Pedoman Tata Laksana Presbikusis – Ulasan Guideline Terkini

Oleh :
dr. Nurul Falah

Pedoman penanganan presbikusis atau age-related hearing loss dipublikasikan oleh American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Foundation (AAO-HNSF) pada tahun 2024. Pedoman ini menekankan pentingnya deteksi dini karena presbikusis yang tidak ditangani dapat menyebabkan dampak negatif signifikan terhadap komunikasi, keselamatan, fungsi, kognisi, dan kualitas hidup secara keseluruhan.

Pedoman ini merekomendasikan untuk mulai melakukan skrining presbikusis sejak usia 50 tahun. Jika skrining mengindikasikan adanya presbikusis, maka perlu dilakukan penilaian audiologi lanjutan dengan otoskopi maupun pemeriksaan lain.[1]

Pedoman Tata Laksana Presbikusis

Tabel 1. Tentang Pedoman Klinis Ini

Penyakit Presbikusis
Tipe Penatalaksanaan
Yang Merumuskan American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Foundation (AAO-HNSF)
Tahun 2024
Negara Asal Amerika Serikat
Dokter Sasaran Spesialis Telinga Hidung Tenggorok dan Dokter Umum

Penentuan Tingkat Bukti

Penentuan tingkat bukti dilakukan melalui penyaringan literatur dari berbagai basis, termasuk AHRQ EPC Reports, Biosis Citation Index, Cochrane Database of Systematic Reviews, dan Google Scholar. Selanjutnya dilakukan evaluasi dan pengambilan keputusan berbasis konsensus oleh 18 anggota panelis guidelines development group (GDG).

Langkah awal melibatkan pengembangan pertanyaan klinis berbasis PICO (Population, Intervention, Comparator, Outcome) yang dirumuskan oleh panelis. Pertanyaan ini menjadi dasar untuk pencarian sistematis literatur, yang kemudian ditinjau oleh tim GDG untuk mengevaluasi relevansi, melakukan ekstraksi data, dan menilai risiko bias.[1]

Rekomendasi Utama untuk Diterapkan dalam Praktik Klinis Anda

Pedoman ini memberikan beberapa rekomendasi dalam penanganan presbikusis, antara lain:

  • Skrining gangguan pendengaran sebaiknya mulai dilakukan pada pasien berusia 50 tahun ke atas.
  • Jika hasil skrining mengindikasikan adanya gangguan pendengaran, lakukan pemeriksaan liang telinga dan membran timpani dengan otoskop, atau rujuk pasien ke dokter spesialis untuk menjalani audiogram atau penanganan lebih lanjut jika dijumpai adanya impaksi serumen, infeksi, atau abnormalitas lain.
  • Jika hasil skrining mengindikasikan adanya gangguan pendengaran, dokter dianjurkan mengidentifikasi faktor sosiodemografi dan preferensi pasien untuk menentukan akses ke pusat pelayanan kesehatan pendengaran.
  • Lakukan edukasi dan konseling pada pasien dan keluarga terkait kondisinya serta dampaknya pada komunikasi, keamanan, serta cara meningkatkan kualitas hidup.
  • Jika pasien mengalami presbikusis, tawarkan dan rujuk untuk amplifikasi pendengaran, misalnya dengan implan koklea.
  • Setelah 1 tahun, lakukan penilaian mengenai apakah tujuan komunikasi pada pasien telah tercapai dan apakah ada perbaikan dalam kualitas hidup.
  • Pemeriksaan pendengaran ulang dilakukan setidaknya setiap 3 tahun sekali pada pasien dengan gangguan pendengaran atau yang memiliki risiko mengalami gangguan pendengaran.[1]

Perbandingan dengan Pedoman Klinis di Indonesia

Sampai saat ini, belum ada pedoman tata laksana khusus presbikusis di Indonesia, sehingga adaptasi terhadap pedoman internasional seperti yang dirilis AAO-HNSF bisa menjadi acuan di praktik. Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (PERHATI-KL) memang telah merilis clinical pathways untuk tata laksana tuli sensorineural dan presbikusis sebagai acuan umum, tetapi isinya bukan merupakan rekomendasi manajemen spesifik.[2]

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sendiri telah mengeluarkan pedoman untuk presbikusis, tetapi pedoman tersebut lebih berfokus pada promosi kesehatan. Promosi Kesehatan dilakukan dengan Kampanye DENGAR, yakni:

  • Deteksi dini: Deteksi ini dapat dilaksanakan pada posbindu
  • Ejakan: Ejakan lima kata
  • Nilai: Nilai hasil pemeriksaan
  • Gunakan: Gunakan kata-kata yang dimulai dengan huruf F, S, dan Th.
  • Atur jarak: Atur jarak pemeriksaan yang dimulai dari 6 meter, 3 meter, dan 1 meter.
  • Rujuk: Merujuk klien ke FKTP terdekat bila ada gangguan saat dilakukan test suara.[3]

Kesimpulan

Pada tahun 2024, American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Foundation (AAO-HNSF) mengeluarkan pedoman klinis tata laksana presbikusis atau age-related hearing loss (ARHL). Rekomendasi utama dalam pedoman ini adalah:

  • Skrining presbikusis perlu dilakukan mulai dari usia 50 tahun.
  • Jika dicurigai adanya gangguan pendengaran, lakukan otoskopi untuk mengevaluasi liang telinga dan membrane timpani, atau rujuk pasien untuk menjalani audiogram jika perlu.
  • Jika pasien mengalami presbikusis, lakukan edukasi, konseling, serta rujuk untuk menjalani amplifikasi pendengaran, misalnya dengan implan koklea
  • Evaluasi mengenai apakah tujuan komunikasi pada pasien telah tercapai dan apakah ada perbaikan dalam kualitas hidup perlu dilakukan setelah 1 tahun.
  • Evaluasi fungsi pendengaran perlu dilakukan setiap 3 tahun sekali.

Referensi