Prosedur dental invasif diduga merupakan faktor risiko terjadinya endokarditis infektif. Contoh prosedur dental invasif yang umum dilakukan dan dikhawatirkan dapat menjadi faktor risiko endokarditis adalah ekstraksi gigi. Namun, berbagai penelitian terbaru menyatakan hal yang berlawanan dengan ini.
Endokarditis infektif merupakan infeksi pada permukaan endokardium yang dapat melibatkan satu atau lebih katup jantung. Insidensi endokarditis infektif di negara maju sekitar 3 sampai 9 per 100,000 orang dengan rentang usia 36 – 69 tahun dan lebih banyak menyerang laki-laki daripada perempuan.[1,2]
Tindakan dental invasif diduga dapat menyebabkan perdarahan dan dapat menyebabkan perpindahan bakteri pada mulut ke dalam sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia tersebut dapat menempel pada katup jantung atau merusak jaringan jantung sehingga meningkatkan risiko terjadinya endokarditis infektif. Walaupun begitu, asosiasi antara prosedur dental invasif dan endokarditis infektif masih menjadi perdebatan.[3]
Beberapa asosiasi medis pernah mengeluarkan pedoman pemberian antibiotik profilaksis sebelum melakukan tindakan invasif, termasuk tindakan dental invasif, untuk mencegah terjadinya endokarditis infektif. Tetapi, bukti yang mendukung efektivitas antibiotik profilaksis untuk mencegah endokarditis infektif sangat terbatas.
Pedoman tersebut kemudian direvisi dengan mempersempit pemberian antibiotik profilaksis hanya pada pasien dengan risiko tinggi seperti memiliki riwayat endokarditis infektif sebelumnya, melakukan penggantian katup jantung, memiliki riwayat penyakit jantung bawaan dan lain-lain.[4,5]
Penegakan Diagnosis Endokarditis Infektif
Berdasarkan panduan praktis klinis dari perhimpunan dokter spesialis kardiovaskuler Indonesia (PERKI) 2015, diagnosis Endokarditis Infektif ditegakkan dengan menggunakan kriteria Duke modifikasi. Diagnosis Endokarditis infektif ditegakkan bila terdapat 2 kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor dengan kriteria minor; atau 5 kriteria minor. Kriteria mayor dan minor tersebut diantaranya:
Kriteria Mayor
Kultur Darah Positif untuk Endokarditis Infektif :
-
Ditemukan mikro organisme tipikal yang konsisten untuk Endokarditis Infektif pada 2 kali pemeriksaan kultur darah dengan waktu yang berbeda: Streptococus viridans, Streptococus bovis, grup H ACEK, Staphylococcus aureus, atau community-acquired enterococci dimana tidak adanya fokus primer atau
- Ditemukan mikroorganisme konsisten untuk Endokarditis Infektif yang persisten pada kultur darah: paling tidak kultur darah positif 2 kali pada sampel darah yang diambil dengan perbedaan waktu >12 jam atau 3 dari 4 pemeriksaan kultur darah yang diambil dalam waktu yang berbeda (dalam hal ini jarak pemeriksaan darah pertama dan terakhir sekitar 1 jam)
- Kultur darah positif satu kali untuk Coxiella Burnetil atau kadar antibodi IgG fase 1 >1:800 2. Bukti keterlibatan endocardium Ekokardiografi positif untuk Endokarditis infektif: vegetasi, abses, terdapat regurgitasi katup yang baru
Kriteria Minor
- Predisposisi: suatu kondisi jantung yang mempunyai risiko untuk kejadian Endokarditis infektif, penggunaan obat injeksi
- Demam : suhu > 38 O C
- Fenomena vaskular : emboli arteri mayor, infark pulmoner septik, aneurisma mikotik, perdarahan intrakranial, perdarahan konjuntiva, lesi Janeway
- Fenomena Imunologis : glomerulonephritis, nodus Osler, Titik Roths, faktor rheumatoid
- Bukti mikrobiologi : kultur darah positif tetapi tidak memenuhi kriteria mayor ataupun bukti serologis dari infeksi aktif dengan organisme yang konsisten dengan Endokarditis Infektif.[6]
Studi Asosiasi antara Prosedur Dental Invasif dan Risiko Endokarditis Infektif
Kendati banyak studi menghubungkan prosedur dental invasif dengan bakteremia dan endokarditis sebagai kelanjutannya, [7] namun sudah banyak studi terbaru yang menyatakan bahwa prosedur dental invasif tidak berhubungan bermakna dengan risiko endokarditis infektif.
Sebuah studi case-crossover di Israel meneliti mengenai peningkatan risiko endokarditis infektif setelah prosedur dental invasif pada 170 pasien dengan endokarditis infektif. Studi ini menyatakan bahwa prosedur dental tidak meningkatkan risiko endokarditis infektif secara signifikan.[8]
Hasil serupa dilaporkan oleh sebuah studi yang dilakukan di Perancis, dimana risiko terjadinya endokarditis infektif setelah melakukan prosedur invasif tanpa antibiotik adalah 1:46,000 sedangkan dengan pemberian antibiotik profilaksis adalah 1:150,000.[9]
Sebuah studi di Taiwan yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tindakan dental invasif dengan risiko endokarditis infektif menemukan tidak ada perbedaan risiko terkena endokarditis infektif yang bermakna setelah melakukan prosedur dental invasif, dan tidak ditemukan asosiasi antara prosedur dental invasif dengan endokarditis infektif pada pasien risiko tinggi, misalnya memiliki riwayat penyakit jantung rematik atau riwayat valve replacement. Sehingga studi tersebut tidak merekomendasikan antibiotik profilaksis setelah prosedur dental invasif untuk mencegah terjadinya endokarditis infektif.[3]
Studi lain yang dilakukan di Taiwan dengan menggunakan case-crossover design yang melibatkan 739 pasien yang dirawat di rumah sakit akibat endokarditis infektif antara tahun 1999 sampai tahun 2012 menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara pasien yang melakukan prosedur dental invasif dengan yang tidak dalam waktu 3 bulan pertama setelah tindakan. Sehingga penggunaan antibiotik profilaksis sebelum melakukan prosedur dental invasif tidak diperlukan.[10]
Kesimpulan
Endokarditis infektif merupakan infeksi pada endokardium yang dapat melibatkan satu atau dua katup jantung, yang disebabkan oleh bakteremia. Penegakan diagnosis endokarditis infektif dengan menggunakan kriteria Duke modifikasi. Penelitian menunjukkan bahwa prosedur dental invasif seperti tindakan pencabutan gigi tidak berhubungan dengan risiko terjadinya endokarditis infektif sehingga pemberian antibiotik profilaksis tidak diperlukan.
Bukti klinis terbaru juga menunjukkan bahwa pemberian antibiotik profilaksis setelah prosedur dental invasif pada pasien risiko tinggi tidak diperlukan. Walaupun demikian, pedoman yang ada masih merekomendasikan pemberian antibiotik profilaksis pada pasien risiko tinggi.