Mengetahui red flag atau tanda bahaya penurunan berat badan yang tidak disengaja dapat membantu mengidentifikasi penyebab yang memerlukan penanganan lanjut, seperti kanker kolorektal, hipertiroid, dan penyakit kronis lain. Penurunan berat badan yang tidak disengaja atau tidak diinginkan merupakan gejala yang umum. Studi menunjukkan 15-32% pasien dewasa dalam praktik memiliki risiko nutrisional akibat penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya.[1,2]
Kemungkinan Etiologi Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan yang dimaksud di sini merupakan kondisi berkurangnya berat badan yang terjadi tanpa direncanakan. Penurunan berat badan bisa disebabkan oleh gangguan hormon, penyakit kronis, maupun keganasan. Selain itu, penurunan berat badan juga bisa menjadi bagian dari sindrom tertentu, seperti pre-kaheksia, kaheksia dan sarkopenia.[1,3,4]
Kaheksia dan Sarkopenia
Kaheksia bisa didiagnosis bila terjadi penurunan berat badan setidaknya 5% dalam ≤12 bulan atau indeks massa tubuh <20 kg/m2 disertai dengan penyakit tertentu, dan diikuti setidaknya 3 dari 5 kondisi berikut: penurunan kekuatan otot, lemah, anoreksia, rendahnya indeks massa bebas lemak, serta hasil pemeriksaan biokimiawi yang abnormal.
Sementara itu, sarkopenia merupakan bagian dari sindrom geriatri dengan karakteristik utama penurunan massa dan fungsi otot. Penurunan berat badan sebenarnya bukan kriteria utama pada sarkopenia karena sarkopenia juga dapat terjadi pada keadaan obesitas.[1,3,4]
Penyakit Kronis
Respon katabolik berlebihan akibat proses inflamasi menjadi salah satu penyebab penurunan berat badan pada berbagai penyakit kronis, seperti gagal jantung, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), gangguan rheumatologi, sirosis hepatis, dan penyakit ginjal kronis.[1,5-7]
Keganasan
Keganasan dilaporkan mewakili 6-36% penyebab penurunan berat badan yang tidak direncanakan. Keganasan bisa bermacam-macam, termasuk kanker lambung, kanker paru, kanker kolorektal, dan kanker payudara.
Keganasan dapat menyebabkan penurunan berat badan akibat inflamasi kronis. Pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali juga dapat menyerap sejumlah besar energi dan nutrisi yang seharusnya digunakan oleh sel normal. Selain itu, keganasan juga dapat memicu gangguan pada pencernaan, seperti mual, muntah, dan gangguan penyerapan nutrisi di usus.[1,5-7]
Gangguan Gastrointestinal
Gangguan gastrointestinal telah dilaporkan mewakili sekitar 6-19% kasus penurunan berat badan yang tidak direncanakan. Gangguan gastrointestinal dapat berupa malabsorbsi, iskemia mesenterik, inflammatory bowel disease, dan enteropati.[1,5-7]
Gangguan Neuropsikiatri
Gangguan neuropsikiatri dilaporkan berkontribusi pada 9-33% penurunan berat badan yang tidak direncanakan. Ini bisa mencakup gangguan makan, gangguan psikotik, dan gangguan neurodegeneratif seperti penyakit Alzheimer, Parkinson, dan Huntington. Gangguan neuropsikiatri dapat mengubah perilaku makan, kapasitas kognitif seseorang, mengurangi nafsu makan, atau menyebabkan perilaku makan yang tidak sehat sehingga menurunkan berat badan.[1,5-7]
Infeksi
Infeksi dilaporkan mewakili 2-8% kasus penurunan berat badan yang tidak direncanakan. Infeksi, seperti tuberkulosis, akan menyebabkan peradangan yang meningkatkan kebutuhan energi tubuh dan mengakibatkan peningkatan metabolisme basal. Selain itu, infeksi juga bisa menyebabkan anoreksia, mual, dan muntah yang semuanya berkontribusi pada penurunan berat badan.
Infeksi cacing, seperti askariasis, ankilostomiasis, dan enterobiasis, dapat menyebabkan menyebabkan kerusakan pada saluran pencernaan dan menghambat penyerapan nutrisi, terutama zat besi dan protein. Infeksi cacing juga dapat memicu peradangan lokal, meningkatkan kebutuhan energi, dan mengurangi nafsu makan.[1,5-7]
Gangguan Hormonal
Masalah pada hormon, seperti adanya diabetes mellitus atau hipertiroid, juga dapat menyebabkan penurunan berat badan yang tidak diinginkan. Pada diabetes, terjadi gangguan kerja insulin yang menyebabkan gangguan dalam penggunaan glukosa sebagai sumber energi, mengakibatkan pemecahan lemak dan protein untuk memenuhi kebutuhan energi.
Sementara itu, pada hipertiroid, peningkatan kadar hormon tiroid menyebabkan peningkatan metabolisme basal dan percepatan pemecahan nutrisi, yang dapat mengakibatkan penurunan berat badan. Diabetes dan hipertiroid juga dapat mempengaruhi nafsu makan dan penyerapan nutrisi.[1,5-7]
Red Flags Penurunan Berat Badan
Mengetahui red flag penurunan berat badan penting karena penurunan berat badan yang tidak diinginkan bisa menjadi gejala awal berbagai masalah kesehatan. Identifikasi dini red flag penurunan berat badan dapat memungkinkan dokter agar segera melakukan evaluasi lanjutan dan diagnosis yang akurat, serta memulai perawatan yang tepat waktu. Berikut adalah red flag penurunan berat badan:
- Batuk terus-menerus selama >3 minggu, dispnea persisten, atau hemoptisis
- Gangguan defekasi, seperti perubahan kebiasaan buang air besar selama >6 minggu dengan perdarahan rektal atau perubahan kebiasaan buang air besar pada pasien >55 tahun (dengan atau tanpa perdarahan rektum)
- Suasana hati muram yang persisten selama >2 minggu
- Gangguan ingatan yang secara bertahap memburuk
- Massa: adanya benjolan baik itu di payudara atau di lokasi lain, maupun benjolan yang menetap yang teraba di daerah leher, ketiak, atau selangkangan
- Keringat malam yang terus-menerus
- Riwayat demam terus-menerus yang tidak diketahui penyebabnya
- Perdarahan pascamenopause, intermenstruasi, atau pascakoitus
- Gangguan gastrointestinal menetap, seperti nyeri perut yang terus menerus, muntah, disfagia, atau odinofagia
- Gejala yang menunjukkan tirotoksikosis
- Sakit kepala dan muntah di pagi hari yang persisten
- Nyeri tulang yang persisten[11,12]
Pendekatan Manajemen Pasien dengan Red Flag Penurunan Berat Badan
Skrining risiko nutrisi digunakan sebagai titik awal deteksi penurunan berat badan. Skrining dilakukan dengan alat sederhana yang dapat cepat dikerjakan, sebaiknya dilakukan secara sistematis dan berkala saat pasien masuk rumah sakit untuk rawat inap, rawat jalan, atau untuk tindakan homecare. Selain itu, perlu pula dilakukan evaluasi untuk identifikasi penyebab penurunan berat badan.[8]
Anamnesis
Beberapa hal yang perlu ditanyakan terkait riwayat klinis penurunan berat badan adalah besar penurunan berat badan, seberapa cepat terjadi, serta pola asupan sehari-hari. Evaluasi juga faktor psikososial dan gejala terkait seperti diare, perdarahan saluran cerna, kesulitan menelan, dan riwayat penyakit kronis.
Perubahan berat badan mungkin tidak disadari oleh pasien, sehingga dapat dievaluasi dengan menanyakan perubahan ukuran pakaian, serta perbedaan penampilan fisik yang dirasakan oleh teman atau kolega dan pasien sendiri. Gejala terkait efek samping defisiensi mikronutrien juga perlu ditanyakan, misalnya adanya tanda anemia akibat defisiensi zat besi.
Adanya benjolan dapat meningkatkan kecurigaan terkait keganasan. Perdarahan saluran cerna atau perdarahan abnormal pada saluran reproduksi dapat mengarahkan kecurigaan ke arah kanker saluran cerna dan sistem reproduksi. Di sisi lain, gejala tirotoksikosis bisa berupa eksoftalmus ataupun pembesaran kelenjar tiroid. Sedangkan gejala tuberkulosis mencakup batuk kronis, hemoptisis, keringat malam hari, dan riwayat paparan atau belum vaksin BCG.[1,2,4,6,8]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari tanda klinis kehilangan massa otot, yang umumnya tampak pada cekungan daerah temporal atau baju yang terasa longgar. Pemeriksaan fisik juga perlu dilakukan untuk mencari tanda limfadenopati, pembengkakan sendi, abnormalitas kardiopulmoner, organomegali, dan kemungkinan massa.
Pemeriksaan antropometri dilakukan dengan menentukan indeks massa tubuh, komposisi tubuh (massa otot dan massa lemak), kapasitas fungsional, serta kekuatan otot. Berat badan dalam kilogram, tinggi badan pada anak atau orang dewasa, dan panjang badan pada bayi harus dicatat secara cermat pada setiap pemeriksaan. Untuk anak, hasil antropometri harus diplot pada grafik pertumbuhan WHO. Indeks massa tubuh perlu dihitung, baik untuk orang dewasa dan anak yang lebih besar
Selain itu, pemeriksaan kulit bisa memberikan informasi tentang kondisi kesehatan secara keseluruhan, seperti kekeringan atau perubahan pigmen yang terkait dengan penyakit kronis. Pemeriksaan juga perlu memperhatikan tanda-tanda umum seperti demam, pucat, atau tanda-tanda infeksi. [6,8-10]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dipilih sesuai indikasi yang diarahkan oleh kemungkinan diagnosis dan diagnosis banding yang disesuaikan dengan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Endoskopi bisa diperlukan pada pasien dengan melena, nyeri abdomen, atau perasaan cepat kenyang.
Pemeriksaan laboratorium bisa dilakukan untuk mencari adanya infeksi, anemia, gangguan limfoproliferasi, gangguan metabolik seperti diabetes melitus, gangguan hepar, ataupun insufisiensi renal. Pemeriksaan laboratorium juga bisa menunjukkan abnormalitas hormon tiroid ataupun menunjukkan tumor marker yang positif pada pasien yang dicurigai mengalami keganasan.
Pemeriksaan feses dapat dilakukan untuk skrining kanker kolon diikuti dengan endoskopi atau kolonoskopi. Pencitraan, seperti CT scan atau USG, dapat bermanfaat untuk mengevaluasi organ-organ internal. Pada pasien yang dicurigai tuberkulosis, bisa dilakukan rontgen toraks dan pemeriksaan dahak.[6,9,10]
Tata Laksana
Dibutuhkan evaluasi dan koordinasi interprofesional dalam penanganan penurunan berat badan. Penanganan utama tentu saja dengan terapi penyakit yang mendasari, diikuti dengan intervensi nutrisi untuk mencegah penurunan berat badan lebih lanjut atau malnutrisi.
Pasien yang berdasarkan evaluasi awal memiliki risiko malnutrisi, perlu mendapatkan pemeriksaan lanjutan dan intervensi nutrisi. Tujuan intervensi nutrisi adalah menjaga asupan yang adekuat sesuai kebutuhan dan kemampuan makan pasien untuk menunjang terapi yang diberikan berdasarkan komorbid pasien.
Terapi farmakologis juga dapat diberikan sesuai dengan penyakit yang mendasari, misalnya pemberian antituberkulosis pada pasien tuberkulosis atau pemberian propiltiourasil untuk pasien hipertiroid. Pembedahan bisa diperlukan pada pasien yang mengalami keganasan seperti kanker payudara dan kanker kolorektal.[1,4,6]