Kemampuan antiseptik povidone-iodine dalam mencegah penyebaran patogen oportunistik berperan untuk menjaga kesehatan area kewanitaan. Povidone-iodine (PVP-I) memiliki spektrum antimikroba yang luas dan aktif melawan sejumlah besar agen mikroorganisme seperti jamur dan strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik.[1,2]
Agen antiseptik ini terdiri dari kompleks povidone, hidrogen iodida, dan unsur yodium dengan formulasi umum berupa larutan PVP-I 10% yang mengandung 1% yodium. Povidone-iodine (PVP-I) sering menjadi pilihan utama dalam penatalaksanaan luka dengan kolonisasi dan infeksi.[1-3]
Vaginal Discharge Indikasi Infeksi pada Vagina dan Penatalaksanaannya
Vaginal discharge atau keputihan merupakan keluhan yang umum terjadi pada perempuan di semua kelompok umur terutama pada usia reproduksi. Vaginal discharge pada perempuan dapat bersifat normal (fisiologis) maupun abnormal (patologis).[4,5]
Vaginal discharge yang abnormal dapat disertai dengan rasa gatal (pruritus) dan iritasi pada vulva yang mengindikasikan adanya infeksi pada vulva dan vagina. Terdapat tiga penyebab utama infeksi yang menyebabkan terjadinya vaginal discharge yang abnormal yaitu bakterial vaginosis, kandidiasis, dan trikomoniasis.[4-6]
Vaginal Discharge Fisiologis
Vaginal discharge yang fisiologis atau normal adalah keputihan yang berwarna bening atau putih, tidak mengganggu (tidak disertai dengan rasa gatal, panas, ataupun nyeri), dan tidak berbau, dengan konsistensi discharge yang dapat berubah seiring waktu.[5,7]
Konsistensi dari discharge vagina yang fisiologis dapat bersifat kental dan lengket selama sebagian besar siklus menstruasi, namun menjadi lebih bening, basah, dan elastis dalam waktu singkat sekitar periode waktu ovulasi.[5,7]
Selama kehamilan, ataupun pada penggunaan kontrasepsi dan rangsangan seksual, discharge vagina yang normal bersifat bening akan keluar dengan volume yang lebih banyak. Namun, volumenya akan berkurang saat periode menopause karena turunnya kadar estrogen.[5,8,9]
Vaginal Discharge Patologis
Vaginal discharge yang patologis atau abnormal ditandai dengan perubahan warna, konsistensi, volume, dan/atau bau dan sering disertai dengan ketidaknyamanan, rasa gatal, nyeri, disuria, dispareunia nyeri panggul, perdarahan tidak teratur atau perdarahan intermenstruasi maupun postcoital bleeding.[5,7,10]
Vaginal discharge yang patologis umumnya mengindikasikan adanya infeksi pada vagina. Infeksi penyebab vaginal discharge yang paling sering ditemukan oleh klinisi adalah bakterial vaginosis (40% hingga 50% kasus), kandidiasis vulvovaginal (20% hingga 25% kasus), dan trikomoniasis (15% hingga 20%) dengan ciri khas keputihan dan gejala masing-masing yang berbeda.[5-7]
Bakterial Vaginosis:
Bakterial vaginosis ditandai dengan vaginal discharge berwarna putih keabu-abuan berbau amis dengan lapisan tipis yang bersifat homogen pada dinding vagina dan vulva. Biasanya pada infeksi bakterial vaginosis tidak terdapat gejala nyeri maupun tanda inflamasi pada vagina atau vulva, kecuali ada keterkaitan dengan kandidiasis.[5,7,11]
Kandidiasis vulvovaginal:
Kandidiasis vulvovaginal ditandai dengan keluarnya cairan atau vaginal discharge yang tidak berbau, berwarna putih dadih, dan memiliki konsistensi yang kental. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya eritema, fisura vagina dan/atau edema, serta ekskoriasi pada vulva akibat adanya gejala pruritus (gatal) yang dirasakan oleh pasien.[5-7]
Trikomoniasis:
Trikomoniasis ditandai dengan keluarnya cairan vagina berwarna kuning kehijauan, berbusa, dan berbau amis. Tanda inflamasi pada vulva dan vagina juga dapat ditemukan, serta gambaran seperti stroberi pada serviks yang dapat terlihat pada pemeriksaan pelvis.[5-7]
Tabel 1. Etiologi, Manifestasi Klinis, dan Penatalaksanaan Farmakologi pada Vaginal Discharge Patologis
Sumber: dr. Eva Naomi, 2024[5,7,10,23]
Faktor Risiko Masalah Kesehatan pada Vulva dan Vagina
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya masalah kesehatan pada vulva dan vagina adalah personal hygiene yang buruk, penggunaan produk yang menyebabkan iritasi pada vulva dan vagina, konsumsi obat-obatan tertentu dan penggunaan kontrasepsi, perokok, dan menopause.[4,8,9]
Personal Hygiene
Personal hygiene yang buruk seperti kurang menjaga kebersihan vulva, membilas vulva dari belakang ke depan, dan penggunaan celana dalam yang ketat serta lembab dapat menyebabkan bakteri berkembang biak sehingga menyebabkan ketidakseimbangan mikrobiota pada vagina yang memicu terjadinya infeksi pada vagina.[4,7,11,12]
Personal hygiene yang buruk terutama pada masa menstruasi memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menimbulkan terjadinya infeksi bakteri maupun jamur pada vagina akibat kondisi kelembapan dan pH yang meningkat dari kondisi normal.[5,6,10,12]
Penggunaan Produk yang Iritatif
Penggunaan produk yang iritatif dapat menyebabkan terjadinya iritasi atau alergi pada vulva dan vagina, seperti produk semprotan, douche vagina, spermisida, sabun wangi, deterjen, atau pelembut kain.[6,13]
Douche vagina tidak direkomendasikan untuk digunakan sebagai produk pembersih harian untuk vagina karena dapat menyebabkan masalah kesehatan tertentu. Douching vagina secara teratur dapat mengubah keseimbangan kimiawi dan mikrobiota vagina sehingga menyebabkan kerentanan yang lebih tinggi terhadap infeksi.[12-14]
Konsumsi Obat-Obatan
Mengkonsumsi obat-obatan seperti obat kortikosteroid dan antibiotik merubah mikrobiota normal, sehingga dapat meningkatkan risiko kerentanan infeksi vagina dan timbulnya discharge vaginal yang abnormal.[6,7,11]
Penggunaan Kontrasepsi Hormonal
Bukti yang tersedia terkait penggunaan kontrasepsi hormonal, khususnya pil KB, bertentangan dan tidak ada konsensus yang jelas. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan infeksi kandida, sedangkan penelitian lainnya tidak menunjukkan adanya peningkatan infeksi.[15]
Perokok
Rokok memiliki kandungan benzo (a) pyrene diol epoxide (BPDE) dalam jumlah minimal serta efek estrogenik yang dapat merusak Lactobacillus spp sehingga meningkatkan risiko terjadinya bakterial vaginosis.[5,11,16]
Menopause
Pada menopause terjadi penurunan produksi hormon reproduksi terutama estrogen dan progesterone. Estrogen dan progesterone mendorong pertumbuhan organisme sehat di vagina, sehingga menurunkan risiko infeksi vagina dan potensi iritasi pada vulva. Ketika kadar hormon menurun selama menopause, organisme patogen seperti bakteri dan jamur tertentu akan lebih mudah berkembang biak di dalam vagina.[6,9,11]
Menstruasi dan Risiko Terjadinya Iritasi dan Infeksi pada Genitalia
Selama masa menstruasi, sejumlah besar darah menstruasi mengalir melalui vagina dan diserap ke dalam tampon atau pembalut yang seringkali menyebabkan keadaan sekitar vagina menjadi lebih lembab dan meningkatkan kolonisasi mikroorganisme.[6,11]
Darah menstruasi yang bersifat sedikit basa juga dapat menyebabkan peningkatan pH vagina dari ketentuan pH vagina normal yaitu 3.8–4.5. Peningkatan pH pada vagina (pH >4.5) dapat menyebabkan terjadinya peningkatan pertumbuhan jamur serta shifting dari mikrobiota vagina yang dapat meningkatkan risiko iritasi dan infeksi pada vagina.[8,10,17]
Shifting mikrobiota vagina pada menstruasi adalah penurunan Lactobacillus spp yang merupakan bakteri yang mendominasi vagina sehat yang juga disertai dengan peningkatan patogen anaerobik seperti L.iners, G.vaginalis, P.bivia, dan A.vaginae.[8,10,17]
Penurunan Lactobacillus spp pada periode menstruasi juga mengurangi aktivitas asam laktat sehingga meningkatkan potensi infeksi pada vagina. Sejumlah penelitian juga telah mengevaluasi bahwa menstruasi memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap stabilitas ekosistem vagina di mana terjadi shifting mikrobiota normal yang paling dominan terjadi dalam 9 hari pertama pada siklus menstruasi pada sekitar 71% perempuan usia produktif.[8,10]
Beberapa studi lainnya dengan subjek penelitian yang lebih luas juga melaporkan bahwa jumlah total bakteri pada vagina tidak berubah sepanjang siklus menstruasi, namun variasi organisme ditemukan lebih banyak terdapat selama menstruasi dibandingkan periode lainnya.[8,10,17]
Tindakan Preventif untuk Mengurangi Infeksi pada Vulva Saat Menstruasi
Beberapa tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk mengurangi potensi iritasi dan infeksi genitalia pada masa menstruasi adalah mengganti pembalut secara teratur setiap 4-8 jam sekali, menghindari penggunaan celana ketat, dan membersihkan vulva dengan cara yang benar yaitu membasuh dari arah depan ke belakang untuk mencegah berpindahnya bakteri dari anus ke alat genitalia.[6,11,12,18]
Tindakan douching pada vagina saat menstruasi sebaiknya dihindari karena tindakan menyemprot atau memasukkan cairan apapun ke dalam vagina saat menstruasi dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi pada vagina.[6,11-13]
Tindakan douching vagina akan mengganggu keseimbangan kimiawi dan keseimbangan mikrobiota alami pada vagina melalui stimulasi pertumbuhan bakteri patogen yang memicu terjadinya iritasi, inflamasi, dan infeksi.[6,13]
Beberapa studi penelitian menemukan bahwa perempuan yang berhenti melakukan douching vagina secara rutin memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk menderita bakterial vaginosis.[6,11-13]
Tindakan membersihkan area genitalia selama periode menstruasi dapat dilakukan menggunakan pembersih khusus area eksternal genitalia (vulva) yang mengandung povidone-iodine (PVP-I). Penggunaan pembersih ini adalah untuk melindungi area eksternal genitalia dari mikroorganisme umum yang dapat menyebabkan iritasi serta rasa gatal yang dapat mengindikasikan adanya infeksi.[19]
Perlu dipastikan bahwa penggunaan cairan pembersih area eksternal genitalia yang mengandung povidone-iodine (PVP-I) pada periode menstruasi harus sesuai dengan ketentuan aturan pakai dan apabila diperlukan lakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter, terutama apabila terdapat rencana program kehamilan maupun riwayat alergi pada penggunaan obat atau bahan kimia tertentu.[6,11-13,19-20]
Efektivitas Povidone-Iodine Sebagai Antiseptik untuk Menjaga Kesehatan Vagina
Povidone-iodine (PVP-I) memiliki spektrum aksi yang luas terhadap bakteri Gram-positif, termasuk strain Lactobacillus spp., Gram-negatif, bakteri, spora bakteri, virus, protozoa, serta jamur. PVP-I sering digunakan sebagai antiseptik untuk preventif infeksi sebelum pembedahan dan diagnostik prosedur obstetri-ginekologi.[1,4,6]
Dampak Povidone-iodine pada Mikrobiota Vagina
Penggunaan povidone-iodine mempengaruhi keseimbangan mikrobiota vagina di mana terdapat shifting mikrobiota yang tidak terlalu signifikan. Sebuah studi melaporkan bahwa setelah penggunaan PVP-I, kolonisasi Lactobacilli mengalami peningkatan secara signifikan.[8,10,17]
Peningkatan kembali kolonisasi Lactobacilli setelah penggunaan PVP-I menyebabkan terjadinya kembali keseimbangan pH vagina dengan menormalisasi ekosistem vagina menjadi fisiologis.[10,17,21]
Studi klinis lainnya juga telah melaporkan bahwa PVP-I terutama yang diaplikasikan secara douching pada vagina berdampak mengurangi jumlah mikrobiota normal, namun mikrobiota normal dapat berkolonisasi kembali dalam waktu 30–120 menit, yang menandakan bahwa PVP-I dapat mendukung kolonisasi mikrobiota normal.[10,14,17]
Efikasi dan Efektivitas Povidone-iodine sebagai Antiseptik pada Vagina
Penggunaan berbagai sediaan povidone-iodine sebagai antiseptik pada vagina telah dinilai efikasi dan efektivitasnya dalam beberapa studi.
Efikasi Povidone-iodine Secara In Vitro
Eng Lee et al. melakukan studi penelitian untuk mengevaluasi perbandingan efikasi in-vitro dan onset kerja berbagai formulasi bahan antiseptik yang umum digunakan termasuk povidone-iodine (PVP-I).[22]
Metode pada studi penelitian ini adalah membandingkan efikasi antimikroba secara in-vitro dari berbagai bahan antiseptik termasuk PVP-I dengan sediaan cairan dan larutan yang digunakan sebagai antisepsis kulit, luka, vagina, dan oral.[22]
Panel organisme yang diuji pada studi penelitian ini termasuk patogen bakteri penyebab vaginitis, jamur, serta dua enterovirus (Coxsackievirus A16 [CA16] dan Enterovirus 71 [EV71]).[22]
Hasil dari studi penelitian ini menunjukkan bahwa PVP-I memiliki efikasi antimikroba yang signifikan secara in-vitro yaitu >99.99% kill rate terhadap mikroba yang dapat menyebabkan vaginitis dengan onset kerja yang cepat 30–60 detik.[22]
Efektivitas Suppositoria Povidone-iodine
Wewalka et al. melakukan studi uji klinis prospektif acak untuk menganalisa efikasi vaginal suppositoria atau pessary povidone-iodine (PVP-I) untuk pengobatan bakterial vaginosis bila dibandingkan dengan kapsul yang mengandung Lactobacillus. Hasil dari studi uji klinis ini menunjukkan adanya perbaikan parameter klinis pada kedua kelompok uji.[23]
Namun, kelompok penerima PVP-I 10% mengalami perbaikan gejala dan keluhan yang lebih signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa PVP-I 10% terbukti lebih efektif bila dibandingkan dengan kapsul Lactobacillus dalam mengurangi infeksi. Pada studi klinis ini juga dilaporkan bahwa Lactobacillus pada vagina berkolonisasi kembali dengan cepat setelah pengobatan dengan antiseptik PVP-I 10%.[23]
Efektivitas Cairan Povidone-iodine sebagai Antiseptik Praoperasi
Studi mengenai irigasi vagina menggunakan cairan povidone-iodine sebagai antiseptik praoperasi saat ini menunjukkan hasil yang bervariasi. Pada pasien yang menerima antiseptik praoperasi, penggunaan povidone-iodine dikaitkan dengan tingkat morbiditas infeksi pascaoperasi yang lebih rendah ketika dibandingkan dengan chlorhexidine, tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan ketika dibandingkan dengan penggunaan distilled water. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memastikan hasil-hasil ini.[24,25]
Kesimpulan
Povidone-iodine (PVP-I) merupakan agen antiseptik dengan formulasi umum yang berupa larutan PVP-I 10% yang mengandung 1%yodium. Povidone-iodine dapat digunakan sebagai cairan pembersih khusus pada area eksternal genitalia wanita.
Penelitian telah menunjukkan beberapa indikasi povidone-iodine dalam pengobatan atau pencegahan infeksi genital. Vaginal suppository atau pessary povidone-iodine merupakan tata laksana yang efektif untuk bakterial vaginosis. Cairan antiseptik povidone-iodine dapat digunakan untuk membersihkan vulva saat menstruasi untuk mencegah pertumbuhan berlebih dan infeksi vagina lainnya.
Penggunaan povidone-iodine mempengaruhi keseimbangan mikrobiota vagina dengan meningkatkan kolonisasi Lactobacilli secara signifikan, yang berkontribusi pada normalisasi pH vagina dan memulihkan ekosistem vagina menjadi fisiologis setelah penggunaan tersebut. Meskipun PVP-I dapat sementara mengurangi jumlah mikrobiota normal, kolonisasi kembali terjadi dalam waktu 30–120 menit, menunjukkan bahwa PVP-I dapat mendukung kolonisasi mikrobiota normal.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memastikan efektivitas povidone-iodine dalam mengurangi infeksi pascaoperasi bila digunakan sebagai cairan irigasi vagina.