Pedoman penanganan dermatitis atopik dipublikasikan oleh Allergy Immunology Joint Task Force for Practice Parameters (JTFPP) pada tahun 2024. Pedoman ini menganjurkan penggunaan pelembab topikal sebagai terapi awal pada dermatitis atopik. Pada kasus di mana gejala tidak terkontrol dengan penggunaan pelembab topikal saja, maka dapat digunakan kortikosteroid atau inhibitor kalsineurin topikal.
Pedoman ini juga membahas mengenai berbagai pilihan terapi terbaru untuk dermatitis atopik. Pedoman ini juga mencakup rekomendasi mengenai penggunaan imunoterapi alergen untuk pasien dermatitis atopik derajat sedang-berat, dan pembaruan terhadap pilihan terapi sistemik.[1]
Tabel 1. Tentang Pedoman Klinis Ini
Penyakit | Dermatitis Atopik |
Tipe | Penatalaksanaan |
Yang merumuskan | American Academy of Allergy, Asthma and Immunology/American College of Allergy, Asthma and Immunology Joint Task Force (JTF) |
Tahun | 2024 |
Negara Asal | Amerika Serikat |
Sasaran | Dokter Spesialis Kulit, Dokter Umum, Dokter Layanan Primer |
Penentuan Tingkat Bukti
Pedoman klinis ini menyusun rekomendasi berdasarkan tinjauan sistematik menggunakan metode GRADE (Grading of Recommendations, Assessment, Development, and Evaluation). Proses ini dimulai dengan penyusunan Summary of Findings oleh Evidence in Allergy Group, yang menilai kualitas bukti ilmiah melalui berbagai domain seperti bias, akurasi, konsistensi, dan bias publikasi.
Seluruh bukti yang dikumpulkan dianalisis sesuai pedoman Cochrane untuk menilai intervensi, kemudian dirangkum dalam kerangka Evidence-to-Decision. Tingkat kepastian bukti dikategorikan dalam empat level (sangat rendah, rendah, sedang, dan tinggi). Setelah evaluasi bukti selesai, rekomendasi dikembangkan melalui enam pertemuan daring dan komunikasi berkelanjutan antara Januari hingga Juni 2022, serta tinjauan literatur hingga Juli 2023.
Konsensus panel dicapai berdasarkan keseimbangan antara manfaat dan risiko, serta nilai dan preferensi terkait. Jika konsensus tidak dapat dicapai, keputusan diambil melalui pemungutan suara dengan persyaratan mayoritas atau 80%. Setelah itu, dokumen menjalani proses tinjauan eksternal oleh organisasi medis, profesional, dan pasien, dengan penyesuaian dilakukan sesuai komentar yang relevan.[1]
Rekomendasi Utama untuk Diterapkan dalam Praktik Klinis Anda
Dalam pedoman ini, panel ahli menekankan pentingnya penggunaan pelembab topikal non-resep untuk terapi awal dermatitis atopik. Selain itu, rekomendasi pengobatan juga mencakup penggunaan kortikosteroid dan inhibitor kalsineurin topikal jangka pendek, dengan frekuensi penggunaan 1-2 kali/hari. Penggunaan dupilumab dan tralokinumab dianjurkan untuk pasien yang tidak merespon pengobatan topikal, sementara inhibitor JAK oral dianjurkan untuk kasus refrakter.
Rekomendasi utama yang penting diingat dari pedoman klinis dermatitis atopik ini adalah:
- Pelembab (moisturizer) topikal merupakan terapi awal yang dianjurkan. Pelembab yang digunakan adalah pelembab over the counter (OTC) karena pelembab resep tidak menunjukkan manfaat tambahan.
- Penggunaan kortikosteroid topikal jangka pendek (2-6 minggu) atau inhibitor kalsineurin topikal 1-2 kali/hari direkomendasikan untuk pasien dengan dermatitis atopik yang tidak terkontrol meski telah diberikan pelembab. Namun, hindari penggunaan kortikosteroid potensi tinggi seperti fluocinonide.
- Crisaborole 2% dapat digunakan untuk dermatitis atopik derajat ringan hingga sedang.
- Dupilumab dapat digunakan pada pasien usia ≥6 bulan dengan dermatitis atopik derajat sedang-berat refrakter, atau yang tidak dapat menggunakan terapi topikal potensi sedang. Alternatifnya adalah penggunaan tralokinumab untuk pasien usia ≥12 tahun.
Bleach baths dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada pasien dengan dermatitis atopik derajat sedang-berat, tetapi tidak dianjurkan untuk kasus derajat ringan.
- Penggunaan imunoterapi alergen dapat dipertimbangkan pada kasus sedang-berat.
- Penggunaan inhibitor JAK oral dapat dilakukan pada pasien remaja dan dewasa yang mengalami dermatitis atopik refrakter atau mereka yang tidak bisa menggunakan terapi topikal potensi sedang-tinggi lainnya, dengan catatan harus dipertimbangkan baik-baik mengenai perbandingan manfaat dan risikonya.
Siklosporin dapat dipertimbangkan pada pasien remaja dan dewasa dengan penyakit derajat sedang-berat yang refrakter atau yang tidak bisa menggunakan terapi topikal potensi sedang-tinggi lainnya.
- Agen imunosupresan seperti baricitinib, azathioprine, methotrexate, dan mycophenolate mofetil tidak dianjurkan.
- Penggunaan elimination diet atau diet eliminasi tidak dianjurkan.
- Antibiotik topikal tidak digunakan pada kasus dermatitis atopik tanpa tanda infeksi.
- Penggunaan kortikosteroid sistemik tidak disarankan.[1]
Perbandingan dengan Pedoman Klinis di Indonesia
Pedoman penanganan dermatitis atopik yang ada di Indonesia adalah pedoman yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) pada tahun 2021. Serupa dengan JTFPP, pedoman PERDOSKI juga menekankan pentingnya penggunaan pelembab dan penghindaran dari pencetus dermatitis atopik.
Walau begitu, pedoman PERDOSKI masih menganjurkan penggunaan kortikosteroid potensi tinggi pada pasien remaja dan dewasa. PERDOSKI juga masih menganjurkan penggunaan agen imunosupresan, seperti mycophenolate mofetil dan methotrexate.[2]
Kesimpulan
Allergy Immunology Joint Task Force for Practice Parameters (JTFPP) mempublikasikan pedoman penanganan dermatitis atopik pada tahun 2024. Rekomendasi utama yang perlu diperhatikan pada pedoman ini adalah:
- Pelembab atau moisturizer dianjurkan sebagai terapi lini pertama untuk dermatitis atopik.
- Pada kasus di mana gejala tidak terkontrol dengan penggunaan pelembab topikal saja, maka dapat ditambahkan kortikosteroid atau inhibitor kalsineurin topikal.
- Kortikosteroid topikal potensi tinggi dan kortikosteroid sistemik sebaiknya tidak digunakan.
- Crisaborole dapat menjadi terapi pilihan pada pasien yang tidak menginginkan penggunaan kortikosteroid atau inhibitor kalsineurin topikal