Myopia derajat tinggi merupakan faktor risiko terjadinya glaukoma kronis sudut terbuka. Beberapa penelitian mengungkapkan adanya hubungan antara kelainan refraksi pada myopia dengan peningkatan tekanan intraokular. Meskipun demikian, hubungan etiologis antara keduanya masih belum dapat dimengerti.
Myopia adalah kondisi gangguan refraksi mata yang paling umum terjadi. Sedangkan glaukoma adalah kelainan okular yang berhubungan dengan neuropati optik yang bersifat progresif dan menyebabkan kebutaan yang ireversibel.[1,2]
Hubungan Antara Myopia dan Glaukoma Kronis
Myopia derajat tinggi (≤-6 Dioptri) sering kali dinilai menjadi faktor risiko dari perkembangan glaukoma kronis sudut terbuka. Namun, mekanisme pasti dari hubungan keduanya masih belum jelas. Beberapa teori melaporkan ada berbagai mekanisme yang mungkin terjadi, salah satunya adalah kerusakan nervus optikus akibat peningkatan tekanan intraokular dan peningkatan shearing force pada kepala nervus optikus.[3]
Struktur kepala nervus optikus yang rawan kerusakan secara struktural, penurunan ketebalan lapisan saraf retina dan berkurangan kekuatan sklera pada nervus optikus pada pasien myopia diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya glaukoma sudut terbuka. Selain itu, sebuah teori mengungkapkan bahwa tekanan intraokular, yang diukur dengan tonometri, pada pasien myopia lebih tinggi dibandingkan dengan mata emetrop dan hipermetrop.[3]
Bukti Klinis Risiko Glaukoma Kronis Sudut Terbuka pada Myopia
Terdapat beberapa penelitian yang mengungkapkan adanya risiko glaukoma sudut terbuka terhadap myopia. Hasil Meta analisis tahun 2011 membuktikan adanya korelasi antara keduanya. Namun, penelitian ini memiliki keterbatasan yang coba dijawab oleh penelitian lebih baru.
Hasil Penelitian Myopia dan Risiko Glaukoma
Sebuah meta analisis dilakukan oleh Marcus et al., terdiri dari 11 studi cross sectional, meneliti tentang hubungan antara myopia dan glaukoma sudut terbuka. Meta analisis ini mendapatkan bahwa myopia meningkatkan risiko dua kali lipat dari terjadinya glaukoma sudut terbuka dibandingkan dengan grup non myopia.[4]
Dilakukan analisis subgroup pada myopia derajat tinggi dan myopia derajat rendah. Meta analisis ini mendapatkan bahwa dengan myopia ≤-3 Dioptri memiliki risiko 2,5 kali lebih tinggi mengalami glaukoma sudut terbuka dibandingkan dengan grup non myopia. Sedangkan pasien myopia derajat rendah memiliki risiko 1,8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan grup non myopia.[4]
Meskipun didapatkan bahwa myopia memiliki pengaruh sebagai salah satu faktor risiko dari glaukoma sudut terbuka, meta analisis ini belum dapat menjelaskan mekanisme fisiologis yang mendasari hubungan antara myopia dan glaukoma sudut terbuka.[4]
Meta analisis ini memiliki kemungkinan bias seleksi rendah karena menggunakan sistem population-based. Namun, heterogenitas antar studi masih cukup besar.[4]
Hasil meta analisis tersebut didukung oleh Beijing Eye Study pada tahun 2021 yang melibatkan 4439 subjek usia 40 ke atas. Hasil studi mengonfirmasi bahwa myopia merupakan faktor risiko mayor untuk terjadinya glaukoma sudut terbuka. Penderita myopia derajat tinggi (≤−6 dioptri) memiliki risiko 7,3 kali lebih besar dibanding emetrop untuk terkena glaukoma sudut terbuka.[5]
Studi Mengenai Patofisiologi Myopia Derajat Tinggi dengan Glaukoma Sudut Terbuka
Penelitan terkini mengenai risiko glaukoma sudut terbuka dengan myopia derajat tinggi dilakukan oleh Sawada et al. Penelitian ini menilai hubungan antara progresi defek lapang pandang pasien myopia dengan kejadian glaukoma sudut terbuka. Studi ini menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara kelainan refraksi myopia dengan progresi lapang pandang.
Studi ini menyatakan bahwa progresi gangguan lapang pandang pada pasien glaukoma sudut terbuka tidak disebabkan via kelainan refraktif atau panjang aksis. Namun diakibatkan oleh adanya deformasi diskus optikus pada pasien myopia. Bentuk deformasi diskus optikus yang ditemukan berupa kemiringan diskus (disc tilt), pergeseran diskus optikus ke arah temporal, dan pembesaran pembukaan membran Bruch.
Keterbatasan studi ini adalah bias seleksi karena kriteria inklusi yang ketat sehingga ada populasi yang tidak diteliti. Hal ini berpengaruh terhadap kecilnya jumlah sampel.[6]
Kesimpulan
Myopia merupakan suatu bentuk kelainan refraksi yang disebabkan oleh karena panjang bola mata anteroposterior yang terlalu besar atau karena kekuatan pembiasan media refraksi yang terlalu kuat. Myopia menjadi salah satu faktor risiko peningkatan terjadinya penyakit glaukoma kronis sudut terbuka oleh karena adanya deformasi diskus yang ditandai dengan kemiringan dan pergeseran diskus serta pembesaran membran Bruch.
Keterkaitan antara myopia derajat tinggi dan glaukoma sudut terbuka sudah terbukti. Pasien dengan myopia derajat tinggi (≤-6 Dioptri) mempunyai faktor risiko yang lebih besar terhadap terjadinya glaukoma. Risiko ini juga ada pada pasien dengan myopia derajat sedang (≤-3 Dioptri), di mana ditemukan perubahan yang serupa dengan pasien myopia derajat berat.
Pemeriksaan mata pada pasien dengan myopia derajat sedang maupun berat sebaiknya dilakukan secara berkala, sebab myopia telah terbukti menjadi faktor risiko glaukoma. Pada pemeriksaan mata, lakukan dokumentasikan nervus optikus untuk melihat perubahan, serta pengukuran tekanan intraokuler untuk memonitor terjadinya glaukoma pada myopia.
Diagnosis, tata laksana sejak dini, serta edukasi kepada pasien yang mengalami myopia sangat penting untuk membantu mencegah terjadinya glaukoma kronis sudut terbuka.
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra