Efek inhibisi aktivitas enzim sitokrom CYP3A4 oleh clarithromycin dan antibiotik golongan makrolida lainnya (kecuali azithromycin) menyebabkan peningkatan risiko acute kidney injury (AKI) dan hipotensi bila diberikan bersamaan dengan calcium channel blocker.
Metabolisme semua obat golongan calcium channel blocker (CCB) dilakukan oleh sistem sitokrom P450, dan terutama oleh enzim sitokrom P450 3A4 (CYP34A). Kadar CCB dalam darah dapat meningkat hingga jumlah yang berbahaya apabila aktivitas CYP3A4 terinhibisi. Antibiotik golongan makrolida terutama clarithromycin diketahui dapat menginhibisi enzim tersebut sehingga dapat menyebabkan hipotensi serta acute kidney injury (AKI) bila diberikan bersamaan dengan CCB.[1]
CCB merupakan suatu obat antihipertensi yang sering dipakai dalam klinis. Terdapat tiga jenis kelas calcium channel blocker yaitu phenylalkylamines (diltiazem), benzothiazepines (verapamil), dan dihydropyridines (nifedipine, amlodipine, isradipine). CCB bekerja sebagai vasodilator sehingga terjadi penurunan tekanan darah. Berbeda
dengan golongan dihydropyridines, verapamil dan diltiazem dapat bekerja pada jantung pada dosis umum sebagai inotropik negatif.[2]
Obat Inhibitor CYP3A4
Telah diketahui bahwa dari semua enzim CYP, CYP3A4 adalah enzim yang paling banyak ditemukan di hati. Enzim CYP3A4 juga digunakan oleh lebih dari 50% obat-obatan yang ada saat ini dalam proses metabolisme dan eliminasinya. Penggunaan obat-obatan yang menginhibisi kerja CYP3A4 secara kuat perlu sangat diperhatikan penggunaannya, terutama pada pasien-pasien yang juga diberikan obat-obatan yang menggunakan enzim tersebut untuk metabolisme seperti CCB.[3]
Perlu diketahui bahwa tidak semua obat dalam suatu golongan memiliki efek yang sama dalam menginhibisi CYP34A. Pada antibiotik golongan makrolid, azithromycin bukanlah suatu inhibitor CYP34A sedangkan obat-obat golongan sama lainnya merupakan suatu inhibitor yang kuat.[3]
Semua obat golongan CCB dimetabolisme oleh sistem enzim CYP450, dan terutama oleh CYP3A4. Walau demikian, selain sebagai substrat yang dimetabolisme, verapamil dan diltiazem juga memiliki efek inhibisi enzim tersebut.[2,7]
Tabel 1 di bawah ini menunjukkan obat inhibitor CYP3A4 berdasarkan kekuatan penghambatannya.
Tabel 1. Obat inhibitor CYP3A4.
Sumber: Busti A. Evidence-Based Medicine Consult, 2015.[7]
Pemberian Bersama Azithromycin/Clarithromycin dan Calcium Channel Blocker (CCB)
Penelitian mengenai interaksi interaksi calcium channel blocker dengan clarithromycin dan azithromycin menunjukkan bahwa pemberian bersama obat clarithromycin vs azithromycin dengan suatu CCB dapat meningkatkan risiko terjadinya perawatan di rumah sakit oleh karena AKI (OR 1.98, CI 95% 1.68-2.34), hipotensi (OR 1.60, CI 95% 1.18-2.16), serta meningkatkan all cause mortality (OR 1.74, CI 95% 1.57-1.9) pada jangka waktu 30 hari setelah pemberian kedua obat tersebut.[1]
Tabel 2. Outcome 30 hari pada pasien dengan pemberian CCB dengan azithromycin atau clarithromycin.
Jumlah kasus (%) | Perbedaan Absolute Risk (95% CI), % | Odds ratio (OR) (95% CI) | ||
Clarithromycin (n= 96,226) | Azithromycin (n= 94,083) | |||
Acute Kidney Injury | 420 (0.44) | 208 (0.22) | 0.22 (0.16-0.27) | 1.98 (1.68-2.34) |
Hipotensi | 111 (0.12) | 68 (0.07) | 0.04 (0.02-0.07) | 1.60 (1.18-2.16) |
All cause mortality | 984 (1.02) | 555 (0.59) | 0.43 (0.35-0.51) | 1.74 (1.57-1.9) |
Sumber: Gandhi et al. 2013.[1]
Hasil di atas secara jelas menunjukkan peningkatan kasus AKI dan hipotensi saat CCB diberikan dengan clarithromycin. Hasil ini juga sesuai dengan hasil yang didapati pada penelitian sebelumnya yang membandingkan tingkat rawat inap jangka pendek pada pasien yang mendapat obat CCB dengan erythromycin, clarithromycin, atau azithromycin.[4] Pada studi tersebut ditemukan erythromycin memiliki risiko untuk rawat inap oleh karena hipotensi (OR 5.8, 95% CI 2.3-15.0), diikuti dengan clarithromycin (OR 3.7, 95% CI 2.3-6.1). Azithromycin tidak ditemukan dapat menyebabkan hipotensi (OR 1.5, 95% CI 0.8-2.8).
Studi meta analisis menunjukkan bahwa risiko hipotensi akan lebih berat pada penggunaan CCB golongan non dihydropyridines oleh karena efek inotropik negatif pada jantung. Walau demikian, penelitian lain menunjukkan risiko justru lebih tinggi pada penggunaan CCB golongan dihydropyridine, tertinggi pada nifedipine, felodipine, amlodipine, diltiazem, dan terendah verapamil. Namun perlu diketahui bahwa terdapat risiko bias pada penelitian ini karena sampel untuk kasus penggunaan verapamil dan diltiazem lebih sedikit dibandingkan obat lainnya.[1,5]
Risiko Hipotensi dan Acute Kidney Injury pada Pasien Geriatri
Walau pemberian CCB serta clarithromycin dapat dilakukan pada semua usia, kasus hipotensi dan AKI banyak terjadi terutama pada pasien geriatri. Penelitian yang ada menunjukkan tingginya kasus hipotensi dan AKI pada pasien geriatri yang berusia di atas 70 tahun. Usia lebih lanjut serta komorbiditas yang berlebih dapat menyebabkan hipotensi serta acute kidney injury yang lebih berat.[5]
Pasien berusia lanjut juga dapat mengkonsumsi obat-obat lain selain antibiotik makrolida dan CCB. Mengkonsumsi obat-obat lain selain clarithromycin yang juga memiliki peran inhibisi CYP3A4 tentu akan memperkuat efek CCB lebih lagi sehingga kadarnya dalam darah dapat meningkat menjadi sangat berbahaya. Selain penggunaan obat-obatan inhibitor CYP3A4, obat-obat lain yang menggunakan CYP3A4 dalam proses metabolismenya juga dapat berperan dalam menyebabkan terjadinya hipotensi.
Pada suatu laporan kasus, seorang pasien berusia 78 tahun mendapatkan CCB dan carvedilol yang juga dimetabolisme oleh CYP3A4 sehingga mengalami hipotensi berat disertai dengan bradikardia. Kasus lain juga menunjukkan gambaran pasien yang serupa. Pasien berusia 74 tahun yang mengkonsumsi obat hipertensi felodipine, losartan, dan atenolol pada saat pemberian clarithromycin mengalami hipotensi hingga terjadi syok.[5,6]
Risiko untuk terjadinya hipotensi dan AKI dalam penelitian tersebut memang dapat dinilai cukup kecil, dan interaksi obat pada kasus ini mungkin juga lebih dapat diaplikasikan pada pasien geriatri dengan bermacam komorbiditas dibandingkan yang berusia muda. Clarithromycin juga dapat dinilai cukup jarang diresepkan dibanding antibiotik lain. Walau demikian, pemberian CCB beserta dengan antibiotik makrolida terutama clarithromycin tetap sebaiknya dihindari pada pasien geriatri untuk menghindari risiko hipotensi dan AKI.[1,4]
Pada saat memberikan obat, seorang klinisi harus sangatlah sadar mengenai interaksi obat-obat yang diberikannya. Klinisi sebaiknya memilih antibiotik lain untuk diberikan sebagai alternatif pada pasien yang sudah mengkonsumsi CCB, atau mengganti obat hipertensi CCB selama durasi terapi clarithromycin. Azithromycin dapat digunakan sebagai alternatif dari clarithromycin pada penggunaan antibiotik makrolida dengan CCB.[1]
Kesimpulan
Metabolisme calcium channel blocker (CCB) dilakukan oleh enzim sitokrom CYP3A4 dan kadarnya dalam darah dapat meningkat tinggi bila pasien mengkonsumsi suatu inhibitor enzim tersebut. Clarithromycin serta antibiotik golongan makrolida lainnya merupakan inhibitor CYP3A4 kecuali untuk azithromycin.
Penggunaan clarithromycin dan erythromycin dengan CCB memiliki risiko hipotensi dan acute kidney injury (AKI), berbeda dengan azithromycin. Risiko untuk terjadi AKI dan hipotensi lebih tinggi pada pasien geriatri dengan berbagai komorbiditas dibandingkan pasien usia muda. Klinisi sebaiknya menghindari pemberian clarithromycin dengan CCB.
Direvisi oleh: dr. Roshni Manwani