Sanitasi masker N95 untuk penggunaan berulang pada darurat COVID-19 saat ini dilakukan karena penurunan persediaan masker N95 di fasilitas kesehatan. Pandemik coronavirus disease 2019 (COVID-19) telah menyebabkan terbatasnya beberapa alat pelindung diri, termasuk salah satunya masker respirator N95. Pemakaian N95 sudah direkomendasikan untuk tenaga medis yang melakukan tindakan-tindakan yang berisiko menimbulkan aerosol pada pasien COVID-19.
Berdasarkan National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC), penggunaan N95 memiliki efikasi filtrasi minimal 95% untuk aerosol sodium klorida berukuran 0,3 mikrometer. Untuk mengatasi kurangnya persediaan masker N95, maka peneliti dari China dan Amerika Serikat mencari prosedur baru sehingga memungkinkan penggunaan ulang dari masker N95.[1,2]
Dekontaminasi Virus pada Masker N95
Virus SARS-CoV-2 umumnya akan menjadi inaktif pada permukaan masker dan tidak akan menembus masker sampai ke sisi bagian pengguna. Masa hidup virus penyebab COVID-19 pada permukaan masker diperkirakan kurang lebih selama 72 jam. Cara mematikan virus dengan cepat adalah dengan melakukan iradiasi, fumigasi, dikukus, dipanaskan dalam air, atau dipanggang.
Alkohol dan panas dapat membunuh virus dengan cara denaturasi protein virus. Ultraviolet, peroksida, dan pengoksidasi dapat mengganggu DNA/RNA dari virus. Sedangkan fenol, klorida, dan aldehid dapat melakukan disrupsi selular virus.[2,3]
Beberapa cara tersebut ditemukan efektif dalam mematikan virus, akan tetapi tidak memenuhi syarat proses dekontaminasi yang baik. Beberapa kriteria dekontaminasi yang baik menurut 3M, adalah:
- Efektif dalam melawan organisme target, yaitu virus SARS-CoV-2
- Tidak merusak filtrasi respirator
- Tidak mengganggu kecocokan masker respirator pada pengguna
- Aman bagi pengguna masker respirator[2,3]
Beberapa metode telah diteliti dan beberapa diantaranya gagal memenuhi kriteria dekontaminasi yang baik. Metode dekontaminasi menggunakan microwave tidak direkomendasikan karena dapat melelehkan masker, serta bagian metal dari masker dapat mencetuskan api. Dekontaminasi menggunakan alkohol dapat merusak lapisan penyaring electret pada masker respirator sehingga dapat meningkatkan penetrasi virus pada masker.
Penggunaan 5,25% pemutih dalam proses dekontaminasi masker respirator dapat membuat keras media penyaringan dan tali elastis pada masker respirator. Selain itu, dekontaminasi menggunakan sabun dan air juga dapat menurunkan efisiensi filtrasi masker respirator.[2,4]
Metode Dekontaminasi Masker N95
Beberapa pilihan metode, seperti hidrogen peroksida diuapkan, iradiasi ultraviolet, pemanasan kering, dan pemanasan basah, telah terbukti cukup efektif dalam dekontaminasi masker respirator N95 dari virus SARS-CoV-2.
Hidrogen Peroksida Diuapkan
Hidrogen peroksida diuapkan merupakan metode dekontaminasi dengan hidrogen peroksida yang diuapkan pada temperatur rendah. Studi Kenney PA et al meneliti efikasi sterilisasi respirator N95 untuk penggunaan kembali dengan metode hidrogen peroksida diuapkan. Berdasarkan studi ini, ditemukan setelah 5 siklus sterilisasi, masker ditemukan sama dengan kondisi awal tanpa deformitas.
Studi pilot oleh The Dutch National institute for Public Health and the Environment (RIVM) juga meneliti sterilisasi masker FFP2, yang menyerupai masker N95, dengan hidrogen peroksida. Hasil studi ini menunjukkan bahwa masker FFP2 dapat digunakan tiga kali sesudah disterilisasi dua kali dengan hidrogen peroksida. Studi dari Bergman et al juga menemukan bahwa antara masker N95 tanpa dan sudah dilakukan dekontaminasi dengan hidroksi peroksida diuapkan tidak memiliki perbedaan fisik, dan keduanya memiliki tingkat rata-rata penetrasi yang hampir sama, yaitu dibawah 4,01%.[2,5,6]
Iradiasi Ultraviolet
Cahaya ultraviolet telah terbukti merupakan metode efektif dalam membunuh mikroorganisme, tetapi radiasi dari ultraviolet dapat mendegradasi polimer sehingga dapat menurunkan efikasi dari masker N95. Studi Lindsley WG et al meneliti sterilisasi masker N95 menggunakan iradiasi ultraviolet dengan dosis 120-950 J/cm2. Hasil studi menunjukan sterilisasi menggunakan iradiasi ultraviolet efektif dalam dekontaminasi masker N95, tetapi eksposur ultraviolet dapat meningkatkan penetrasi partikel dalam jumlah sedikit.
Studi Mills et al juga menunjukkan bahwa sterilisasi dengan iradiasi ultraviolet dapat menurunkan viabilitas virus secara signifikan (>3 log) pada masker N95. Selain itu, efikasi iradiasi ultraviolet dalam sterilisasi masker N95 juga ditunjukkan pada studi Heimbuch et al yang menemukan bahwa dengan iradiasi ultraviolet >1J/cm2 dapat menghilangkan virus pada masker N95, dan dengan 20 kali siklus tindakan UV tidak memiliki dampak yang bermakna pada kecocokan, resistansi aliran udara, atau partikel.[7-9]
Pemanasan Kering
Pemanasan kering masker N95 dengan suhu 70 derajat C selama 30 menit ditemukan merupakan salah satu metode yang dapat membunuh virus pada masker respirator. Studi Fischer et al menunjukkan bahwa masker N95 dapat disterilisasi dengan metode pemanasan kering sebanyak dua siklus. Studi terbaru dari Liao L et al menyatakan bahwa pemanasan kering dengan suhu 75 derajat C dapat dilakukan sebanyak 20 siklus tanpa merusak masker N95.[1,10]
Pemanasan Basah
Sterilisasi masker dengan pemanasan pada suhu 60-70 derajat C dengan tingkat kelembaban relatif 80-85% telah ditemukan efektif dalam mematikan virus flu. Studi Anderegg L et al mencoba meneliti efek masker N95 yang disterilkan dengan tingkat kepanasan 85 derajat C selama 30 menit dengan tingkat kelembaban relatif 60-85%. Hasil studi ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan 5 siklus pemanasan basah, tidak ditemukan perbedaan yang bermakna pada efikasi filtrasi pada masker N95 baru dengan yang sudah disterilisasi.
Studi Bergman et al juga menemukan bahwa masker N95 yang dilakukan pemanasan basah pada suhu 60 derajat C dengan kelembaban relatif 80% memiliki tingkat penyaringan penetrasi aerosol yang baik.[6,11]
Perbandingan Efikasi Metode Sanitasi Masker N95
Fischer RJ et al telah membandingkan empat metode dekontaminasi masker N95 untuk penggunaan kembali, yaitu iradiasi ultraviolet (260-285 nm), pemanasan kering 70 derajat C, etanol 70%, dan hidrogen peroksida diuapkan. Hasil studi ini menemukan bahwa metode hidrogen peroksida diuapkan memiliki waktu paling cepat dalam inaktivasi SARS-CoV-2 pada masker N95. Sinar ultraviolet dan pemanasan kering 70 derajat C dapat menginaktivasi SARS-CoV-2 dalam waktu yang hampir sama namun lebih lambat dibandingkan metode hidrogen peroksida diuapkan. Sedangkan untuk metode dekontaminasi etanol menyebabkan hilangnya integritas N95 sehingga penggunaannya tidak disarankan.
Studi ini juga menyatakan bahwa dekontaminasi respirator N95 menggunakan ultraviolet dan hidrogen peroksida diuapkan dapat dilakukan sampai 3 kali, namun untuk metode pemanasan kering hanya dapat dilakukan sampai dua kali.[10]
Studi lain oleh Viscusi DJ et al telah membandingkan efisiensi filtrasi masker respirator pada 10 proses dekontaminasi. Hasil studi ini menunjukkan bahwa hidrogen peroksida diuapkan dan iradiasi ultraviolet merupakan metode dekontaminasi yang paling sedikit mengubah penetrasi partikel pada masker respirator.[4]
Rekomendasi Pemrosesan Ulang Respirator N95
Berdasarkan rekomendasi CDC, penggunaan masker respirator sebagai alat pelindung diri, termasuk N95, tidak disarankan untuk dilakukan dekontaminasi rutin pada keadaan umum. Namun pada keadaan krisis, penggunaan ulang dan dekontaminasi masker N95 dapat dilakukan apabila diperlukan. Metode dekontaminasi masker N95 yang disarankan oleh CDC adalah iradiasi ultraviolet, hidrogen peroksida diuapkan, dan pemanasan basah.[12]
Himpunan Sterilisasi Sentral Indonesia (HISSI) juga telah mengeluarkan panduan penggunaan kembali respirator N95 pada darurat COVID-19. Dua metode dekontaminasi yang disarankan oleh HSSI adalah pemanasan kering dan pemanasan basah. Pemanasan kering dapat dilakukan pada suhu 70 derajat C dalam oven laboratorium/lemari pengering selama 30 menit. Sedangkan untuk pemanasan basah dapat dilakukan pada uap air dari air mendidih selama 10 menit.[13]
Kesimpulan
Pandemik COVID-19 telah menyebabkan penurunan persediaan masker N95. Salah satu strategi untuk mengatasi masalah adalah dengan melakukan penggunaan ulang masker dengan dekontaminasi masker. Beberapa metode dekontaminasi, seperti penggunaan alkohol, microwave, pemutih, serta sabun dan air dapat membunuh virus pada masker, tetapi metode tersebut dapat merusak dan menurunkan efikasi masker respirator sehingga tidak disarankan untuk melakukannya.
Berdasarkan beberapa studi terbatas, metode dekontaminasi seperti hidrogen peroksida diuapkan, iradiasi ultraviolet, pemanasan kering, dan pemanasan basah telah menunjukkan potensi yang cukup menjanjikan untuk dekontaminasi masker respirator N95. Metode dekontaminasi hidrogen peroksida diuapkan, iradiasi ultraviolet, dan pemanasan basah telah disebut oleh CDC sebagai metode yang memiliki potensi tinggi untuk dekontaminasi masker respirator. Sedangkan di Indonesia, HSSI telah merekomendasikan penggunaan pemanasan kering dan pemanasan basah sebagai metode dekontaminasi masker N95.