Pendekatan diagnostik kelainan saraf fasialis unilateral dilakukan untuk membantu identifikasi etiologi dan menentukan penatalaksanaan yang tepat. Beberapa diagnosis banding untuk keadaan ini, seperti Bell’s palsy, stroke, dan tumor otak.
Memahami Anatomi Saraf Fasialis untuk Mendukung Diagnosis
Pemahaman mengenai anatomi dan fungsi saraf fasialis menjadi dasar dalam pemeriksaan klinis kelainan pada saraf kranial VII. Saraf fasialis memiliki fungsi motorik, sensorik, dan parasimpatik. Fungsi-fungsi ini mengatur gerakan volunter dan mimik wajah, pengecap dari dua pertiga anterior lidah, dan mengatur sekresi kelenjar parotis dan lakrimal.[1]
Perjalanan saraf fasialis meliputi 3 bagian utama yaitu intrakranial, intratemporal, dan ekstratemporal. Saraf fasialis keluar dari batang otak pada daerah serebelopontin dan masuk ke dalam kanal auditori interna pada tulang temporal. Di dalam kanal auditori interna terdapat beberapa segmen dari saraf fasialis yaitu segmen labirin, ganglion geniculatum, segmen timpani, dan segmen mastoid.
Pada bagian intratemporal, saraf fasialis bercabang menjadi:
- Nervus greater superficial petrosal yang mempersarafi kelenjar lakrimal dan fungsi pengecap dari palatum molle
- Nervus yang mempersarafi otot stapedius yang berfungsi meredam getaran suara
- Nervus yang mempersarafi korda timpani
- Nervus yang membawa serabut pengecap dari dua pertiga anterior dari lidah
- Serabut yang mengatur sekresi kelenjar sublingual dan submandibula[2]
Setelah keluar dari foramen stylomastoid, saraf fasialis menjadi bagian esktratemporal. Saraf tersebut bercabang menjadi serabut saraf yang mempersarafi otot digastrik dan stylohyoid.
Bagian utama dari saraf fasialis berada dalam kelenjar parotis yang kemudian bercabang menjadi frontozigomatik dan servikofasial pada pes anserinus. Setelah itu saraf bercabang kembali menjadi 5 cabang utama yaitu frontal, zigomatik, buccal, mandibular marginal, dan servikal yang seluruhnya mempersarafi otot-otot wajah.
Anatomi tersebut menjelaskan mengapa pada pada Bell’s palsy dan lesi perifer lain, terjadi keterlibatan dahi. Sedangkan pada lesi sentral tidak didapatkan karena dahi diinervasi oleh saraf kontralateral.[2]
Pemeriksaan Saraf Fasialis
Pemeriksaan klinis saraf fasialis terdiri dari pemeriksaan fisik umum dan neurologis khusus, seperti otoskopi, inspeksi kulit, dan kelenjar parotis. Observasi pada saat berbicara dengan pasien dapat memberikan informasi tambahan mengenai sisi saraf fasialis mana yang terpengaruh. Adanya vesikel pada sekitar telinga mengindikasikan kemungkinan herpes zoster.[3]
Pemeriksa kemudian juga harus menentukan jenis kelainan saraf fasialis apakah jenis sentral atau perifer. Pada jenis sentral, saat pasien diminta untuk mengerutkan dahinya, tidak didapatkan adanya asimetri karena terdapat persarafan bilateral dari kedua korteks. Pada gangguan di perifer, kelemahan ditemukan pada seluruh otot wajah pada sisi yang sama (ipsilateral).
Pada pasien dengan kelainan di sentral, pemeriksa juga sebaiknya memperkirakan apakah kelainan berasal dari area batang otak atau kortikal, yaitu:
- Pada kelainan batang otak, gejala dapat disertai adanya vertigo, ataksia, atau kelainan saraf kranialis ipsilateral dengan hemiparesis kontralateral
- Pada kelainan kortikal, gejala dapat disertai kelainan motorik dan atau sensorik pada ekstremitas sesisi dengan saraf fasialis yang terkena[4]
Pada kelainan saraf fasialis perifer, pemeriksaan kemudian dilanjutkan pada otot-otot wajah yang dipersarafi oleh saraf tersebut, dengan cara sebagai berikut:
- Minta pasien untuk menutup rapat kedua matanya dan observasi adanya asimetri dalam kemampuan menutup mata pasien atau keterlambatan saat mengedipkan mata
- Minta pasien untuk tersenyum dan observasi adanya asimetri
- Minta pasien untuk menggembungkan kedua pipi dan mencucukan bibir, observasi adanya asimetri[3]
Setelah itu periksa fungsi sensorik khusus saraf fasialis seperti adanya kelainan dalam sensasi sekitar wajah dan telinga, serta gangguan pengecapan pada dua pertiga anterior dari lidah. Refleks yang dimediasi oleh saraf fasialis juga diperiksa seperti refleks orbikularis.[3]
Tabel 1. Pendekatan Pemeriksaan Fisik pada Pasien dengan Kelainan Saraf Fasialis Unilateral
Pemeriksaan | Hal yang Dinilai |
Pada saat wawancara | Periksa simetri wajah, beri perhatian khusus pada kedipan mata, lekuk nasolabial, dan ujung bibir. |
Pemeriksaan secara umum | Periksa area leher dan wajah untuk mencari adanya benjolan dan kelainan kulit, otoskopi untuk melihat liang telinga dan membran timpani |
Periksa fungsi motorik | - Menaikkan kedua alis mata - Menutup rapat kedua mata - Tersenyum - Menggembungkan kedua pipi - Mencucukan bibir - Menunjukkan gigi atas dan bawah |
Periksa fungsi sensorik khusus | - Sensasi pada sekitar wajah dan telinga - Indra pengecap pada dua pertiga anterior lidah |
Periksa refleks saraf fasialis | Refleks orbikularis dengan mengetuk glabella dan melihat adanya asimetri dalam kedipan mata Fenomena Bell dengan memperhatikan adanya gerakan mata ke atas pada saat menutup mata kuat-kuat |
Sumber: dr. Andriani Putri Bestari, Sp.S, 2020[2–4]
Skala Modified House-Brackmann
Kelainan saraf fasialis dapat diperiksa derajat keparahannya. Skala yang banyak digunakan adalah skala modified House-Brackmann.
- Derajat I, yaitu semua fungsi wajah normal
- Derajat II (disfungsi ringan), yaitu kelemahan ringan yang tampak pada inspeksi dekat, sinkinesis ringan, simetri dan tonus normal pada kondisi istirahat, gerakan dahi yang cukup baik, dapat menutup mata rapat dengan usaha minimal, serta asimetri ringan pada mulut
- Derajat III (disfungsi sedang), yaitu kelemahan tampak jelas tetapi tidak tampak asimetri. Sinkinesis, kontraktur, dan atau spasme hemifasial jelas terlihat. Simetri dan tonus normal pada kondisi istirahat. Gerakan dahi asimetris ringan hingga sedang. Dapat menutup mata rapat dengan usaha signifikan. Asimetri ringan pada mulut dengan usaha maksimal
- Derajat IV (disfungsi sedang-berat), yaitu kelemahan tampak jelas dan menyebabkan asimetri wajah. Simetri dan tonus normal pada kondisi istirahat. Tidak ada gerakan dahi. Tidak dapat menutup mata rapat-rapat. Asimetri pada mulut dengan usaha maksimal
- Derajat V (disfungsi berat), yaitu tidak ada gerakan otot wajah yang jelas. Asimetri wajah pada kondisi istirahat. Tidak ada gerakan dahi. Tidak dapat menutup mata. Ada gerakan mulut ringan
- Derajat VI (paralisis total), yaitu tidak ada gerakan otot wajah sama sekali[5]
Sinkinesis merupakan kelainan kontraksi otot wajah pada saat gerakan wajah yang volunter. Sinkinesis sering kali disebabkan oleh reinervasi otot wajah yang aberan pasca cedera saraf fasialis. Sinkinesis dapat berupa penutupan mata yang involunter pada saat gerakan wajah bagian tengah seperti makan atau tersenyum yang dikenal dengan sinkinesis oro-okular, atau adanya gerakan bibir saat menutup mata yang dikenal dengan sinkinesis okulo-oral.[1]
Pemeriksaan Tambahan pada Kelainan Saraf Fasialis Unilateral
Diagnosis kasus kelainan saraf fasialis pada umumnya merupakan diagnosis klinis. Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh, pemeriksaan laboratorium dan pencitraan otak tidak diperlukan secara rutin. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut disarankan dilakukan jika terdapat red flags yang perlu diinvestigasi lebih lanjut.[6]
Pemeriksaan pencitraan, seperti CT scan kepala atau MRI dengan kontras, dapat digunakan pada kasus dengan kecurigaan neoplasma atau gangguan akibat lesi sentral. Pada kasus tanpa adanya perbaikan klinis setelah 4 bulan, pencitraan juga disarankan dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan pada kelenjar parotis, tulang temporal, dan otak.[6]
Pemeriksaan elektromiografi dan studi kecepatan hantar saraf pada saraf fasialis dapat memberikan informasi mengenai kondisi saraf yang terkena, yang kemudian dapat menentukan langkah terapi seperti medikamentosa atau pembedahan. Pemeriksaan elektrodiagnostik dapat memberikan informasi mengenai jumlah potensi aksi pada otot yang terkena, sehingga menggambarkan berapa banyak akson yang rusak.
Pada kasus dengan lebih dari 90% degenerasi akson, tindakan pembedahan untuk dekompresi dapat dipertimbangkan. Studi elektromiografi berguna secara klinis jika dilakukan dalam 2 minggu sejak onset gejala. Setelah 3 bulan gejala, tindakan elektromiografi jarum dapat dilakukan untuk memastikan adanya reinervasi yang merupakan indikator prognosis baik.[6]
Red Flag Kelainan Saraf Fasialis Unilateral
Terdapat beberapa red flags yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut pada kasus kelainan saraf fasialis unilateral. Red flags tersebut antara lain:
- Onset gejala yang perlahan
- Terdapat vertigo, gangguan pendengaran, tinnitus
- Tidak terdapat perbaikan setelah 3 bulan
- Kelainan saraf fasialis bilateral maupun keterlibatan saraf kranialis lainnya
- Kelemahan ekstremitas atau bulbar
- Otitis media
- Terdapat vesikel pada kanal auditori eksternal, membran timpani, atau orofaring
- Adenopati servikal
- Pembengkakan pada wajah atau lidah dengan fisura
- Terdapat kelainan pada kulit atau tanda lain dari penyakit Lyme atau tinggal pada daerah endemis
- Faktor risiko infeksi HIV
- Kanker kulit wajah atau kanker sistemik[7]
Apabila terdapat red flags tersebut, beberapa sindrom dengan gejala kelainan saraf fasialis unilateral perlu dipertimbangkan. Misalnya, sindrom Ramsay-Hunt yang disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster yang melibatkan saraf fasialis dengan lesi herpes ipsilateral pada telinga, dua pertiga anterior lidah, atau pada palatum durum. Vesikel dapat muncul setelah terdapat kelemahan pada wajah dan seringkali disertai nyeri pada telinga atau area retroorbita.[8]
Sindrom Melkersson-Rosenthal terdiri dari gejala kelemahan saraf fasialis unilateral, edema orofasial, dan adanya fisura pada lidah. Pada sindrom ini, kelemahan saraf fasialis terjadi berulang kali. Pada biopsi daerah yang edema, dapat ditemukan adanya granuloma.
Kelemahan saraf fasialis bilateral dapat terjadi pada sindrom Guillain-Barre dan dapat disertai adanya parestesi pada ekstremitas distal. Pada myasthenia gravis, kelemahan otot-otot wajah dapat disertai dengan ptosis.[8]
Etiologi dan Diagnosis Banding Kelainan Saraf Fasialis Unilateral
Kelainan saraf fasialis unilateral memiliki banyak diagnosis banding dan etiologi, seperti Bell’s palsy, stroke, abses otak, meningitis, tumor otak, dan cedera otak traumatik. Hampir 50% kasus kelainan saraf fasialis unilateral merupakan kasus Bell’s palsy, yaitu kelainan saraf fasialis unilateral idiopatik dengan onset spontan, disertai hasil pemeriksaan neurologi dan sistemik lain dalam batas normal. Diagnosis Bell’s palsy merupakan diagnosis eksklusi setelah kemungkinan diagnosis lainnya disingkirkan.[7]
Tabel 2. Diagnosis Banding dan Etiologi Kelainan Saraf Fasialis Unilateral
Diagnosis Banding | |
Lesi parenkim pada pons | - Multiple sclerosis - Stroke - Neoplasma |
Kongenital | - Sindrom Moebius - Trauma penggunaan forceps |
Trauma | - Post operasi atau iatrogenik |
Neoplasma ekstraaksial | - Schwannoma - Neuroma - Meningioma - Metastasis - Kolesteatoma - Invasi perineural |
Meningitis | - Bakterial (termasuk tetanus) - Viral (HIV, Zika, Epstein-Barr, Polio) - Jamur - Mikobakterium (tuberculosis, lepra) - Spiroset (sifilis, penyakit Lyme) |
Infeksi nonmeningitis, inflamasi, atau infiltratif | - Zoster (sindrom Ramsay-Hunt) - Sindrom Guillain-Barre - Chronic inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy - Osteomielitis dasar tengkorak - Otitis media - Amyloidosis - Granulomatosis dengan poliangiitis - Poliarteritis nodosa |
Miopati atau kelainan neuromuscular | - Distrofi muskular fasioskapulohumeral - Distrofi okulofaringeal - Distrofi miotonik - Miastenia gravis |
Lain-lain | - Hipertensi intrakranial idiopatik - Sindrom Melkersson-Rosenthal - Ensefalopati Wernicke - Konsumsi etilen glikol |
Sumber: dr. Andriani Putri Bestari, Sp.S, 2020[2–4]
Kesimpulan
Pendekatan diagnostik kelainan saraf fasialis unilateral dilakukan berdasarkan pemeriksaan seluruh fungsi dari saraf tersebut, termasuk fungsi motorik pada otot wajah, sensorik khusus pada lidah, dan juga refleks yang dimediasi oleh saraf fasialis.
Pemeriksaan penunjang seperti CT scan kepala dan MRI otak tidak rutin dilakukan, dan dipilih sesuai indikasi atau adanya red flags. Mengetahui cara membedakan lesi perifer dari sentral sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan mengarahkan kecurigaan ketika terindikasi penyebab lain yang lebih langka.
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli