Pedoman terbaru dari American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) 2017 yang memperbaharui ambang tekanan darah menjadi ≥130/80 mmHg, menimbulkan potensi bahaya menurut beberapa klinisi. Hal ini menimbulkan kontroversi di antara klinisi mengingat berbagai studi yang mendasari putusan ini menggunakan cara pengukuran tekanan darah yang berbeda dari setting praktik klinik sehari-hari.[1,2]
Selain itu, putusan ini dinilai dapat menyebabkan overdiagnosis hipertensi, yang menyebabkan terjadinya pemberian obat hipertensi untuk pasien yang sebenarnya belum memerlukannya, serta malah memajankan pasien pada efek samping yang tidak perlu. Hipertensi merupakan faktor risiko untuk berbagai penyakit kardiovaskular dan stroke. Hipertensi diperkirakan diderita oleh 30% populasi dewasa di seluruh dunia.[1,2]
Penanganan hipertensi terdiri dari perubahan gaya hidup dan pemberian obat-obatan untuk mengontrol tekanan darah. Penentuan intervensi pada pasien selama ini didasarkan oleh berbagai pertimbangan, salah satunya melalui diagnosis dan tingkat keparahan (staging) dari hipertensi itu sendiri.
Pedoman Hipertensi ACC/AHA
Pada pedoman terbaru mengenai penanganan hipertensi tahun 2017, ACC/AHA mengubah nilai cutoff tekanan darah untuk diagnosis hipertensi. Cutoff untuk hipertensi stage I diturunkan dari 140/90 menjadi 130/80 mmHg. Hal ini mengundang kontroversi, pasalnya dengan menurunkan nilai ambang diagnosis tekanan darah, akan ada lebih banyak orang terdiagnosis hipertensi walaupun mereka mungkin tidak memiliki risiko terhadap suatu penyakit apapun.
Tekanan darah selalu berubah tergantung waktu, posisi, dan bagaimana tekanan darah diukur. Pedoman ACC/AHA didasarkan pada berbagai studi klinis dimana pengukuran tekanan darah dilakukan secara ideal, tetapi metode pengukuran yang demikian cenderung tidak dilakukan pada praktik klinik.[3]
Pemeriksaan di luar klinik, yakni metode monitoring ambulatorik atau home monitoring 12 dan 24 jam dinilai sebagai metode terbaik dalam mendiagnosis hipertensi. Namun, metode ini jarang dilakukan pada praktik sehari-hari, dan dapat memberikan selisih 5–10 mmHg dibandingkan pengukuran manual oleh dokter. Sehingga nilai ambang tekanan darah yang direkomendasikan oleh ACC/AHA sulit untuk dikatakan sepadan dengan keadaan praktisi sehari-hari.[3]
Pedoman Hipertensi AAFP
American College of Physicians dan American Academy of Family Physician (AAFP) merupakan dua organisasi yang menolak penurunan cutoff hipertensi ACC/AHA. Walaupun pedoman ACC/AHA menilai bahwa penurunan cutoff ini akan menurunkan risiko penyakit kardiovaskular pasien, AAFP menyatakan bahwa hal ini justru berbahaya bagi pasien terutama apabila seluruh pasien yang diukur dengan tekanan darah 130/80 mmHg pada satu kali pengukuran langsung didiagnosis dengan hipertensi tak terkontrol.
Potensi bahaya penurunan cutoff hipertensi antara lain:
- Kemungkinan metode pengukuran yang tidak ideal
-
Overdiagnosis, terutama mengingat tekanan darah orang dewasa normal kenyataannya mendekati 130 mmHg, sehingga variabilitasnya dapat meningkatkan diagnosis hipertensi yang tidak perlu [3-5]
- Pemberian obat-obatan yang berlebihan dan tidak tepat guna
- Pemajanan pasien pada efek samping obat antihipertensi seperti sinkop, gangguan fungsi renal, dan jatuh yang dapat menimbulkan cedera kepala ataupun fraktur. [3, 4]
- Keuntungannya tidak sebanding karena tidak tepat sasaran : tercatat sebanyak 80% pasien yang baru terdiagnosa hipertensi dengan pedoman ACC/AHA memiliki risiko kardiovaskular 10 tahun <10%; hanya 11% pasien berisiko 10-20%; dan hanya 9% yang berisiko >20%. Hal ini menunjukkan bahwa definisi hipertensi ACC/AHA cenderung merugikan pada 80% populasi karena memajankan obat pada populasi yang sesungguhnya tidak perlu mengonsumsi obat hipertensi.[5]
- Pengambilan keputusan yang tidak berdasar, oleh karena banyaknya kontroversi yang saat ini muncul di kalangan klinisi.[3]
-
Labeling pada pasien dapat menyebabkan anxietas dan depresi jika dibandingkan dengan individu lain yang memiliki tekanan darah sama tanpa label hipertensi[5]
-
Pada negara-negara tanpa universal coverage, pasien akan lebih sulit mendapatkan jaminan asuransi karena adanya riwayat medis saat ini.[5]
Ketidaksetujuan AAFP terhadap definisi baru hipertensi ACC/AHA didasari poin-poin berikut yaitu:
- Penanganan hipertensi seharusnya dikonsentrasikan pada pencegahan dan perbaikan faktor risiko pada pasien-pasien asimptomatik, bukan mengobati penyakit.
- Pemberian pengobatan preventif tidak akan menguntungkan pasien, malah merugikan.
-
Pemilihan cutoff dan target pengobatan seharusnya didasarkan pada penurunan risiko kardiovaskular serta mempertimbangkan keuntungan dan kerugian pada masing-masing pasien.[3]
Berbeda dengan ACC/AHA, AAFP menganjurkan bahwa pada orang usia tua (≥60 tahun):
- Penanganan hipertensi dilakukan pada pasien dengan tekanan darah sistolik persisten ≥150 mmHg untuk mencapai target sistolik <150 mmHg, dengan tujuan menurunkan risiko stroke, penyakit jantung, dan mortalitas.
- Penanganan farmakologis mulai dipertimbangkan pada pasien dengan risiko kardiovaskular yang tinggi (berdasarkan penilaian per individu), untuk mencapai target tekanan darah sistolik <140 mmHg.[3]
Kesimpulan
Definisi hipertensi terbaru oleh ACC/AHA mengundang banyak kontroversi. AAFP merupakan salah satu pihak yang menolak penerapan cutoff hipertensi pada angka 130/80 mmHg dan menilai hal ini memiliki potensi bahaya seperti overdiagnosis, pemberian obat-obatan yang berlebih dan tidak tepat guna, pemajanan pasien pada efek samping obat yang tidak perlu, bahkan menimbulkan anxietas dan depresi. Menurut AAFP, pemilihan cutoff hipertensi dan target pengobatan harus memperhatikan risk-benefit terapi, seperti penurunan risiko kardiovaskular dan bahaya efek samping obat yang ditimbulkan.