Isotretinoin merupakan salah satu opsi terapi acne vulgaris, yang perlu diketahui cara pengaturan dosisnya, risiko terkaitnya, dan apa saja pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk pemantauan efeknya. Acne vulgaris adalah penyakit inflamasi kulit yang paling sering dijumpai, yang ditemukan pada kira-kira 9.4% populasi di dunia.[1]
Acne merupakan penyakit yang menyerang folikel pilosebasea dan predominan muncul di wajah, dada dan punggung. Etiologi utama berhubungan dengan kenaikan androgen dalam produksi sebum, perubahan keratinisasi di antara duktus intrafolikular, kolonisasi Cutibacterium acnes, dan perubahan inflamasi.[1]
Isotretinoin oral (13-cis-retinoic acid) merupakan metabolit vitamin A alami yang telah disetujui oleh FDA pada tahun 1982 untuk mengobati acne. Isotretinoin menghambat proliferasi sel sebasea dan diferensiasi serta sintesis lipid in vivo. Selain itu, isotretinoin menekan acne dengan mengurangi inflamasi yang disebabkan Propionibacterium acnes dan hiperkeratosis sistem glandula sebasea pada folikel rambut.[2]
Isotretinoin oral ditemukan memiliki efek anti-androgen melalui proses oksidasi dan bisa mengurangi insulin-like growth factor 1, insulin-like growth factor-binding protein 3, luteinising hormone, prolactin, adrenocorticotropic hormone, dan T3 bebas. Isotretinoin oral adalah obat lipofilik tinggi. Konsumsi obat ini dengan makanan berlemak akan meningkatkan penyerapannya hingga 60%. Namun, terlepas dari manfaatnya, obat ini memiliki risiko efek samping, sehingga pengaturan dosisnya perlu berhati-hati.[1]
Strategi Pengaturan Dosis Isotretinoin untuk Pasien Acne Vulgaris
Untuk acne berat, isotretinoin dimulai dari dosis 0.5 mg/kgBB/hari. Dosis ini sering digunakan untuk meminimalkan kemerahan saat permulaan terapi. Dosis kemudian ditingkatkan menjadi 1 mg/kgBB/hari sesuai toleransi pasien. Hindari dosis yang terlalu tinggi karena risiko efek samping seperti cheilitis dan xerosis akan meningkat pada penggunaan dosis tinggi.[2]
Pasien dengan acne yang sangat parah membutuhkan dosis awal isotretinoin yang lebih rendah dengan/tanpa kortikosteroid oral untuk mencegah kemerahan berlebih dan mengurangi risiko munculnya skar, yang dikenal sebagai pseudo acne fulminans. Protokol yang direkomendasikan adalah memulai prednison 0.5-1.0 mg/kgBB/hari untuk 4-6 minggu, kemudian dosisnya diturunkan perlahan. Isotretinoin oral dapat dilanjutkan pada dosis 0.5 mg/kgBB/hari dan dinaikkan perlahan ketika prednison diturunkan.[2]
Setelah pengenalan isotretinoin, dosis target rekomendasi (kumulatif) adalah 120-150 mg/kgBB dalam waktu 4-6 bulan untuk memperbaiki remisi dan menurunkan rekurensi. Konsensus Global Alliance to Improve Outcomes in Acne pada 2018 mengemukakan bahwa dosis rekomendasi diberikan hingga semua acne bersih dan dilanjutkan 1 bulan lagi setelahnya. Pasien dengan acne rekalsitran mungkin membutuhkan dosis kumulatif yang lebih tinggi untuk mengobati acne sampai bersih.[2]
Dosis rendah intermiten maupun regimen dosis rendah tetap telah banyak berhasil digunakan untuk mengobati acne terutama derajat ringan hingga sedang. Dosis rendah intermiten ini ditoleransi baik dan terbukti efektif untuk mengobati acne dengan dosis 0.5 mg/kgBB/hari untuk 1 minggu setiap 4 minggu untuk pengobatan selama 6 bulan. Sementara itu, regimen dosis rendah bisa berupa dosis 20 mg tiap hari atau 20 mg tiap 2 hari, yang efektif untuk acne derajat sedang. Dosis rendah menurunkan frekuensi dan keparahan efek samping mukokutaneus serta menaikkan kepatuhan pasien.[2]
Efek Samping Isotretinoin dan Cara Manajemennya
Dalam penggunaan isotretinoin, dokter perlu mewaspadai beberapa efek samping yang mungkin terjadi, misalnya efek teratogenik, efek mukokutaneus, dan efek sistemik.[3]
Efek Teratogenik
Efek teratogenik merupakan efek samping penggunaan isotretinoin yang paling berat. Hipotesis yang dikemukakan adalah adanya kenaikan apoptosis sel neural melalui ekspresi berlebih pada gen p53, yang merupakan faktor transkripsional proapoptotik.[3]
Tes kehamilan diwajibkan sebelum mulai terapi dan rutin dilakukan tiap bulan selama pengobatan hingga 1 bulan setelah pengobatan selesai. Dokter harus menjelaskan bahwa tidak ada risiko untuk kehamilan di masa mendatang. Risiko hanya ada pada kehamilan saat itu, misalnya abortus spontan (10.9–20%) dan cacat lahir (18–28%) dengan kelainan kraniofasial, timus, dan kardiovaskular.[3]
Efek Samping Mukosa dan Kulit
Efek samping yang sering dijumpai sama seperti gejala hipervitaminosis A, termasuk kekeringan di bibir, kulit, dan mata. Sangat penting untuk memberikan edukasi kepada pasien agar menggunakan perawatan wajah yang lembut dan menghindari penggunaan perawatan acne topikal yang iritatif selama konsumsi isotretinoin. Pembersih wajah bukan sabun tetapi lembut dan aplikasi emolien yang banyak dapat mencegah xerosis dan iritasi kulit selama konsumsi isotretinoin.[2]
Bibir yang kering dijumpai pada hampir semua pasien; aplikasi petroleum jelly atau pelembab yang sama sesering mungkin dapat mengurangi kekeringan tersebut. Ketika parah, balsam hydrocortisone 1% dapat digunakan. Mukosa nasal dan oral yang kering ditemukan pada 30-50% pasien. Pelembab dengan petroleum jelly atau produk saline pada daerah nares biasanya efektif untuk mencegah keluhan ini.[2]
Mata kering dan blepharoconjunctivitis muncul pada 14% pasien dan ditangani dengan lubrikan mata. Manifestasi lain dapat berupa penurunan penglihatan di malam hari yang berhubungan dengan mata kering, yang disebabkan atrofi kelenjar lakrimal, perubahan pada kelenjar meibomian, dan perubahan kualitas air mata. Hal tersebut bisa membuat konjungtivitis, kekeruhan kornea, dan penurunan sensitivitas kornea, terutama pada pasien usia lanjut dan wanita.[2,3,7]
Efek-efek samping tersebut di atas muncul berdasarkan dosis. Akan tetapi, efek-efek tersebut dapat ditangani dan bersifat sementara, yang akan membaik atau sembuh dengan penurunan dosis atau pemberhentian terapi.[2]
Efek Samping Sistemik
Sakit kepala, alopecia, arthralgia, nyeri otot, insomnia dan hyperostosis dapat terjadi. Nyeri otot dan sendi dilaporkan pada sekitar 15% pasien dan bisa dikendalikan dengan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau aspirin jika dibutuhkan.[3,7]
Pemeriksaan untuk Monitoring Pengguna Isotretinoin
Terdapat hubungan potensial antara penggunaan isotretinoin dengan abnormalitas hasil laboratorium tertentu, termasuk hipertrigliseridemia, transaminitis, trombositopenia, dan leukopenia. Komplikasi sistemik yang lebih serius seperti pankreatitis akibat kondisi hipertrigliseridemia menyebabkan monitoring hasil laboratorium penting dilaksanakan. Selain tes kehamilan, tes profil lipid juga direkomendasikan berkala hingga efek isotretinoin yang diinginkan tercapai.[4,5]
Hiperlipidemia merupakan komplikasi yang umum dijumpai pada pengguna isotretinoin ini. Pengawasan nilai trigliserida dengan interval 2 bulan sebaiknya dilakukan pada pasien dengan kenaikan trigliserida level 1 atau 2 dari nilai dasar untuk mendeteksi kemungkinan risiko naik menjadi level 3.[6]
Konsensus Delphi memberikan panduan yang sederhana dan terstandarisasi tentang evaluasi laboratorium pada pasien yang mengonsumsi isotretinoin untuk kasus acne. Pasien yang sehat tanpa kelainan mendasar atau faktor risiko disarankan untuk periksa alanine aminotransferase (ALT) dan trigliserida sekali pada bulan awal penggunaan isotretinoin, dan periksa kedua kali pada dosis puncak.[7]
Pemeriksaan lain seperti darah lengkap, gamma-glutamyltransferase (GGT), bilirubin serum, protein total, albumin serum, LDL, HDL, dan C-reactive protein tidak secara rutin diperiksa. Tes fungsi hati dan profil lipid pada masa awal pengobatan dan setelah 2 bulan terapi dianggap cukup jika konteks klinis dan hasilnya tidak abnormal.[4,5,7]
Konsensus ini memberikan arahan yang jelas dalam pemeriksaan laboratorium yang diperlukan, sehingga mengurangi nyeri, rasa takut, dan ongkos pada pasien yang menggunakan isotretinoin untuk pengobatan acne.[4,5]
Penelitian terakhir di Korea memberikan rekomendasi pemeriksaan panel lipid dan fungsi hati sebelum dimulainya terapi isotretinoin, lalu 1 dan 2 bulan setelah terapi dimulai, lalu setiap 6 bulan setelahnya jika tidak ada abnormalitas, untuk menghemat ongkos. Namun, pemeriksaan lebih sering dibutuhkan jika ada riwayat keluarga yang berhubungan dengan efek samping (seperti hiperlipidemia) atau pasien memiliki faktor risiko spesifik, seperti obesitas, hepatitis virus, dan alkoholisme.[7]
Kesimpulan
Isotretinoin oral (13-cis-retinoic acid) merupakan metabolit vitamin A alami yang dipakai untuk terapi acne vulgaris. Untuk acne berat, terapi dimulai dari dosis 0.5 mg/kgBB/hari. Dosis lalu ditingkatkan menjadi 1 mg/kgBB/hari sesuai toleransi pasien. Dokter perlu mewaspadai dosis yang terlalu tinggi karena berisiko efek samping lebih tinggi. Pasien dengan acne yang sangat parah membutuhkan dosis awal lebih rendah baik dengan maupun tanpa kortikosteroid oral.
Dosis rendah intermiten (0.5 mg/kgBB/hari) untuk 1 minggu setiap 4 minggu selama 6 bulan bisa ditoleransi baik dan efektif untuk mengobati acne. Selain itu, terdapat juga regimen dosis rendah berupa dosis 20 mg tiap hari atau 20 mg tiap 2 hari, yang efektif untuk acne derajat sedang. Dosis rendah menurunkan frekuensi dan keparahan efek samping mukokutaneus serta menaikkan kepatuhan pasien.
Dalam penggunaan isotretinoin, dokter perlu mewaspadai beberapa efek samping yang mungkin terjadi, misalnya efek teratogenik, efek mukokutaneus, dan efek sistemik. Pasien yang menggunakan isotretinoin direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan tertentu secara berkala, misalnya tes kehamilan dan tes profil lipid.