Pedoman tata laksana infeksi saluran kemih dipublikasikan oleh European Society of Urology (ESU) pada tahun 2024. Pedoman ini memberi rekomendasi dalam diagnosis, pengobatan, dan pencegahan dengan fokus khusus penggunaan antimikroba minimal. Perubahan utama pada pedoman ini ada pada tata laksana bakteriuria asimtomatik dan pemberian antibiotik sebagai profilaksis pada bakteriuria asimtomatik sebelum prosedur pembedahan kardiovaskuler.
Berdasarkan penelitian terdahulu, pemberian antibiotik pada wanita hamil dengan bakteriuria asimtomatik dan sebelum pembedahan kardiovaskuler memberikan manfaat. Namun, sebagian besar penelitian tersebut dilakukan lebih dari 40 tahun lalu dengan kualitas bukti yang rendah. Pada studi lebih baru, pemberian antibiotik pada bakteriuria asimtomatik tidak memberi manfaat yang jelas. Sebaliknya, antibiotik sebagai profilaksis tetap diberikan pada pasien yang akan menjalani pembedahan kardiovaskuler dan urogenital.[1]
Tabel 1. Tentang Pedoman Klinis Ini
Penyakit | Infeksi Saluran Kemih |
Tipe | Penatalaksanaan |
Yang Merumuskan | European Society of Urology (ESU) |
Tahun | 2024 |
Negara Asal | Uni-Eropa |
Dokter Sasaran | Spesialis Urologi, Spesialis Penyakit Dalam, Dokter Umum, dan Dokter Jaga IGD |
Penentuan Tingkat Bukti
Pedoman klinis ini disusun melalui proses peninjauan kembali terhadap bukti baru, relevansi penelitian sebelumnya, dan berbagai literatur yang dipublikasikan tentang pendekatan diagnosis, pencegahan, dan tata laksana dalam bidang infeksi urologi. Data diambil dari basis data yang mencakup Medline, EMBASE, dan Cochrane.
Rekomendasi dirumuskan berdasarkan keseimbangan antara manfaat dan risiko dari strategi manajemen, kualitas bukti, serta nilai dan preferensi pasien. Rekomendasi dinilai kuat jika bukti berkualitas tinggi dan manfaat melebihi risiko secara signifikan dengan mempertimbangkan preferensi pasien, sedangkan rekomendasi dinilai lemah jika kualitas bukti lebih rendah atau keseimbangan manfaat dan risiko kurang jelas.[1]
Rekomendasi Utama untuk Diterapkan dalam Praktik Klinis Anda
Infeksi saluran kemih (ISK) memiliki gambaran klinis yang bervariasi bergantung dari diagnosis penyakit, tingkat keparahan dan kekambuhannya.
Bakteriuria Asimtomatik
- Diagnosis ditegakkan bila pada kultur urin menunjukkan pertumbuhan bakteri ≥ 105 koloni/ml pada 2 sampel urin pancaran tengah pada wanita dan 1 sampel urin pada pria dengan jangka waktu 24 jam.
- Tidak diperlukan skrining atau antibiotik pada kasus: wanita tanpa faktor risiko, penderita diabetes melitus yang terkontrol, pascamenopause, lansia, pasien dengan penurunan fungsi ginjal, pasien dengan riwayat artoplasti, pasien dengan transplantasi ginjal, dan pasien dengan ISK berulang.
- Lakukan skrining dan terapi pada kasus: pasien yang akan menjalani prosedur urologi yang menembus mukosa, serta pada ibu hamil.
- Pilihan terapi untuk ibu hamil adalah antibiotik standar jangka pendek atau dosis tunggal fosfomycin[1]
Sistitis Non-Komplikata
- Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat gejala gangguan saluran kemih seperti disuria, urgensi, peningkatan frekuensi, tidak adanya iritasi pada vagina pada wanita dan ditemukan koloni bakteri uropatogen ≥103 /mL pada pemeriksaan urin.
- Terapi pada kasus dengan gejala ringan sedang adalah simptomatik.
- Jika akan diberikan antibiotik, maka harus dipilih sesuai dengan pola patogen dan resistensi antibiotik. Pilihan terapi lini pertama adalah fosfomycin, nitrofurantoin, pivmecillinam, dan cotrimoxazole.[1]
Tabel 2. Pilihan Antibiotik pada Sistitis Non-Komplikata
Antibiotik | Dosis | Durasi |
Fosfomycin trometamol | 3 g, dosis tunggal | Hanya digunakan pada wanita |
Nitrofurantoin makrokristal | 50-100 mg, 4 kali sehari | 5 hari |
Nitrofurantoin lepas lambat | 100 mg, 2 kali sehari | 5 hari |
Pivmecillinam | 400 mg, 3 kali sehari | 3-5 hari |
Cotrimoxazole | 160/800 mg, 2 kali sehari | 7 hari (hanya digunakan untuk pria) |
Infeksi Saluran Kemih Rekuren
- ISK dapat didiagnosis sebagai ISK rekuren jika frekuensi setidaknya 3 kejadian/tahun atau 2 kejadian dalam 6 bulan terakhir. Diagnosis pada kasus ISK berulang adalah melalui kultur urin.
- Jangan melakukan pemeriksaan ekstensif (misalnya sistoskopi dan USG perut lengkap) pada wanita berusia < 40 tahun dengan ISK rekuren dan tidak ada faktor risiko.
- Pada wanita pascamenopause dengan ISK berulang, anjurkan untuk mencukupi asupan cairan dan menggunakan terapi estrogen pervaginam.
- Pada wanita tanpa abnormalitas traktus urinarius, dapat diberikan methenamine hippurate untuk mencegah rekurensi.
- Gunakan profilaksis antimikroba kontinyu atau pascakoital untuk mencegah ISK rekuren jika intervensi non-antimikroba tidak berhasil.[1]
Pyelonefritis Non-Komplikata
- Diagnosis pada kasus pyelonefritis ditegakkan dengan urinalisis, kultur urin, dan sensitivitas antibiotik. USG digunakan untuk menyingkirkan pyelonefritis akibat batu ginjal. Pemeriksaan lanjutan perlu dilakukan pada pasien dengan pyelonefritis yang tidak mengalami perbaikan dalam 72 jam setelah pengobatan.
- Terapi antibiotik mencakup ciprofloxacin, cotrimoxazole, serta fluorokuinolon atau sefalosporin lainnya.[1]
Tabel 3. Pilihan Antibiotik pada Pyelonefritis Non-Komplikata
Antibiotik | Dosis | Durasi |
Ciprofloxacin | 500–750 mg per oral, 2 kali sehari | 7 hari |
400 mg intravena, 2 kali sehari | ||
Levofloxacin | 750 mg per oral atau intravena, sekali sehari | 5 hari |
Cotrimoxazole | 160/800 mg per oral, 2 kali sehari | 14 hari |
Cefpodoxime | 200 mg per oral, 2 kali sehari | 10 hari |
Ceftibuten | 400 mg per oral, sekali sehari | 10 hari |
Cefotaxime | 2 g intravena, 3 kali sehari | Digunakan sebagai terapi awal sebelum dilanjutkan dengan terapi oral |
Ceftriaxone | 1-2 g intravena, sekali sehari |
Infeksi Saluran Kemih Komplikata
- Antibiotik yang dianjurkan adalah kombinasi antara amoxicillin dan aminoglikosida, atau sefalosporin generasi kedua dan aminoglikosida, atau sefalosporin generasi ketiga intravena (pada kasus dengan gejala sistemik).
- Ciprofloxacin hanya digunakan jika angka resistensi lokal <10%. Ciprofloxacin hanya diberikan per oral, pasien tidak perlu dirawat, atau pada pasien yang mengalami anafilaksis terhadap golongan beta laktam.
- Jangan gunakan ciprofloxacin dan fluorokuinolon lain untuk pengobatan empiris ISK komplikata pada pasien dari departemen urologi atau ketika pasien telah menggunakan fluorokuinolon dalam 6 bulan terakhir.[1]
Infeksi Saluran Kemih Terkait Kateter
- Pemberian antibiotik direkomendasikan pada kasus ISK terkait kateter yang sudah memberikan gejala atau komplikasi. Jangan berikan antibiotik pada ISK terkait kateter yang asimtomatik.
- Tidak disarankan pemberian antibiotik sebagai profilaksis sebelum pemasangan kateter ataupun pemberian antimikroba topikal pada kateter, meatus, ataupun pada area uretra.
- Antibiotik diberikan sesuai dengan hasil kultur urin.
- Untuk mencegah ISK terkait kateter, pastikan durasi kateterisasi minimal dan gunakan kateter berlapis hidrofilik (hydrophilic coated catheter).[1]
Urosepsis
- Nilai skor SOFA untuk menentukan risiko urosepsis
- Lakukan kultur urin dan dua set kultur darah sebelum memulai terapi antibiotik.
- Berikan antibiotik spektrum luas, dosis tinggi, parenteral dalam satu jam kecurigaan adanya urosepsis. Selanjutnya, sesuaikan antibiotik dengan hasil kultur dan sensitivitas.
- Pilihan antibiotik mencakup cefotaxime, ceftazidime, ceftriaxone, dan cefepime.[1]
Tabel 4. Pilihan Antibiotik pada urosepsis
Antibiotik | Dosis | Durasi |
Cefotaxime | 2 g, 3 kali sehari | 7–10 hari |
Ceftazidime | 1–2 g, 3 kali sehari | Durasi lebih panjang dapat digunakan pada kasus dengan respon klinis yang lambat |
Ceftriaxone | 1–2 g, sekali sehari | |
Cefepime | 2 g, 2 kali sehari | |
Piperacillin/tazobactam | 4.5 g, 3 kali sehari | |
Ceftolozane/tazobactam | 1.5 g, 3 kali sehari | |
Ceftazidime/avibactam | 2.5 g, 3 kali sehari | |
Imipenem/cilastatin | 0.5 g, 3 kali sehari | |
Meropenem | 1 g, 3 kali sehari |
Infeksi Saluran Kemih Lainnya
- Pada kasus uretritis yang diduga berkaitan dengan gonorrhea, lakukan pewarnaan Gram atau NAAT (nucleic acid amplification test).
- Untuk kasus uretritis gonokokal, dapat digunakan antibiotik seperti ceftriaxone dan azithromycin. Sementara itu, untuk uretritis non-gonokokal dapat digunakan antibiotik seperti doxycycline.
- Pada kasus prostatitis bakterial akut, diberikan antibiotik bakterisidal spektrum luar dosis tinggi, seperti penicillin, sefalosporin generasi ketiga, atau fluorokuinolon.
- Pada kasus prostatitis bakterial kronis, dapat diberikan fluorokuinolon 4-6 minggu, doxycycline 100 mg 2 kali sehari selama 10 hari, azithromycin 500 mg sekali sehari selama 3 minggu, atau metronidazole 500 mg 3 kali sehari selama 14 hari.
- Pada kasus tuberkulosis genitourinaria, dapat digunakan regimen antituberkulosis ekstraparu sesuai pedoman penanganan tuberkulosis.
- Antibiotik profilaksis periprosedural dapat dipertimbangkan sebelum tindakan ureteroskopi, nefrolitotomi perkutan, reseksi transuretra, dan biopsi prostat transrektal.[1]
Perbandingan dengan Pedoman Klinis di Indonesia
Di Indonesia, pedoman klinis tata laksana infeksi saluran kemih dikeluarkan oleh Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI) pada tahun 2021. Pedoman ini memiliki banyak kesamaan dengan pedoman dari ESU, termasuk rekomendasi untuk tidak secara rutin memberikan antibiotik pada bakteriuria asimtomatik. Pedoman ini juga memiliki banyak kesamaan dalam rekomendasi jenis dan durasi antibiotik pada berbagai jenis ISK.
Pada kasus ISK komplikata, IAUI tidak merekomendasikan penggunaan amoxicillin, amoxicillin klavulanat, cotrimoxazole, ciprofloxacin, dan fluorokuinolon lain karena mengingat angka resistensi yang tinggi. Pedoman IAUI menyarankan penggunaan aminoglikosida yang dikombinasikan dengan sefalosporin generasi kedua atau ketiga, ataupun penicillin dengan atau tanpa aminoglikosida. Pada organisme resisten, dapat digunakan ceftolozane/tazobactam.[2]
Kesimpulan
Pedoman tata laksana infeksi saluran kemih ini dipublikasikan oleh European Society of Urology pada tahun 2024. Rekomendasi utama dalam pedoman klinis ini adalah:
- Tidak diperlukan pemberian antibiotik rutin pada kasus bakteriuria asimtomatik.
- Pada kasus ISK lainnya, antibiotik diberikan sesuai dengan patogen penyebab dan pola kepekaan setempat. Secara umum, dapat digunakan obat golongan beta laktam, sefalosporin, maupun aminoglikosida.
- Pemberian antibiotik profilaksis tidak disarankan sebelum pemasangan kateter.
- Pada pasien yang dicurigai mengalami urosepsis, berikan antibiotik spektrum luas, dosis tinggi, secara parenteral, dalam satu jam. Selanjutnya, antibiotik dapat disesuaikan dengan hasil kultur dan kepekaan patogen.