Salin hipertonik dan manitol sering digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial (TIK) pada kasus cedera otak traumatik. Tetapi, belum ada konsensus tentang mana pilihan cairan yang terbaik.
Cedera otak traumatik dapat dibedakan menjadi cedera primer dan sekunder. Cedera primer berkaitan dengan proses trauma langsung pada parenkim serebral seperti kontusio dan cedera aksonal. Sedangkan, cedera sekunder berkaitan erat dengan peningkatan TIK yang disebabkan oleh inflamasi fokal hingga iskemia global. Sebagian besar tata laksana cedera otak traumatik bertujuan untuk menurunkan TIK. Terapi cairan, baik menggunakan salin hipertonik atau manitol, merupakan salah satu modalitas tata laksana TIK pada cedera otak traumatik.[1]
Peran Terapi Cairan dalam Tata Laksana Penurunan Tekanan Intrakranial pada Cedera Otak Traumatik
Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) pada cedera otak traumatik dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme, meliputi disrupsi pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan atau eksudasi plasma ke jaringan serebral, proses inflamasi, vasodilatasi, dan terjadinya gangguan pada mekanisme transport ion membran sel otak yang menyebabkan edema selular. Peningkatan TIK yang persisten menyebabkan cedera otak traumatik sekunder yang berujung pada kerusakan oksidatif dan lepasnya reactive oxygen species (ROS), sitotoksisitas, dan pada akhirnya memperberat peningkatan TIK.[2]
Penurunan TIK pada cedera otak traumatik dapat dilakukan dengan beberapa cara, tergantung pada kondisi pasien, volume perdarahan, dan penyebab cedera. Tindakan operatif, seperti dekompresi, dapat menjadi pilihan. Selain itu, bisa juga dilakukan tindakan konservatif seperti meninggikan posisi kepala 30 derajat, hiperventilasi, hipotermia, dan penggunaan cairan hiperosmolar.[2,3]
Mekanisme cairan hiperosmolar dalam menurunkan TIK menggunakan prinsip hukum difusi. Cairan edema jaringan diserap kembali ke dalam kompartemen intravaskular karena perbedaan tekanan osmotik antara cairan interstitial dan intravaskular. Manitol dan salin hipertonik adalah cairan hiperosmolar yang banyak digunakan untuk menurunkan TIK.[2,4]
Kelebihan dan Kekurangan Cairan Salin Hipertonik
Cairan salin hipertonik yang digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial (TIK) pada cedera otak traumatik memiliki konsentrasi antara 3% hingga 30%. Cairan dapat diberikan secara bolus atau secara kontinyu. Cairan salin hipertonik efektif pada pasien dengan peningkatan TIK yang berat dan refrakter terhadap terapi lainnya. Cairan salin hipertonik juga lebih sesuai digunakan untuk pasien dengan hipovolemia atau hiponatremia.
Salah satu keuntungan penggunaan cairan salin hipertonik adalah cairan ini tidak mengganggu hemodinamik sistemik. Selain itu, pada pasien dengan peningkatan osmolaritas serum dan cairan serebrospinal, cairan salin hipertonik masih dapat menciptakan gradien osmotik untuk mengurangi TIK.
Cairan salin hipertonik memiliki onset kerja yang cepat (5 menit) dan dapat bertahan hingga 12 jam, serta tidak menyebabkan adanya fenomena rebound pada TIK. Akan tetapi, cairan salin hipertonik dapat menyebabkan kondisi hipernatremia dan diduga berkaitan dengan gangguan fungsi ginjal. Pada pemberian yang terlalu cepat, cairan salin hipertonik juga dapat menyebabkan myelinolisis.[2,5,6]
Kelebihan dan Kekurangan Manitol
Manitol yang digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial (TIK) memiliki konsentrasi 20% dan diberikan secara bolus dengan dosis 50-125 ml (0,5-1 g/kg). Manitol bekerja dengan menyebabkan dehidrasi secara osmotik karena molekulnya yang tidak dapat melewati endotel sawar darah otak, sehingga mampu menyerap cairan ekstraselular ke dalam kompartemen intravaskular. Manitol dapat menurunkan TIK dan meningkatkan perfusi serebral dengan meningkatkan reabsorpsi cairan serebrospinal, menurunkan viskositas darah, dan menyebabkan vasokonstriksi serebral.
Pengaruh manitol pada oksigenasi parenkim otak bervariasi dan tidak dapat meningkatkan oksigenasi pada tekanan di atas 60 mmHg. Onset kerja manitol dimulai setelah 30-45 menit. Penggunaan manitol dapat menyebabkan fenomena rebound pada TIK jika penggunaannya tidak dihentikan secara perlahan. Penggunaan manitol tidak disarankan pada pasien dengan hipotensi sistemik dan gangguan fungsi ginjal.[2,5,6]
Perbandingan Cairan Salin Hipertonik dan Manitol untuk Penurunan Tekanan Intrakranial pada Cedera Otak Traumatik
Sebuah tinjauan sistematik oleh Boone et al yang dipublikasikan pada tahun 2015 menganalisis 5 uji klinis acak prospektif, 1 uji klinis tidak acak prospektif, dan 1 kohort retrospektif untuk mencoba membandingkan efikasi cairan salin hipertonik dan manitol dalam menurunkan tekanan intrakranial (TIK). Dari semua studi yang dianalisis, sebagian studi menunjukkan bahwa manitol lebih efektif, sedangkan studi lain menunjukkan bahwa cairan salin hipertonik lebih efektif. Oleh karena itu, Boone et al menyatakan bahwa manitol dan cairan salin hipertonik sama-sama efektif dalam menurunkan TIK, tetapi superioritasnya belum bisa ditentukan karena heterogenitas data yang tersedia, termasuk perbedaan dalam konsentrasi dan cara pemberian cairan yang digunakan dan jumlah sampel yang relatif kecil.[7]
Hasil serupa juga didapatkan oleh tinjauan lain yang melibatkan 7 uji klinis dengan total sampel 191 pasien. Studi ini menyatakan bahwa data yang heterogen menyulitkan peneliti untuk mengambil kesimpulan pasti tentang superioritas antara manitol dan cairan salin hipertonik dalam tata laksana penurunan TIK kasus cedera otak traumatik. Tidak ada perbedaan bermakna terkait rerata penurunan TIK, tetapi cairan salin hipertonik ditemukan berkaitan dengan kegagalan terapi yang lebih sedikit.[8]
Meta analisis lain yang lebih baru (2019) mengevaluasi data dari 12 uji klinis acak terkontrol dengan total sampel 438 pasien. Perbandingan antara cairan salin hipertonik dengan manitol menunjukkan bahwa kedua obat memiliki efikasi serupa dalam hal meningkatkan luaran fungsional, menurunkan TIK, dan menurunkan mortalitas. Tetapi, cairan salin hipertonik ditemukan berkaitan dengan keberhasilan terapi yang lebih tinggi. Peneliti menyimpulkan bahwa hasil meta analisis ini tidak cukup dapat membuktikan superioritas antara manitol dan cairan salin hipertonik, tetapi cairan salin hipertonik lebih disarankan digunakan pada hipertensi intrakranial yang refrakter.[9]
Tinjauan sistematik Cochrane di tahun 2020 membandingkan luaran perawatan pasien dengan cedera otak traumatik yang diberikan cairan salin hipertonik dan manitol atau manitol dikombinasi dengan gliserol. Dalam analisisnya dikatakan bahwa cairan salin hipertonik tidak lebih baik dari manitol dalam hal efikasi dan keamanan jangka panjang. Namun, perlu dicatat bahwa kesimpulan ini ditarik berdasarkan bukti ilmiah yang terbatas. Metode penilaian TIK, konsentrasi dan cara pemberian cairan, dan penilaian luaran antar studi yang dianalisis sangat bervariasi. Studi lanjutan yang bersifat prospektif dan dengan jumlah sampel lebih besar masih diperlukan sebelum kesimpulan yang lebih pasti bisa ditarik.[10]
Kesimpulan
Cairan yang banyak digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial (TIK) pada cedera otak traumatik adalah manitol dan cairan salin hipertonik. Berbagai tinjauan yang ada belum dapat menentukan superioritas antara kedua cairan ini karena bukti ilmiah yang ada masih memiliki perbedaan metodologi dan jumlah sampel yang kecil.