Tuli mendadak adalah suatu kondisi gangguan pendengaran yang terjadi pada satu atau kedua telinga, yang bersifat progresif dan subjektif dalam 72 jam. Keluhan tuli mendadak sering menyertai kelainan atau penyakit, sehingga strategi pendekatan yang tepat dan efektif penting untuk dilakukan. Komponen penilaian klinis yang perlu dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis membutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang tepat.[1-4]
Berdasarkan data WHO, sebanyak 360 juta orang menderita gangguan pendengaran di seluruh dunia, dengan insidensi 5-20 penderita per 100.000 penduduk. Kondisi ini dapat dialami oleh semua usia, dengan predileksi lansia yang berusia lebih dari 65 tahun.[2-4]
Anamnesis
Pada anamnesis penting ditanyakan profil demografi penderita, terutama usia. Hal ini terkait dengan etiologi tuli mendadak yang berbeda-beda tergantung dari usia penderita. Selain demografi, informasi terkait keluhan tuli mendadak juga harus digali lebih lanjut, antara lain:
- Onset gejala dan lama keluhan tersebut berlangsung
- Frekuensi timbulnya gejala
- Faktor yang dapat menstimulasi atau memperberat keluhan
- Derajat keparahan
- Lateralitas
- Riwayat pendengaran sebelum kondisi tersebut
- Persistensi gangguan pendengaran [1,3,5]
Penderita dengan keluhan penurunan pendengaran mendadak juga seringkali disertai keluhan lain, yaitu tinnitus, demam, otalgia, vertigo, otorrhea, dan gejala sistemik. Selain itu, bila ada keluhan gejala neurologis lain maka perlu dicurigai keterlibatan sistem saraf pusat. Defisit neurologis yang bisa terjadi misalnya kelemahan nervus fasialis, disartria, diplopia, hemiataksia, dan nyeri kepala.[1,5]
Riwayat penyakit yang perlu ditanyakan saat anamnesis di antaranya riwayat trauma kepala, infeksi saluran napas atas, serta riwayat penyakit sebelumnya yang kemungkinan memiliki gambaran serupa atau memiliki keterkaitan dengan keluhan saat ini. Riwayat penyakit pada keluarga, terutama dengan onset usia muda, dapat menjadi petunjuk kemungkinan genetik sebagai etiologi penyakit.[1,3-5]
Salah satu penyebab tuli mendadak adalah penggunaan obat ototoksik, karena itu perlu juga ditanyakan riwayat penggunaan obat ototoksik, seperti aminoglikosida (amikacin, gentamicin, neomycin, streptomycin), cisplatin, furosemide, dan quinine.[1,3-5]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada penderita tuli mendadak bertujuan untuk memastikan kondisi tuli atau penurunan pendengaran, dan membedakan jenis tuli yang dialami apakah konduktif atau sensorineural. Pemeriksaan fisik telinga termasuk otoskopy, tes bisik, pemeriksaan garpu tala.[1,5]
Otoskop
Inspeksi kanal telinga dan visualisasi membrana timpani dilakukan dengan menggunakan otoskop. Penderita tuli konduksi umumnya akan menunjukkan abnormalitas pada pemeriksaan ini, sedangkan hasil pemeriksaan yang normal menunjukkan penderita tuli sensorineural. Adanya serumen dapat menghambat proses visualisasi melalui otoskop, sehingga evakuasi penting dilakukan.[1,5]
Pemeriksaan Garpu Tala
Membedakan tuli konduksi dan sensorineural juga dapat melalui pemeriksaan garpu tala dengan metode Rinne dan Weber. Pemeriksaan ini murah, mudah, akurat sehingga dapat dilakukan dimana saja, termasuk di fasilitas kesehatan primer yang tidak tersedia alat audiometri. Pemeriksaan Rinne maupun Weber menggunakan garpu tala dengan frekuensi 256 atau 512 Hz. Namun penelitian menunjukkan bahwa garpu tala 512 Hz memberikan hasil false positive yang lebih rendah.[1,5,6]
Tes Bisik (Whispered Voice Test)
Penilaian awal tingkat keparahan penurunan pendengaran penderita dapat dilakukan melalui tes bisik. Pada pemeriksaan ini, penderita dibisikkan suara pada jarak 60 cm. Jika tidak dapat mendengar, kemungkinan penderita mengalami penurunan pendengaran dengan frekuensi > 30 dB. Pemeriksaan ini memiliki tingkat sensitivitas kurang lebih 95%.[5]
Uji Keseimbangan dan Neurologis
Tak jarang penderita dengan keluhan tuli mendadak juga datang dengan keluhan neurologis, vertigo, maupun keluhan terkait keseimbangan. Beberapa pemeriksaan neurologis dan uji keseimbangan dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan etiologi dari penyakit vestibular dan neurologis. Pemeriksaan mencakup tes Romberg, pemeriksaan serebelum, pemeriksaan nervus kranialis, dan stepping test.[5]
Pemeriksaan Penunjang
Hasil temuan yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik akan dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang. Selain membantu menegakkan diagnosis, pemeriksaan penunjang juga bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis banding penderita.
Audiometri
Pemeriksaan audiometri merupakan pemeriksaan penting yang digunakan untuk menentukan jenis tuli mendadak yang dialami. Penderita mengalami tuli mendadak jenis sensorineural apabila frekuensi hilangnya pendengaran > 30dB pada 3 frekuensi berturut-turut. Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara serial untuk mengetahui progresivitas penyakit. Selain pure tone audiometry, audiometry jenis speech dapat digunakan untuk menilai defisit fungsional penderita.[1,2,5]
Pemeriksaan Pencitraan
Pemeriksaan MRI otak dapat digunakan untuk mengevaluasi kelainan retrokoklear, yang terdiri dari saraf vestibulokoklear, batang otak, dan otak. Peranan MRI mulai menggantikan CT-scan karena memiliki akurasi yang baik dan tidak mengandung radiasi. Pemeriksaan ini berguna apabila terdapat keganasan, seperti schwannoma yang ditunjukkan dengan gejala tuli mendadak unilateral.[1,5]
Pemeriksaan CT-scan kepala bukan merupakan pemeriksaan rutin yang digunakan pada kasus tuli mendadak, mengingat risiko radiasi dan efek samping lain terkait kontras yang diberikan secara intravena. Pemeriksaan ini diindikasikan pada penderita yang memiliki komorbid kelainan tulang, seperti displasia atau metastasis kanker ke tulang. CT-scan juga merupakan alternatif pada penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan MRI karena menggunakan pacemaker, menderita klaustrofobia, atau alasan biaya.[1,5]
Auditory Brainstem Response (ABR)
ABR adalah pemeriksaan yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya lesi di retrokoklea, dan mengevaluasi integritas jalur auditori, dengan mengukur respon fisiologis terhadap suara yang diberikan. Analisis hasil dilakukan terhadap amplitudo dan latensi gelombang. Pemeriksaan ini biasa dilakukan pada lansia yang memiliki kemungkinan menderita keganasan, karena pemeriksan sensitif terhadap schwannoma yang berukuran lebih dari 1 cm.[1,7]
Pertimbangan Diagnosis
Salah satu faktor dalam menegakkan diagnosis tuli mendadak adalah jenis penurunan pendengaran dan faktor usia.
Penurunan Pendengaran Tipe Konduktif
Penurunan pendengaran tipe konduktif dapat disebabkan oleh kelainan sebagai berikut:
- Gangguan di kanal telinga, seperti adanya serumen atau benda asing
- Gangguan membran timpani, seperti perforasi membran timpani, atau hemotimpanum karena trauma tulang temporal
- Gangguan pada tulang pendengaran, seperti otosklerosis atau kolesteatoma
- Infeksi telinga, termasuk otitis eksterna atau otitis media[2]
Penurunan Pendengaran Tipe Sensorineural
Tuli mendadak jenis sensorineural pada usia dewasa umumnya bersifat idiopatik, namun dapat pula disebabkan oleh kondisi infeksi (meningitis, HIV, sifilis, labirinitis), autoimun, trauma tulang temporal, lesi retrokoklea, stroke, dan obat-obatan yang bersifat ototoksik.[1,2,5]
Penurunan pendengaran yang terjadi secara fluktuatif paling banyak disebabkan oleh penyakit Meniere, terutama bila terjadi unilateral dan disertai tinitus, serta gejala vestibular lainnya seperti vertigo. Sedangkan pada kasus autoimun, keluhan biasanya terjadi bilateral, misalnya sindrom Cogan dan sindrom hiperviskositas.[1,2,8]
Obstruksi di anterior inferior cerebellar artery (AICA) akan menyebabkan stroke dengan gejala otovestibuler. Tuli mendadak bilateral kadang menjadi gejala awal stroke di AICA, apabila sumbatan terjadi di pembuluh vertebrobasilar.[1,2]
Kondisi tuli mendadak jarang ditemukan pada anak-anak. Sebagian besar anak yang mengalami hal tersebut bersifat idiopatik, atau disebabkan oleh infeksi, seperti otitis media akut, meningitis dan Epstein-Barr virus (EBV).[1,3]
Tabel 1. Kondisi Terkait Tuli Mendadak Jenis Sensorineural
Penyebab | Temuan Klinis |
Meniere’s Disease | Gangguan pendengaran yang fluktuatif, tinnitus, gejala vestibular (vertigo) |
Neoplasma, seperti schwannoma | Abnormalitas pada gambaran MRI |
Sindrom oklusi arteri anterior inferior serebelum (AICA syndrome) | Gambaran sindrom Horner, diplopia, paresis dan disestesia fasialis, disartria, ataksia, mual, muntah, berkurangnya sensasi nyeri dan suhu kontralateral |
Meningitis | Tuli bersifat bilateral disertai nyeri kepala, demam, dan defisit saraf kranial |
Sindrom Cogan | Keratitis kornea dan vertigo |
Sindrom hiperviskositas | Retinopati disertai dengan perdarahan mukosa membran dan gejala pulmonal maupun neurologis |
Lyme Disease | Eritema chronicum migrans dan abnormalitas CSF |
Kondisi terkait penggunaan obat ototoksik | Gangguan terkait vestibular, oscillopsia, dan riwayat penggunaan obat ototoksik |
Trauma | Riwayat trauma, abnormalitas pada CT-scan / MRI |
Sumber: dr. Giovanni Gilberta, 2019.[1,2]
Kesimpulan
Kasus tuli mendadak memerlukan pendekatan diagnosis yang tepat, melalui anamnesis yang terarah, pemeriksaan fisik yang menyeluruh, serta pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakan diagnosis. Pertimbangan diagnosis diferensial tuli mendadak umumnya tergantung dari usia penderita, jenis tuli yang dialami, dan temuan klinis. Penegakan diagnosis yang akurat akan membantu penderita mendapatkan tatalaksana yang tepat sehingga fungsi pendengaran dan outcome rehabilitatif menjadi lebih baik.