Red Flag Perdarahan Intermenstrual

Oleh :
dr. Nurul Falah

Red flag atau tanda bahaya perdarahan intermenstrual perlu dikenali dokter, agar dapat memutuskan mana kasus yang bisa ditangani di fasilitas kesehatan primer dan mana yang harus dirujuk. Perdarahan intermenstrual atau perdarahan antar siklus menstruasi berkaitan dengan berbagai kondisi medis, mulai dari yang fisiologis seperti implantasi kehamilan, hingga yang serius seperti kanker pada saluran reproduksi.[1,2]

Definisi dan Etiologi Perdarahan Intermenstrual

Perdarahan intermenstrual didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi di antara dua siklus haid pada wanita yang tidak hamil. Siklus haid wanita umumnya berada di rentang 24 sampai 38 hari. Perdarahan intermenstrual dapat terjadi di awal siklus, tengah siklus, ataupun akhir siklus haid. Umumnya perdarahan intermenstrual tidak berbahaya, namun pada beberapa kasus dapat menjadi penanda suatu kondisi medis yang serius.[2,3]

Menstruation,Bleeding,3d,Illustration

Kemungkinan etiologi perdarahan intermenstrual antara lain:

  • Tanda implantasi kehamilan
  • Kehamilan ektopik
  • Gangguan endokrin yang memicu gangguan pada aksis hipotalamus-pituitari-ovarium
  • Sindrom ovarium polikistik
  • Keganasan: kanker serviks, kanker rahim, atau kanker vagina
  • Infeksi atau inflamasi: servisitis, endometritis, adneksitis
  • Riwayat penggunaan obat-obatan: misalnya penggunaan pil progestin saja, penggantian kontrasepsi hormonal, atau overdosis obat antikoagulan
  • Abnormalitas pada endometrium: leiomyoma, endometriosis, adenomiosis, polip, hiperplasia endometrium
  • Trauma: termasuk kekerasan seksual
  • Penyakit gangguan perdarahan atau koagulopati: von Willebrand Disease, dan pansitopenia yang dipicu leukemia[1,2]

Red Flag Perdarahan Intermenstrual

Ada beberapa red flag atau tanda bahaya perdarahan intermenstrual yang perlu diwaspadai. Keberadaan red flag ini dapat mengindikasikan etiologi yang serius dan membutuhkan penanganan segera:

  • Nyeri terkait menstruasi: Nyeri perut berat saat menstruasi, nyeri perut yang berlanjut setelah menstruasi selesai, nyeri dengan riwayat keterlambatan menstruasi, serta nyeri perut yang tidak berespon dengan istirahat ataupun penggunaan analgesik seperti paracetamolibuprofen, atau diklofenak

  • Keluhan sistem reproduksi: Duh tubuh vagina yang tidak normal, dispareunia
  • Gejala lain: Demam, keringat berlebihan terutama di malam hari, penurunan berat badan secara drastis, keringat dingin, fatigue, muntah berat[1,3]

Sekilas tentang Manajemen Pasien dengan Red Flag Perdarahan Intermenstrual

Apabila ditemukan red flags intermenstrual bleeding atau tanda bahaya perdarahan intermenstrual, dokter perlu memastikan kemungkinan etiologi berbahaya dari kondisi ini

Anamnesis Perdarahan Intermenstrual

Anamnesis yang lengkap dapat membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab perdarahan intermenstrual. Tanyakan riwayat dan karakteristik siklus haid, meliputi usia menarche, tanggal hari pertama haid terakhir, durasi haid, frekuensi haid, regularitas haid, volume haid, serta ada tidaknya nyeri perut.

Tanyakan pula apakah ada keluhan penyerta, seperti demam, muntah, keringat berlebihan terutama di malam hari, penurunan berat badan secara drastis, nyeri saat berhubungan seksual, atau duh tubuh vagina yang abnormal. Penggunaan obat-obatan tertentu, riwayat kontrasepsi, pola seksualitas, riwayat hubungan seksual yang berisiko, riwayat kehamilan dan persalinan juga merupakan informasi yang penting.

Selain itu, perlu diketahui riwayat pemeriksaan sebelumnya yang relevan, seperti Pap smear dan pemeriksaan inspeksi visual asetat (IVA), riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat pengobatan termasuk operasi dan radioterapi, dan hendaya yang timbul (tidak masuk kerja, sekolah, atau tidak dapat beraktivitas).[1,4]

Pemeriksaan Fisik Perdarahan Intermenstrual

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan untuk membantu mengidentifikasi penyebab perdarahan intermenstrual. Pada kondisi normal, tidak akan didapatkan kelainan pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan dalam dengan spekulum mungkin diperlukan untuk mengevaluasi anatomi genitalia eksterna dan interna.

Pemeriksaan bimanual mungkin diperlukan untuk menilai apakah terdapat anomali uterus, ukuran dan kualitas adneksa, dan area yang spesifik terhadap rasa nyeri (tenderness). Pemeriksaan tambahan seperti inspeksi visual asetat (IVA), pemeriksaan Papanicolaou (Pap smear), serta kolposkopi mungkin diperlukan bila terdapat kecurigaan adanya penyakit menular seksual atau keganasan.[1,4]

Pemeriksaan Penunjang Perdarahan Intermenstrual

Pemeriksaan kehamilan dengan sampel urine dapat dilakukan pada pasien usia reproduktif yang dicurigai mengalami gangguan terkait kehamilan, seperti kehamilan ektopik ataupun keguguran. Pemeriksaan laboratorium lain yang mungkin dibutuhkan sesuai indikasi meliputi hitung darah lengkap, kadar feritin, panel koagulasi, fungsi tiroid, serta pemeriksaan kadar gonadotropin dan prolaktin.

Sementara itu, modalitas pencitraan dapat digunakan jika diduga terdapat patologi pada organ reproduksi. Pemriksaan dipilih sesuai indikasi, meliputi ultrasonografi (USG) abdomen atau transvagina, MRI, histerosalpingografi, laparoskopi, atau histeroskopi.[1,2]

USG dapat menunjukkan ukuran dan bentuk rahim, adanya leiomyoma, adenomiosis, ketebalan endometrium, dan anomali ovarium. USG dapat dimanfaatkan sebagai pemeriksaan inisial pada pasien dengan perdarahan intermenstrual.

Sementara itu, pemeriksaan MRI dapat memberikan gambaran lebih rinci dari organ reproduksi. MRI dapat digunakan untuk perencanaan bedah, namun bukan menjadi pilihan lini pertama untuk pemeriksaan radiologi pada pasien dengan perdarahan intermenstrual. Histeroskopi dan sonohisterografi dapat membantu pada situasi di mana polip endometrium terdeteksi, citra dari USG transvaginal tidak meyakinkan, atau leiomyoma submukosa terdeteksi.[1,3]

Pendekatan Manajemen Perdarahan Intermenstrual

Setelah etiologi perdarahan intermenstrual diidentifikasi, tata laksana dilakukan sesuai dengan etiologi. Prinsip tata laksana awal perdarahan intermenstrual didasarkan pada berbagai faktor, yaitu etiologi perdarahan intermenstrual, stabilitas klinis pasien, dan komorbiditas lainnya.

Pada kondisi perdarahan intermenstrual akut, penggunaan metode hormonal, yaitu menggunakan estrogen terkonjugasi intravena, pil kombinasi, atau pil progestin dapat dipertimbangkan. Asam traneksamat dapat mencegah terjadinya degradasi fibrin dan dapat dipertimbangkan sesuai kondisi klinis pasien. Pemasangan tampon untuk perdarahan intermenstrual juga dapat dipertimbangkan.

Penting bagi dokter untuk menilai stabilitas pasien yang datang dengan keluhan perdarahan intermenstrual. Pemberian cairan intravena dan transfusi darah mungkin diperlukan bila pasien terlihat lemas dan menunjukkan gejala syok hipovolemik.[1,5]

Referensi