seiring bertambahnya usia dan kira-kira 3 kali lebih tinggi pada orang dewasa berusia >65 tahun dibandingkan dengan mereka yang berusia <65 tahun. Lebih dari separuh dari semua orang yang didiagnosis herpes zoster setiap tahun berusia >50 tahun.
Vaksin herpes zoster sendiri telah dilisensikan oleh FDA untuk pencegahan herpes zoster. Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) Amerika Serikat juga telah merekomendasikan vaksinasi rutin untuk semua orang berusia >60 tahun dengan satu dosis vaksin zoster.[5]
Rekomendasi Pemberian
Di Indonesia, vaksin herpes zoster rekombinan direkomendasikan pada semua individu berusia ≥ 50 tahun ke atas dan individu ≥18 tahun ke atas dengan imunokompromais, dengan atau tanpa episode herpes zoster sebelumnya. Vaksin diberikan dalam dua dosis, yaitu pada hari ke-0 dan selanjutnya 2-6 bulan kemudian.[6]
Vaksin Influenza
Di Indonesia, vaksin influenza disarankan untuk diberikan pada seluruh orang dewasa setiap tahun, termasuk ibu hamil, dan dapat diberikan sepanjang tahun. Beberapa populasi pasien yang sangat dianjurkan untuk mendapatkan vaksin influenza antara lain:
- Pasien dengan gangguan pernapasan kronik, penyakit ginjal kronik, dan gangguan kardiovaskular seperti gagal jantung dan penyakit jantung koroner
- Pasien dengan diabetes melitus
- Pasien imunokompromais, termasuk pasien dengan HIV dan yang mendapat kemoterapi
- Pasien dengan obesitas morbid
Vaksin Pneumokokus
Vaksin pneumokokus konjugat dianjurkan untuk dewasa usia ≥18 tahun dengan sediaan vaksin 13-valent (PCV13), 15-valent (PCV15) atau 20- valent (PCV20). Bila belum pernah mendapatkan vaksin pneumokokus, dapat diberikan PCV13/PCV15/PCV20. Lalu, bila pasien mendapat vaksin PCV13/PCV15, maka dilanjutkan dengan PPSV23 dengan jeda paling cepat 8 minggu setelah pemberian PCV13/PCV15.
Bila sebelumnya pasien sudah pernah mendapatkan vaksinasi PPSV23, dapat diberikan sediaan vaksin PCV13/PCV15/PCV20 dengan jeda minimal 1 tahun setelah pemberian vaksin PPSV23. Namun, bila sudah mendapatkan PCV20, maka tidak perlu diikuti lagi dengan pemberian sediaan vaksin PPSV23.
Pada pasien yang telah mendapatkan vaksin PCV13 atau PCV15 saja sebelumnya, maka dapat diberikan PCV20 minimal 1 tahun kemudian. Apabila telah menerima PCV13/PCV15 dan PPSV23, maka PCV20 dapat diberikan minimal 5 tahun kemudian pada individu berisiko, seperti pasien dengan kondisi imunokompromais atau mengalami kebocoran cairan serebrospinal atau implan koklear.
Vaksin pneumokokal polisakarida (PPSV23) dianjurkan untuk semua pasien usia ≥50 tahun, terutama pasien dengan kondisi imunokompromais karena pada populasi tersebut sering terjadi infeksi oleh subtipe bakteri yang berbeda dengan PCV13/PCV15.[6]
Vaksin Dengue
Vaksin dengue di Indonesia dianjurkan untuk diberikan pada pasien usia 19-45 tahun. Vaksin diberikan dalam 2 dosis, yakni pada bulan ke-0 dan bulan ke-3. Vaksin ini kontraindikasi pada kehamilan, menyusui, dan pasien imunokompromais.[6]
Vaksin Tifoid
Di Indonesia, vaksin ini sangat dianjurkan pada seluruh individu dengan atau tanpa riwayat demam tifoid. Hal ini karena Indonesia merupakan negara endemis tifoid. Vaksin tifoid polisakarida dapat diberikan 1 dosis dan diulang setiap 3 tahun, sedangkan vaksin tifoid konjugat dapat diberikan sekali saja untuk seumur hidup.[6]
Tabel 1. Rekomendasi Pemberian Vaksin pada Dewasa di Indonesia
Jenis Vaksin | 19-21 tahun | 22-26 tahun | 27-45 tahun | 46-49 tahun | 50-59 tahun | ≥60 tahun |
Influenza | 1 dosis setiap tahun | |||||
Herpes zoster rekombinan | 2 dosis (bulan ke 0, lalu 2-6 bulan setelahnya) | |||||
RSV beradjuvan | 1 dosis | |||||
RSV tidak beradjuvan | 1 dosis | |||||
Pneumokokus | 1 dosis | |||||
Dengue | 2 dosis (bulan ke-0 dan ke-3) | |||||
Tifoid | 1 dosis | |||||
Hepatitis A | 2 dosis (bulan ke-0 dan 2-6 bulan setelahnya) | |||||
Hepatitis B | 3 dosis (bulan ke-0, 1, dan 6) | |||||
Varicella | 2 dosis (hari ke-0 dan 4-8 minggu setelahnya) | |||||
Tetanus, difteri, pertusis | 1 dosis Td/Tdap diberikan setiap 10 tahun |
Sumber: Satgas Imunisasi Dewasa, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2025.[6]
Kesimpulan
Vaksinasi pada dewasa merupakan komponen esensial dalam upaya pencegahan penyakit infeksi yang dapat berdampak serius, terutama pada kelompok usia lanjut dan individu dengan komorbiditas. Pemberian vaksin seperti influenza, pneumokokus, RSV, herpes zoster, dengue, tifoid, dan lainnya telah terbukti efektif dalam menurunkan angka kesakitan, rawat inap, dan kematian. Dokter memiliki peran krusial dalam mengenali kebutuhan imunisasi pasien dewasa berdasarkan usia, riwayat kesehatan, dan risiko paparan, serta memastikan pemberian vaksin sesuai dengan panduan terkini.