Keracunan jengkol atau jengkolisme merupakan salah satu penyebab gagal ginjal akut yang umum terjadi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sehingga klinisi harus dapat mengetahui dan mengobatinya.
Jengkol atau disebut juga secara ilmiah dengan Archidendron pauciflorum, merupakan salah satu makanan yang umum ditemukan di Asia Tenggara. Walaupun berbau tajam, jengkol merupakan makanan yang banyak digemari masyarakat Indonesia, terutama di Pulau Jawa dan Sumatera. Tumbuhan berbiji ini biasanya diproses dengan cara direbus atau digoreng, tetapi tidak jarang juga dikonsumsi dalam keadaan mentah.[1,2]
Karakteristik keracunan jengkol adalah nyeri spasmodik, obstruksi urine, dan gagal ginjal akut, yang dapat timbul dalam beberapa jam setelah konsumsi jengkol. Penyebabnya adalah asam jengkolat yang terkandung dalam jengkol yang dapat mengganggu traktus urinarius.[1,2]
Patogenesis Keracunan Jengkol
Patogenesis dari jengkolisme belum diketahui secara pasti, akan tetapi diduga merupakan efek toksik secara langsung atau hipersensitivitas terhadap asam amino atau metabolit dari asam jengkolat yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut.[1,2]
Jengkol memiliki kandungan asam jengkolat sekitar 0,3–1,3 gram dalam 100 gram berat basah dan 93% asam jengkolat berada dalam bentuk bebas. Asam jengkolat adalah struktur asam amino yang mengandung sulfur. Asam jengkolat dapat membuat produksi urine menjadi lebih kental seperti berlumpur dan mengakibatkan obstruksi nefropati, yang berakhir dengan nekrosis tubular akut.[1–3]
Manifestasi Klinis Keracunan Jengkol
Manifestasi klinis dari jengkolisme bervariasi, tetapi secara umum dapat berupa nyeri pinggang spasmodik (kolik) atau nyeri di pangkal paha serta gagal ginjal akut dengan obstruksi traktus urinarius.
Onset timbulnya gejala sejak konsumsi jengkol adalah sekitar 2 sampai 12 jam, tetapi bisa juga terjadi sampai pada hari ke–4. Gagal ginjal akut didefinisikan sebagai turunnya fungsi filtrasi ginjal secara akut. Onset gagal ginjal akut ditemukan tidak berhubungan dengan proses memasak atau jumlah jengkol yang dikonsumsi.[1,2,7]
Tabel 1. Tanda dan Gejala Keracunan Jengkol
Gejala | Persentase |
Nyeri perut, nyeri pinggang atau kolik | 70% |
Disuria | 66% |
Oliguria | 59% |
Hematuria | 55% |
Hipertensi | 36% |
Sumber: Bunawan NC, et al., 2014[1]
Manifestasi lain yang dapat timbul akibat jengkolisme adalah buang angin berlebihan, diare atau sembelit, serta urine yang berwarna seperti susu dan kemudian berubah menjadi darah. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan “bau jengkol” pada napas dan urine pasien karena kandungan sulfur pada asam jengkolat.[1,2]
Secara umum, berdasarkan tingkat keparahan dan gejala yang timbul, keracunan jengkol dapat dibagi menjadi dua derajat, yaitu keracunan jengkol ringan dan berat.
Keracunan Jengkol Ringan
Keracunan jengkol ringan, yang ditunjukkan dengan nyeri dan hematuria setelah obstruksi uretra sementara yang disebabkan karena kristal asam jengkolat.[1]
Keracunan Jengkol Berat
Keracunan jengkol berat yang ditandai dengan hipertensi, oliguria, azotemia, anuria dan kematian.[1]
Pemeriksaan Laboratorium Keracunan Jengkol
Jika sudah terjadi anuria, pemeriksaan laboratorium yang dilakukan dapat diarahkan untuk mendeteksi gagal ginjal akut. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan ureum atau blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin darah.
Munculnya tanda dan gejala, berupa nyeri pinggang, mual, muntah, dan hematuria mengarahkan kecurigaan pada obstruksi ureter dan uretra yang disebabkan oleh asam jengkolat.
Pemeriksaan urinalisis dapat memperlihatkan adanya albumin, sel epitel, casts, eritrosit, dan terkadang dapat muncul kristal berbentuk jarum. Pembentukan kristal ini bergantung dengan pH karena tingkat kelarutan asam jengkolat meningkat secara signifikan pada pH basa. Kristal yang dapat menyebabkan laserasi pada jaringan ginjal dan perdarahan atau obstruksi pada uretra.[1,3,4,7]
Terapi Keracunan Jengkol
Setelah diagnosis ditegakkan, terapi keracunan jengkol dapat segera dilakukan, yaitu dengan rehidrasi dan pemberian diuretik, seperti furosemide. Kebanyakan keracunan jengkol dapat sembuh dalam 3 hari dengan perawatan suportif. Rehidrasi bertujuan untuk mengembalikan fungsi ginjal, sehingga balans cairan sangat perlu dihitung dan diperhatikan dalam terapi.
Terapi ini terbagi menjadi 2 kelompok berdasarkan derajat keparahan dari keracunan jengkol:
- Ringan, yaitu rehidrasi dan kontrol nyeri
- Berat, yaitu kontrol nyeri yang lebih tinggi, rehidrasi yang agresif, pemberian basa (natrium bikarbonat) untuk meningkatkan keluaran asam jengkolat. Bila tidak terdapat natrium bikarbonat, minuman bersoda pernah digunakan dalam satu kasus di Indonesia untuk tujuan ini[1,7]
Pada sebuah kasus di Indonesia, keracunan jengkol pernah diterapi dengan 2,5 liter cairan salin normal dan 20 mg furosemide secara intravena dan menghasilkan 200 mL urine dengan darah. Tramadol 50 mg dipakai untuk mengurangi nyeri pada pasien tersebut.[1]
Pada kasus lain di Malaysia, rehidrasi intravena dan furosemide tidak menghasilkan keluaran urine yang baik, sehingga meningkatkan kreatinin serum dari 2,01 menjadi 9,59 mg/dL dalam 3 hari dan bilateral stenting segera dilakukan dan ditemukan senyawa berlumpur. Setelah dilakukan stenting, diuresis menjadi baik, kemudian pada hari keempat kreatinin menjadi 0,89 mg/dL.[3]
Sebuah studi meta analisis yang meneliti 9 penelitian, dengan total angka kematian sekitar 4% (4 dari 96 kasus) mengemukakan bahwa 3 dari 4 kasus kematian dialami oleh anak-anak dan keempat kasus tersebut dirawat di fasilitas kesehatan yang tidak memiliki fasilitas hemodialisis.[1]
Pencegahan Keracunan Jengkol
Pencegahan pasti terhadap jengkolisme ini adalah dengan menghindari sumber makanan dari jengkol. Menurut Yeoh et al, jengkol yang direbus dengan air alkali mendidih diduga dapat menghilangkan asam jengkolat dan mengurangi risiko terjadinya keracunan jengkol.
Pengujian terhadap metode pemrosesan jengkol oleh Boughton et al menyatakan bahwa kadar asam jengkolat dapat berkurang secara signifikan hingga lebih dari 90% dengan proses pemanggangan kering pada suhu 180OC.[2,5]
Edukasi masyarakat luas mengenai tanda dan gejala keracunan jengkol perlu dilakukan, agar masyarakat dapat segera datang ke fasilitas kesehatan apabila tanda dan gejala muncul.[2,5,6]
Kesimpulan
Klinisi harus mengetahui tanda dan gejala dari keracunan jengkol. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat ditemukan:
- Adanya riwayat makan jengkol (dengan cara proses apapun) dalam beberapa jam sampai beberapa hari terakhir
- Nyeri perut, terutama di perut bagian bawah
- Nyeri pinggang dengan atau tanpa penyebaran ke perut bagian bawah dan selangkangan
- Gangguan berkemih, yaitu nyeri saat berkemih, berkemih sedikit, atau tidak berkemih sama sekali
- Tercium bau jengkol yang menyengat dari mulut dan urine
- Peningkatan ureum dan kreatinin darah
Terapi yang dapat dilakukan untuk keracunan jengkol adalah rehidrasi, pemberian diuretik (furosemide), penghitungan balans cairan ketat, dan kontrol nyeri sesuai dengan intensitasnya. Stent ureter dapat diperlukan jika ada obstruksi akibat kristal asam jengkolat. Pemeriksaan fungsi ginjal juga perlu dipantau ketat untuk melihat perkembangan dari penyakit ini.
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli