Rapid test antigen untuk skrining coronavirus disease 2019 (COVID-19) saat ini mulai banyak digunakan karena diperlukannya metode deteksi SARS-CoV-2 yang cepat dan lebih akurat daripada rapid test antibodi. Beberapa peneliti merekomendasikan rapid test antigen SARS-CoV-2 sebagai alat skrining untuk fase akut, terutama bagi populasi yang berisiko.
World Health Organization (WHO) terutama merekomendasikan penggunaan rapid test antigen di daerah dengan transmisi komunitas luas, di mana sistem kesehatan telah mengalami kelebihan beban. WHO juga menganjurkan tes ini pada kondisi di mana real-time reverse transcription polymerase chain reaction (rRT-PCR) tidak mungkin dilakukan untuk semua kasus suspek.[1-3]
Keunggulan rapid test antigen adalah kemampuannya untuk mendeteksi komponen protein SARS-CoV-2 secara langsung (bila dibandingkan dengan rapid test yang hanya mendeteksi antibodi), akurasinya yang baik untuk fase akut, dan hasilnya yang bisa diperoleh lebih cepat daripada rRT-PCR. Selain itu, rapid test antigen tidak memerlukan spesifikasi laboratorium khusus (biosecurity level II) dan tidak memerlukan keterampilan petugas yang terlalu rumit.[1,4]
Prinsip Kerja Rapid Test Antigen untuk Skrining COVID-19
Secara umum, rapid test antigen bekerja dengan cara mendeteksi struktur asing (dari virus, bakteri, maupun patogen lain) yang dapat mencetuskan respons imun tubuh. Sebagian besar rapid test antigen untuk COVID-19 menggunakan metode imunodeteksi sandwich dengan format tes alur lateral yang umum dipakai untuk tes HIV, malaria, dan influenza.[2,5]
Rapid test antigen dapat menggunakan spesimen swab nasofaring, swab nasal, atau sputum sesuai petunjuk kit reagen. Setelah spesimen saluran pernapasan diambil dan dioleskan ke strip tes, hasil dibaca oleh operator dalam waktu 10–30 menit dengan atau tanpa bantuan instrumen pembaca yang telah terlatih untuk mencegah perbedaan interpretasi.[2,5]
Meskipun termasuk pemeriksaan cepat, rapid test antigen tetap harus dilakukan dan diinterpretasi oleh tim terlatih. Petugas tetap membutuhkan alat pelindung diri (APD) level 3 untuk mencegah transmisi virus melalui aerosol. Tes ini dapat dilakukan di laboratorium dengan fasilitas ruangan bertekanan negatif, baik milik pemerintah maupun milik swasta yang memiliki fasilitas biological safety cabinet (BSC) kelas II.[2,5]
Interpretasi Hasil Rapid Test Antigen untuk Skrining COVID-19
Hasil rapid test antigen untuk skrining COVID-19 dapat diinterpretasikan sebagai hasil positif, negatif, dan invalid.[5]
Hasil Positif
Hasil dinyatakan positif bila terlihat satu garis hitam pada garis tes (T) dan satu garis merah pada garis kontrol (C). Hasil dilaporkan sebagai “antigen SARS-CoV-2 positif” dan direkomendasikan untuk dikonfirmasi dengan RT-PCR. Pasien diisolasi sesuai kriteria dan diingatkan untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, memakai masker, dan menerapkan physical distancing.[2,5]
Pasien yang memenuhi kriteria definisi kasus probable atau kasus suspek COVID-19 dengan hasil pemeriksaan rapid test antigen yang positif bisa dimasukkan ke dalam kategori kasus konfirmasi COVID-19.[2,5]
Hasil Negatif
Hasil dilaporkan sebagai “antigen SARS-CoV-2 negatif” bila hanya terlihat satu garis merah pada garis kontrol (C). Namun, hasil negatif tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi SARS-CoV-2 karena hal ini mungkin disebabkan oleh kuantitas antigen dalam spesimen yang masih berada di bawah level deteksi alat.
Orang dengan hasil rapid test antigen negatif masih berisiko menularkan SARS-CoV-2 ke orang lain, terutama bila memiliki probabilitas pre-test relatif tinggi, memiliki gejala COVID-19, atau memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19. Pada kasus seperti ini, rapid test antigen ulang atau tes konfirmasi dengan rRT-PCR dapat dianjurkan.[2,5]
Hasil Invalid
Hasil rapid test antigen SARS-CoV-2 dinyatakan invalid bila tidak terdapat garis pada garis kontrol (C). Dalam hal ini, pasien direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan ulang.[2,5]
Sensitivitas dan Spesifisitas Rapid Test Antigen SARS-CoV-2
Saat ini, data sensitivitas dan spesifisitas rapid test antigen SARS-CoV-2 diambil dari bermacam studi yang masih memiliki desain penelitian dan sasaran evaluasi heterogen, dengan uji validasi yang masih terbatas. Oleh karena itu, ada kemungkinan data akan berubah di masa depan.
Saat ini, sensitivitas yang dilaporkan berkisar antara 30−84% dan spesifisitas yang dilaporkan adalah mendekati 100%. Sensitivitas dan spesifisitas ini bervariasi antar produsen alat rapid test antigen.[2,6]
Studi Linares et al mencoba membandingkan performa rapid test antigen COVID-19 PanbioTM dengan RT-PCR. Dari 60 sampel RT-PCR yang positif, sebanyak 40 (73,3%) di antaranya menunjukkan hasil rapid test antigen positif. Pasien yang diperiksa <7 hari sejak onset gejala dilaporkan memiliki viral load lebih tinggi, sehingga sensitivitasnya juga lebih tinggi daripada pasien yang diperiksa >7 hari setelah onset gejala (86,5% vs 53,8%).[1]
Studi Cahaimayo et al di Thailand juga membandingkan performa rapid test antigen Standard™ Q COVID-19 dengan RT-PCR dalam rentang waktu 0–14 hari sejak onset gejala (rerata 3 hari). Dari 454 sampel swab nasofaring pasien suspek COVID-19, 60 sampel positif melalui RT-PCR (13,2%).
Dalam studi tersebut, sensitivitas dan spesifisitas rapid test antigen adalah 98,33% dan 98,73%. Studi ini hanya memiliki jumlah pasien positif COVID-19 sedikit, sehingga tidak bisa digunakan untuk mengonfirmasi apakah rapid test antigen berguna untuk rule-in diagnosis COVID-19. Namun, karena studi ini memiliki banyak pasien negatif, hasil studi ini dapat digunakan untuk mengonfirmasi kemampuan rapid test antigen untuk rule-out diagnosis COVID-19.[3]
Rekomendasi WHO terkait Rapid Test Antigen untuk Skrining COVID-19
Alat rapid test antigen yang dianjurkan adalah yang memiliki memiliki sensitivitas ≥80% dan spesifisitas ≥97%. Pemeriksaan harus dilakukan oleh operator terlatih dalam waktu 5–7 hari setelah onset gejala.[2,5]
Kondisi yang Disarankan Menjalani Rapid Test Antigen COVID-19
Rapid test antigen disarankan di daerah atau komunitas di mana pemeriksaan nucleic acid amplification tests (NAAT) seperti rRT-PCR sulit diakses, tidak tersedia, atau hasilnya terlalu lama sehingga tidak lagi bermanfaat secara klinis.
Rapid test antigen juga dianjurkan untuk investigasi wabah di kelompok yang tertutup atau semi-tertutup, misalnya di sekolah, panti wreda, kapal pesiar, asrama, lembaga pemasyarakatan, atau tempat kerja. Bila wabah COVID-19 di kelompok itu sudah dikonfirmasi oleh NAAT, rapid test antigen dapat digunakan untuk skrining orang yang berisiko dan untuk isolasi kasus positif secara cepat. NAAT lalu diprioritaskan untuk orang yang hasil rapid test antigennya negatif.
Selain itu, rapid test antigen juga dianjurkan untuk memantau tren insidensi penyakit di masyarakat (terutama pada pekerja esensial dan tenaga kesehatan selama wabah) atau di daerah dengan transmisi komunitas meluas. Pemeriksaan ini juga diindikasikan sebelum operasi pada pasien yang bergejala.
Rapid test antigen juga disarankan untuk deteksi dan isolasi dini kasus positif di fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat tes COVID-19. Tes ini juga dapat digunakan untuk tracing kontak dari pasien yang telah terkonfirmasi positif. Bila hasil rapid test antigen negatif, tes ulang atau NAAT disarankan, terutama bila pasien simtomatik.[2,5]
Kondisi yang Tidak Disarankan Menjalani Rapid Test Antigen COVID-19
Menurut WHO, rapid test antigen sebenarnya tidak disarankan untuk skrining di pintu masuk bandara internasional atau perbatasan negara karena prevalensi tiap orang di tempat seperti itu akan sangat bervariasi. Hal ini membuat nilai prediksi positif dan negatif tidak dapat ditentukan.
Rapid test antigen juga tidak disarankan pada tempat di mana persyaratan biosafety dan kontrol infeksi tidak dapat dipenuhi, jumlah kasus nol, atau kasus hanya bersifat sporadik. Pemeriksaan ini juga tidak disarankan pada orang yang hendak mendonor darah atau pada orang yang asimtomatik, kecuali bila orang asimtomatik ini memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi.[2,5]
Penggunaan Rapid Test Antigen COVID-19 untuk Pelaku Perjalanan
Satuan Tugas Penanganan COVID-19 telah merilis protokol kesehatan perjalanan selama masa pandemi COVID-19. Salah satunya mensyaratkan pemeriksaan rapid test antigen paling lama 3x24 jam sebelum keberangkatan domestik dengan transportasi udara dan kereta api. Namun, perjalanan dari dan menuju Bali serta perjalanan internasional tetap harus memakai hasil RT-PCR paling lama 7x24 jam.[7]
Namun, bila hasil rapid test antigen negatif tetapi orang tersebut menunjukkan gejala COVID-19, orang tersebut tidak boleh melanjutkan perjalanan dan diwajibkan untuk melakukan tes diagnostik RT-PCR serta isolasi mandiri selama masa tunggu tes.[7,8]
Keterbatasan Rapid Test Antigen untuk Skrining COVID-19
Rapid test antigen hanya dapat mendeteksi virus pada fase akut. Selain itu, kurangnya keterampilan petugas dalam pengambilan spesimen swab nasofaring/orofaring mungkin memengaruhi hasil. Spesimen perlu ditangani dengan berhati-hati dan petugas akan membutuhkan APD level 3 saat pengambilan spesimen.
Sensitivitas dari berbagai merk alat rapid test antigen bisa bervariasi, sehingga dokter perlu memperhatikannya dengan seksama. Uji validasi juga masih terbatas, sehingga tes ini belum dapat sepenuhnya menggantikan RT-PCR.[2,5]
Kesimpulan
Rapid test antigen untuk skrining COVID-19 dapat dipertimbangkan di negara atau daerah di mana transmisi komunitas meluas dan sistem kesehatan telah mengalami kelebihan beban. Tes ini juga dianjurkan pada kondisi di mana RT-PCR tidak mungkin dilakukan pada semua kasus suspek.
Sensitivitas rapid test antigen untuk COVID-19 dilaporkan bervariasi antara 30−84%. Sementara itu, spesifisitasnya dilaporkan mendekati 100%. WHO merekomendasikan untuk menggunakan alat rapid test antigen yang memiliki sensitivitas ≥80% dalam waktu 5–7 hari sejak onset gejala.
Pasien yang memenuhi kriteria kasus probable atau kasus suspek COVID-19 dengan hasil pemeriksaan rapid test antigen positif bisa dimasukkan ke kategori kasus konfirmasi. Namun, hasil rapid test antigen negatif tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi SARS-CoV-2 dan pasien tetap disarankan untuk menjalani tes ulang atau tes konfirmasi dengan rRT-PCR.
Sama seperti semua tes yang lain, tanda dan gejala klinis tetap penting untuk diperiksa sebelum tes. Tes ini tidak boleh menjadi pengganti keputusan klinis.