Profilaksis tromboemboli pasca operasi Caesar patut dipertimbangkan. Sebab, kejadian tromboemboli pasca operasi Caesar lebih tinggi dibandingkan pada persalinan normal.
Wanita hamil memiliki risiko mengalami kejadian tromboemboli sebanyak 4–5 kali lebih banyak dibandingkan dengan wanita pada umumnya. Sekitar 20% kejadian tromboemboli adalah pada arteri (serangan jantung dan stroke) dan 80% adalah tromboemboli vena (venous thromboembolism / VTE). Sebanyak 75–80% VTE terjadi dalam bentuk trombosis vena dalam (deep vein thrombosis / DVT), dan 20–25% sebagai emboli paru.[1-5]
Kejadian tromboemboli menyebabkan 10% dari semua kematian maternal. Mortalitas akibat tromboemboli pada wanita hamil usia di atas 35 tahun adalah 5:100.000 lahir hidup dan pada wanita di bawah usia 35 tahun adalah 2,1: 100,000 lahir hidup. Namun, sulit untuk menilai insidensi kejadian tromboemboli yang non-fatal, terutama pasca persalinan.[6]
Tromboemboli vena dapat terjadi kapanpun selama kehamilan, namun risikonya meningkat seiring dengan usia gestasi dan memuncak dalam 3–6 minggu pertama pasca persalinan, di mana risikonya meningkat sebanyak 20 kali lipat.[7-9]
Penyebab dan Faktor Risiko Kejadian Tromboemboli Pada Kehamilan
Pada kehamilan, terjadi perubahan pada faktor pembekuan darah yang menyebabkan terjadinya hiperkoagulabilitas. Terjadi juga peningkatan stasis vena pada kaki, serta kompresi uterus pada vena cava inferior dan vena pelvis yang menyebabkan terjadinya penurunan aliran keluar vena. Seiring berjalannya kehamilan, hal ini akan menyebabkan imobilitas pada pasien.[1,3]
Faktor risiko kejadian tromboemboli dapat sudah ada sebelum kehamilan, atau baru muncul pada kehamilan. Terdapat juga faktor risiko reversible yang dapat muncul seiring kehamilan.
Faktor Risiko yang Sudah Ada Sebelum Kehamilan
Kondisi medis atau kebiasaan yang menjadi faktor risiko tromboemboli adalah sebagai berikut:
- Usia >35 tahun
- Riwayat medis dahulu, misalnya paritas >3, kejadian VTE sebelumnya, varises generalisata, paraplegia, serta trombofilia herediter seperti faktor V Leiden, prothrombin G20210A, defisiensi prothrombin III, atau defisiensi protein C dan S.
- Komorbiditas, seperti kanker gagal jantung, obesitas, lupus eritematosus sistemik, inflammatory bowel disease, sindrom nefrotik, diabetes mellitus tipe I dengan nefropati, dan penyakit sel sabit
- Gaya hidup, misalnya kebiasaan merokok
Faktor Risiko yang Muncul pada Kehamilan
Berikut adalah faktor risiko tromboemboli yang muncul pada kehamilan:
- Kondisi pada kehamilan, misalnya kehamilan multipel, atau preeklamsia
- Kondisi pada persalinan, seperti partus lama, yaitu lebih dari 24 jam, operasi caesar, kelahiran preterm, dan kelahiran mati
- Kondisi postpartum, misalnya perdarahan pasca persalinan yang berjumlah lebih dari 1 liter, atau memerlukan transfusi darah
Faktor Risiko Reversible yang Dapat Muncul Seiring Kehamilan
Terdapat pula faktor risiko yang muncul pada kehamilan, tetapi bersifat reversibel, antara lain:
- Prosedur operasi selama kehamilan atau masa nifas yang tidak berhubungan dengan kehamilan misalnya apendektomi, sterilisasi pasca persalinan
- Sindrom hiperstimulasi ovarium akibat teknologi reproduktif yang dibantu (assisted reproductive technology/ART), misalnya fertilisasi in-vitro (in-vitro fertilization / IVF)
- Infeksi sistemik yang memerlukan antibiotik intravena atau perawatan di rumah sakit lebih dari 3 hari, seperti pneumonia, pielonefritis, dan infeksi pada luka bekas persalinan/operasi
- Perjalanan menggunakan pesawat di atas 4 jam[1,2,4,6-8,10]
Risiko Kejadian Tromboemboli Pasca Operasi Caesar
Risiko terjadinya tromboemboli vena pasca operasi Caesar elektif meningkat sebanyak 2 kali lipat dibandingkan persalinan pervaginam. Beberapa penelitian menemukan risiko tromboemboli vena pada operasi Caesar dibandingkan dengan persalinan pervaginam sebanyak 2:67. Risiko terjadinya VTE pasca operasi Caesar emergensi dibandingkan dengan operasi Caesar elektif dan pervaginam masing-masing meningkat sebanyak 2 dan 4 kali lipat.[4,7,11]
Kebanyakan pasien yang mengalami tromboemboli vena pasca operasi Caesar, mempunyai faktor risiko lain seperti obesitas, preeklamsia dan imobilisasi. Selain itu, peningkatan aktivitas koagulasi, dibuktikan dengan kadar D-dimer yang lebih tinggi, juga menjadi penyebab tingginya kejadian VTE pada operasi Caesar dibandingkan dengan persalinan pervaginam.[4,7,11]
Rekomendasi Pemberian Tromboprofilaksis Sebelum Operasi Caesar
Rekomendasi pemberian tromboprofilaksis sebelum operasi Caesar ditentukan berdasarkan riwayat pasien mendapatkan tromboprofilaksis selama prenatal atau tidak.
Pada pasien yang mendapatkan dosis profilaksis low molecular weight heparin (LMWH) saat prenatal, misalnya enoxaparin, hindari anestesi regional selama 12 jam setelah dosis LMWH terakhir. Pada pasien yang mendapatkan dosis terapeutik LMWH selama prenatal, hindari penggunaan anestesi regional setidaknya 24 jam sejak dosis terakhir LMWH.
Pada wanita yang mendapatkan LMWH selama antenatal dan akan menjalani operasi Caesar elektif, berikan LMWH dosis profilaksis 1 hari sebelum operasi. Pada hari operasi, hentikan pemberian LMWH.[3,7,9,12,13]
Pada wanita yang tidak mendapatkan tromboprofilaksis selama antenatal, gunakan alat kompresi pneumatik sebelum dan intra operasi Caesar, kecuali ada kontraindikasi. Walau demikian, pada operasi Caesar emergensi, operasi tidak boleh ditunda demi pemasangan alat kompresi pneumatik.[1,3,4]
Rekomendasi Pemberian Tromboprofilaksis Pasca Operasi Caesar
Pasca operasi Caesar, untuk mencegah VTE semua pasien dianjurkan agar melakukan mobilisasi sedini mungkin, menjaga hidrasi tetap adekuat, dan mengenakan stoking antiemboli hingga pasien mobile sepenuhnya, kecuali ada kontraindikasi.
Jika pasien memiliki risiko tinggi VTE, pertimbangkan alat kompresi pneumatik jika pasien tidak dapat menggunakan stoking antiemboli, atau jika tidak dapat diberikan tromboprofilaksis farmakologis. Setelah pasien mobile, ganti menggunakan stoking antiemboli. Selain itu dokter perlu memberikan edukasi mengenai pencegahan, gejala, dan penanganan awal VTE.[4,14]
Rekomendasi spesifik mengenai tromboprofilaksis pasca operasi Caesar perlu mempertimbangkan tingkat risiko tromboemboli vena pada pasien. Berikut adalah stratifikasi risiko tromboemboli vena pasca operasi Caesar:
- Risiko rendah, yaitu pasien yang menjalani operasi Caesar elektif tanpa adanya faktor risiko lainnya
- Risiko sedang, yaitu pasien yang menjalani operasi Caesar elektif dengan >1 faktor risiko, atau menjalani operasi Caesar emergensi
- Risiko tinggi, yaitu riwayat tromboemboli sebelumnya atau memerlukan tromboprofilaksis LMWH selama antenatal
Pasien dengan risiko rendah VTE tidak memerlukan tromboprofilaksis farmakologis. Pasien dengan risiko menengah tromboemboli vena diberikan tromboprofilaksis LMWH selama 5–10 hari pasca operasi jika memiliki 1-3 faktor risiko atau 6 minggu jika mempunyai faktor risiko >3. Sedangkan semua wanita yang menjalani operasi Caesar emergensi, perlu menerima tromboprofilaksis menggunakan LMWH selama 10 hari.
Pasien dengan risiko tinggi tromboemboli vena perlu mendapat tromboprofilaksis setidaknya selama 6 minggu. Hindari pemberian tromboprofilaksis farmakologis selama 4 jam pertama pasca anestesi spinal atau pelepasan kateter epidural. Kateter epidural sebaiknya tidak dilepas hingga 12 jam pasca pemberian LMWH terakhir.[4,7,9,12–14]
Kesimpulan yang berbeda didapatkan dari tinjauan sistematis Cochrane pada tahun 2021. Tindakan tata laksana untuk mencegah VTE, baik selama kehamilan maupun setelah melahirkan pervaginam atau dengan operasi Caesar, belum terbukti memiliki manfaat yang lebih besar dibandingkan potensinya menyebabkan kerugian/harms. Tromboprofilaksis farmakologis pasca operasi Caesar dilaporkan menyebabkan peningkatan morbiditas akibat luka operasi.[15,16]
Namun, studi-studi yang dilibatkan memiliki berbagai limitasi, seperti perbedaan definisi faktor risiko pembekuan darah dan luaran studi tidak dijelaskan dengan baik. Untuk itu, kedepannya diperlukan studi dengan populasi besar yang berkualitas baik.[15]
Tromboprofilaksis Farmakologis
Pilihan obat yang dapat digunakan sebagai profilaksis tromboemboli vena adalah sebagai berikut:
Low Molecular Weight Weparin (LMWH)
LMWH adalah agen pilihan untuk tromboprofilaksis antenatal dan postnatal yang lebih aman dan sama efektifnya dibandingkan dengan unfractionated heparin. Respon terapeutik LMWH dapat diprediksi, sehingga tidak memerlukan pemantauan khusus.
LMWH tidak melewati plasenta, sehingga aman digunakan pada kehamilan, dan saat menyusui tidak terakumulasi di air susu ibu (ASI). Pada penggunaan LMWH risiko terjadinya efek samping, seperti perdarahan, trombositopenia, dan menurunnya densitas tulang, relatif rendah. Walau demikian, LMWH juga memiliki kerugian, yaitu harganya lebih mahal dan waktu paruh yang lebih panjang.[1,3,7]
LMWH diberikan berdasarkan berat badan, sesuai dengan dosis yang dituliskan pada Tabel 1.[12,13]
Tabel 1. Dosis Profilaksis Low Molecular Weight Heparin Berdasarkan Berat Badan Selama Antenatal dan Postnatal
Berat badan (kg) | Dosis Enoxaparin / hari | Dosis Dalteparin / hari | Dosis Tinzaparin / hari |
<50 | 20 mg | 2500 U | 3500 U |
50 –90 | 40 mg | 5000 U | 4500 U |
91–130 | 60 mg | 7500 U | 7000 U |
131–170 | 80 mg | 10,000 U | 9000 U |
>170 | 0.6 mg/kgBB/hari | 75 U/kgBB/hari | 75 U/kgBB/hari |
Sumber: dr. Yenna Tasia, Alomedika. 2018
Pemakaian LMWH memerlukan perhatian khusus pada pasien dengan gangguan ginjal dan riwayat mendapat unfractionated heparin. Dosis LMWH harus diturunkan pada pasien gangguan ginjal dengan creatinine clearance <30 mL/menit. Pada pasien dengan riwayat konsumsi unfractionated heparin sebelumnya, kadar trombosit perlu dimonitor.
Unfractioned Heparin (UFH)
Pada kondisi peripartum, jika terdapat peningkatan risiko perdarahan atau akan dilakukan anestesi regional pada pasien dengan risiko tinggi trombosis, sebaiknya diberikan UFH, daripada LMWH. UFH memiliki waktu paruh yang lebih singkat daripada LMWH. Jika UFH diberikan pasca operasi Caesar, pantau kadar trombosit setiap 2–3 hari sekali pada hari 4–14 atau hingga pemberian heparin dihentikan.[7]
Danaparoid
Pemberian danaparoid sebaiknya dikonsultasikan dengan ahli hematologi.[7]
Fondaparinux
Fondaparinux hanya diberikan jika pasien tidak dapat mentoleransi senyawa heparin. Pemberian fondaparinux sebaiknya dikonsultasikan dengan ahli hematologi.[7]
Aspirin Dosis Rendah
Aspirin tidak direkomendasikan sebagai tromboprofilaksis pada pasien obstetri.[7]
Warfarin
Warfarin tidak direkomendasikan selama kehamilan karena dapat menyebabkan gangguan pada janin seperti embriopati warfarin, terutama jika diberikan pada trimester pertama. Pemberian warfarin selama kehamilan hanya dilakukan jika heparin tidak dapat diberikan, misalnya pada pasien dengan katup jantung mekanik.
Pasien yang mendapatkan antikoagulan jangka panjang dengan warfarin dapat merubah pengobatan dari LMWH ke warfarin pasca persalinan saat risiko perdarahan berkurang, biasanya 5-7 hari pasca persalinan. Pemberian warfarin aman untuk menyusui karena senyawa ini tidak terakumulasi di ASI dan tidak menyebabkan antikoagulasi pada bayi.[1,3,7]
Dextran
Pemberian dextran sebaiknya dihindari selama antenatal dan intrapartum karena adanya risiko reaksi anafilaksis.[7]
Oral Trombin dan Inhibitor Xa
Pemberian non-vitamin K antagonist oral anticoagulants (NOACs), seperti rivaroxaban dan dabigatran, tidak direkomendasikan, baik pada kehamilan maupun laktasi.[7]
Tromboprofilaksis Non-Farmakologis
Terdapat 3 metode tromboprofilaksis non-farmakologis yang dapat diberikan pada pasien, yang paling mudah dilakukan dan tanpa alat adalah anjuran untuk mobilitas sedini mungkin pasca operasi. Selain itu, terapi non-farmakologis lain berupa penggunaan stoking antiemboli dan alat kompresi pneumatik.[4,12]
Stoking Antiemboli
Penggunaan stoking antiemboli dengan ukuran yang tepat dan tekanan sebesar 14-15 mmHg pada betis dapat memberikan kompresi secara gradual.
Stoking ini dapat digunakan selama kehamilan dan masa nifas pada beberapa kondisi, seperti pasca operasi Caesar yang sedang di rawat inap di rumah sakit, pada pasien yang sedang dirawat inap dan memiliki kontraindikasi terhadap LMWH, pasien dengan risiko tinggi VTE, misalnya adanya riwayat VTE sebelumnya, dan untuk pasien yang berpergian jauh lebih dari 4 jam. Penggunaan stoking ini dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki penyakit arteri perifer atau ulkus arterial.[4,7,10,12]
Alat Kompresi Pneumatik
Pada wanita yang mendapatkan antikoagulan selama antenatal, alat kompresi pneumatik dapat dilepas ketika terapi antikoagulan dimulai kembali pasca persalinan. Pada wanita yang tidak mendapatkan antikoagulan selama antenatal, alat kompresi dilepas ketika pasien sudah mobile dan dapat berjalan pasca operasi. Alat kompresi pneumatik dikontraindikasikan pada kondisi berikut:
- Ukuran yang tidak tepat, misalnya karena obesitas, karena dapat menghambat aliran darah
- Kondisi medis pada ekstremitas bawah, misalnya adanya inflamasi, deformitas berat, atau edema yang berat
- Penyakit arteri perifer atau neuropati diabetik/perifer [4,7,10,12]
Kesimpulan
Risiko tromboemboli pasca operasi Caesar lebih tinggi daripada persalinan pervaginam, sehingga penting untuk mempertimbangkan perlunya dilakukan profilaksis tromboemboli. Meskipun hasil studi hingga saat ini belum konklusif, tetapi sebaiknya tromboprofilaksis tetap diberikan pada pasien yang berisiko tinggi mengalami VTE.
Tromboprofilaksis dapat dilakukan secara farmakologi, misalnya dengan LMWH, yang merupakan obat pilihan pertama untuk tromboprofilaksis antenatal dan postnatal.
Seluruh pasien yang menjalani operasi Caesar emergensi, perlu menerima tromboprofilaksis dengan LMWH selama 10 hari pasca operasi. Jika menjalani operasi Caesar elektif, pemberian LMWH dilakukan berdasarkan faktor risiko VTE pasien.
Pada pasien pasca operasi Caesar yang memiliki kontraindikasi terhadap LMWH, dapat dilakukan tromboprofilaksis non-farmakologi, seperti dengan stoking antiemboli dan alat kompresi pneumatik.
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra