Penggunaan probiotik dan masase payudara diperkirakan dapat membantu mencegah mastitis laktasi, yang merupakan peradangan pada jaringan payudara yang terjadi dalam waktu 12 minggu pertama setelah persalinan. Insiden global mastitis laktasi bervariasi tetapi diperkirakan berkisar antara 10–33% dari seluruh ibu menyusui.[1-5]
Mastitis setelah persalinan sering menimbulkan kesulitan pada ibu dan menjadi alasan tersering ibu berhenti menyusui lebih awal. Hal ini tentunya menyebabkan ibu dan bayi kehilangan banyak manfaat pemberian ASI.[1-5]
Mengingat mastitis merupakan kondisi yang disertai inflamasi, berbagai studi akhirnya mempelajari potensi probiotik dan efek antiinflamasinya sebagai profilaksis. Selain itu, beberapa intervensi lain juga sedang dipelajari, misalnya pemberian salep antibiotik topikal, edukasi menyusui, masase payudara, dan masase acupoint. Artikel ini akan membahas mengenai probiotik dan masase payudara secara lebih detail.[1-5]
Rasionalisasi Pemberian Probiotik untuk Pencegahan Mastitis Laktasi
Studi-studi terbaru mengisyaratkan adanya peran disbiosis dalam patofisiologi mastitis laktasi. Istilah disbiosis umumnya dipakai untuk menggambarkan ketidakseimbangan komposisi bakteri, perubahan aktivitas metabolik bakteri, atau perubahan distribusi bakteri di dalam usus. Namun, disbiosis juga kini digunakan untuk menggambarkan perubahan keseimbangan populasi atau aktivitas mikroba di dalam ASI (Gambar 1).[1,2]
Penelitian berbasis kultur mikroba membuktikan adanya keragaman bakteri di dalam ASI manusia, yang didominasi oleh coagulase-negative Staphylococci (CNS) dan oleh Streptococcus viridans. Selain itu, bakteri seperti Corynebacterium, Propionibacterium, bakteri asam laktat, Bifidobacterium, dan Enterobacterium turut ditemukan di dalam ASI manusia dalam konsentrasi yang lebih sedikit.[1,2]
Gambar 1. Skema Proses Disbiosis yang Menyebabkan Mastitis. Sumber: Sunita, 2022.[2]
Ada beberapa keunikan karakteristik mikrobiota dalam ASI. Pertama, keberagaman mikroba tersebut tampak berkaitan erat dengan siklus laktasi atau trimester ketiga kehamilan. Kedua, jumlah bakteri dalam ASI secara fisiologis berada pada tingkat moderat (sedang), yang tidak merusak epitel payudara dan justru berkontribusi sebagai sumber utama filotipe bakteri untuk saluran cerna bayi, yang diduga memberikan efek positif dalam membantu mencegah diare dan penyakit saluran napas pada bayi.[3]
Pada kondisi disbiosis, terjadi pergeseran komposisi mikrobiota yang menyebabkan gangguan keragaman bakteri secara kualitatif maupun kuantitatif. Akibatnya, ≥1 jenis pathobionts pada ASI mengalami peningkatan populasi (gambar 1). Hal ini diduga berdampak secara fungsional terhadap interaksi pejamu-mikroba yang berujung pada penyakit.[2,4]
Mastitis yang berkaitan dengan aktivitas menyusui biasanya berawal dari suatu jejas pada permukaan puting payudara. Bakteri yang berasal dari mulut bayi atau area di sekitar jejas kemudian masuk ke jaringan subkutan payudara melalui jejas. Kemudian, mikroba mengalami replikasi dalam waktu cepat sebab ASI mengandung nutrisi tinggi. Stasis ASI dan produksi ASI yang berlebih dapat semakin memperparah mastitis.[2,4]
Pada mastitis akut, bakteri yang menjadi penyebab umumnya adalah Staphylococcus aureus. Bakteri ini menghasilkan toksin yang berkontribusi terhadap peradangan lokal. Dengan banyaknya jaringan vaskular di kelenjar payudara saat laktasi, toksin mudah masuk ke aliran darah, sehingga menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, dan nyeri otot.[2,4]
Selain itu, mastitis juga dapat disebabkan oleh CNS, S. salivarius, maupun S. mitis. Ketiga bakteri ini merupakan flora normal di ekosistem payudara. Namun, bila faktor risiko mastitis muncul, ketiga bakteri ini dapat tumbuh berlebihan dan menyebabkan mastitis subakut atau subklinis meskipun tidak menghasilkan toksin.[2]
Temuan-temuan tentang pengaruh disbiosis terhadap risiko mastitis ini menyebabkan berbagai studi mencoba membuktikan apakah pemberian probiotik dapat menjadi opsi untuk mencegah mastitis laktasi.
Rasionalisasi Masase Payudara untuk Pencegahan Mastitis Laktasi
Drainase payudara yang tidak adekuat telah dikaitkan dengan risiko terjadinya mastitis. Pemberian ASI secara teratur dan penggantian sisi payudara secara berkala ketika ibu menyusui dilaporkan dapat membantu mengurangi engorgement payudara. Masase atau pijat payudara sebelum menyusui bayi juga diduga dapat membantu drainase ASI dan menghindari sumbatan duktus payudara, sehingga mengurangi risiko mastitis.[5]
Studi tentang Efektivitas Probiotik dan Masase Payudara untuk Mencegah Mastitis Laktasi
Dalam suatu meta analisis, Crepinsek, et al. mempelajari berbagai intervensi yang berpotensi mencegah kejadian atau kekambuhan mastitis infektif dan noninfektif pada wanita menyusui setelah persalinan. Intervensi yang dipelajari mencakup edukasi pemberian ASI, masase payudara, antibiotik profilaksis, probiotik, dan intervensi gizi. Luaran yang menjadi perhatian adalah insiden mastitis dalam waktu 6 bulan setelah persalinan serta rekurensi mastitis dalam 12 bulan setelah persalinan.[5]
Meta analisis tersebut mengidentifikasi 10 penelitian yang mencakup 3.034 wanita menyusui. Ada 3 penelitian (n=1.038 wanita) yang membandingkan efektivitas probiotik dan plasebo. Hasil menunjukkan bahwa probiotik secara signifikan dapat menurunkan risiko mastitis hingga 49% dibandingkan plasebo (RR 0,51; 95%CI 0,35–0,75).[5]
Namun, hasil tersebut didapatkan dari analisis yang hanya melibatkan 399 dari 1.038 partisipan yang eligible. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan untuk menganalisis uji klinis eligible lain yang besar secara proporsi (n=639) akibat kontrak perjanjian antara penyedia probiotik dan peneliti utama. Oleh sebab itu, kualitas bukti yang ada saat ini belum tinggi. Studi dengan skala lebih besar yang membandingkan intervensi dengan intervensi (bukan dengan plasebo) masih diperlukan.[5]
Salah satu penelitian (n=400) mengungkapkan bahwa masase acupoint menurunkan risiko mastitis (RR 0,38; 95%CI 0,19–0,78) dan nyeri payudara (RR 0,13; 95%CI 0,07–0,23) bila dibandingkan perawatan standar. Pada penelitian lain (n=300), masase payudara dan terapi pulsasi frekuensi rendah dilaporkan berkaitan dengan penurunan risiko mastitis (RR 0,03; 95%CI 0,00–0,21). Namun, kualitas bukti kedua penelitian ini juga masih belum tinggi. Penelitian lebih lanjut dengan skala besar masih diperlukan.[5]
Limitasi Studi-Studi yang Ada Saat Ini
Sebagian besar uji klinis yang ada masih memiliki sangat sedikit informasi mengenai efek samping intervensi yang diajukan, keluhan nyeri payudara yang dirasakan jika mastitis ternyata tetap terjadi setelah pencegahan, durasi pemberian ASI, ada tidaknya kerusakan puting payudara, tingkat kejadian abses payudara, dan rekurensi mastitis.[5]
Hal ini mengisyaratkan bahwa belum banyak penelitian menempatkan variabel-variabel klinis yang penting tersebut sebagai luaran yang perlu diperhatikan terkait intervensi pencegahan mastitis.[5]
Kesimpulan
Mastitis laktasi merupakan peradangan pada jaringan payudara yang dialami wanita menyusui, umumnya dalam kurun waktu 12 minggu setelah persalinan. Patogenesis mastitis laktasi diduga berkaitan dengan disbiosis bakteri di kelenjar payudara dan ASI, sehingga pemberian probiotik diperkirakan bermanfaat untuk pencegahan mastitis. Masase payudara juga diduga bermanfaat untuk pencegahan mastitis karena dapat membantu aliran ASI dan mencegah sumbatan duktus.
Bukti dari studi-studi yang ada saat ini memang menunjukkan bahwa pemberian probiotik tampaknya lebih efektif daripada pemberian plasebo untuk pencegahan mastitis. Selain itu, masase payudara juga terlihat lebih bermanfaat daripada perawatan standar. Namun, kualitas bukti ini masih rendah karena studi-studi tersebut berisiko bias cukup tinggi, berjumlah partisipan sedikit, dan bersifat heterogen.
Ke depannya, uji klinis acak terkontrol dengan jumlah partisipan lebih banyak dan risiko bias lebih rendah masih diperlukan untuk konfirmasi. Luaran yang dipelajari sebaiknya tidak hanya meliputi insiden mastitis setelah pencegahan tetapi juga mencakup efek samping metode pencegahan yang diajukan, tingkat nyeri payudara yang dikeluhkan jika mastitis ternyata tetap terjadi, ada tidaknya kerusakan puting payudara, tingkat kejadian abses payudara, dan rekurensi mastitis.