Stop Menggunakan Codeine Sebagai Obat Batuk

Oleh :
dr.Wendy Damar Aprilano

Codeine telah dilaporkan tidak bermanfaat untuk penanganan batuk. Codeine telah dipergunakan secara luas selama beberapa dekade untuk memberikan efek analgesik dan antitusif, tetapi beberapa studi berpendapat bahwa codeine tidak efektif dalam penanganan batuk dan meningkatkan risiko kematian akibat depresi napas jika digunakan sebagai antitusif pada anak

Saat ini, telah banyak organisasi maupun badan regulator pemerintah, seperti WHO, FDA, dan European Medicine Agency yang memberikan peringatan akan penggunaan codeine pasca berulangnya laporan kejadian efek samping pada anak. Organisasi tersebut menyatakan kontraindikasi penggunaan codeine pada anak, baik sebagai analgesik maupun antitusif.[1-3]

Close,Up,Of,A,Group,Of,White,Tablets,With,An

Peran Codeine Sebagai Antitusif

Codeine menekan batuk dengan bekerja pada reseptor opioid batang otak dan pada reseptor ujung saraf sensorik saluran napas. Efek penekan batuk dapat dicapai pada dosis yang lebih rendah dibandingkan dengan dosis analgesik. Meski demikian, perlu diwaspadai efek samping signifikan dari codeine berupa depresi napas yang menurunkan sensitivitas karbondioksida batang otak. Codeine juga menyebabkan depresi pada sistem saraf pusat dan menyebabkan sedasi.[4]

Variasi Efek Codeine Antar Individu

Codeine merupakan prodrug yang memiliki afinitas terbatas terhadap reseptor µ-opioid. Setelah dikonsumsi secara oral, mayoritas codeine akan masuk ke dalam sistem glukoronidasi hepatik atau N-demetilasi menjadi metabolit inaktif. Codeine baru akan memiliki efek terapeutik setelah dimetabolisme dan dikonversi menjadi morfin atau metabolit aktif morfin-6-glukoronid.

Proses metabolisme ini diperantarai oleh sistem enzim CYP2D6. Aktivitas CYP2D6 bervariasi secara signifikan terkait polimorfisme genetik masing-masing individu. Sudah lebih dari 70 alel berbeda yang teridentifikasi pada sistem enzim ini. Pada individu ultrarapid metabolizer, penggunaan codeine dapat menimbulkan toksisitas. Sebaliknya, pada poor metabolizer, efek penggunaan codeine sangat kecil bahkan tidak bermanfaat sama sekali.[1-3]

Telah Terdapat Laporan Toksisitas Signifikan Akibat Penggunaan Codeine Sebagai Antitusif

Pada tahun 2017, FDA menerbitkan rekomendasi kuat yang melarang penggunaan codeine pada anak. Rekomendasi ini didasarkan pada laporan 24 kematian dan 38 kasus depresi pernapasan pada anak yang menerima obat yang mengandung codeine.

FDA merekomendasikan bahwa codeine tidak boleh digunakan untuk meredakan batuk pada anak di bawah usia 12 tahun. FDA juga menambahkan peringatan baru pada label obat codeine, yakni untuk tidak menggunakan codeine pada remaja usia 12 dan 18 tahun yang memiliki faktor risiko depresi pernapasan, seperti obesitas, obstructive sleep apnea, atau gangguan fungsi pernapasan.[3]

Basis Bukti Ilmiah Penggunaan Codeine untuk Batuk

Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa codeine tidak efektif untuk penanganan batuk. Dalam sebuah studi lama yang menyelidiki efek codeine pada 91 pasien dengan batuk akibat infeksi saluran napas atas (ISPA), dilaporkan bahwa pemberian codeine 30 mg 4 kali sehari selama 4 hari tidak memiliki efek yang lebih baik dibandingkan plasebo. Hasil serupa juga ditunjukkan studi lain, yakni codeine oral 50 mg tidak menghasilkan luaran batuk lebih baik dibandingkan plasebo pada 82 partisipan yang dilibatkan.[5]

Dalam tinjauan sistematik Cochrane yang berusaha mengevaluasi efikasi codeine dalam pengobatan batuk kronik pada anak, peneliti tidak dapat menemukan uji klinis acak terkontrol kualitas baik mengenai topik ini. Peneliti Cochrane menyatakan bahwa secara keseluruhan bukti ilmiah yang tersedia masih sangat kurang untuk mendukung atau menentang penggunaan codeine untuk pengobatan batuk pada anak.[6]

Uji klinis open label lain membandingkan efikasi codeine 60 mg/hari dengan levodropropizine 180 mg/hari dalam pengobatan 88 pasien dengan batuk kronik. Studi ini menunjukkan bahwa codeine menghasilkan penurunan batuk lebih baik dibandingkan levodropropizine, tetapi berkaitan dengan kejadian efek samping lebih tinggi.[7]

Alternatif Pengganti Codeine untuk Batuk

Secara umum, obat antitusif over the counter (OTC), seperti codeine, tidak boleh digunakan secara rutin pada anak di bawah usia 2 tahun. Batuk juga umumnya timbul akibat infeksi virus yang dapat sembuh sendiri meskipun tanpa pengobatan.

Dalam tinjauan Cochrane 2018, madu dibandingkan dengan plasebo dan antitusif lain untuk pengobatan batuk akut yang disebabkan oleh ISPA. Tinjauan ini menemukan bahwa madu lebih unggul dibandingkan plasebo atau tanpa pengobatan dan diphenhydramine, sehingga madu dapat menjadi alternatif terapi batuk pada anak usia di atas 1 tahun.[3,8]

Pada pasien dewasa, terdapat banyak alternatif obat batuk lain yang bisa digunakan. Ini mencakup N-acetylcysteine, ambroxol, levodropropizine, dan levocloperastine.[9]

Kesimpulan

Bukti ilmiah mengenai efektivitas codeine dalam penanganan batuk masih terbatas. Di sisi lain, telah terdapat bukti yang mengindikasikan bahwa codeine tidak efektif dalam mengobati batuk dan telah dikaitkan dengan efek samping signifikan yang mencakup depresi napas dan kematian pada anak. Organisasi dunia, termasuk FDA dan European Medicine Agency, telah menyatakan untuk menghindari penggunaan codeine sebagai obat batuk. Oleh karenanya, dokter perlu berhenti meresepkan codeine sebagai obat batuk karena ini akan memaparkan pasien pada risiko tanpa adanya bukti manfaat yang jelas.

Referensi