Terapi Rhinitis Alergi: Obat Oral atau Intranasal

Oleh :
dr. Alicia Pricelda

Terapi rhinitis alergi dapat berupa obat intranasal maupun oral, tetapi pilihan obat mana yang paling efektif masih sering menjadi perdebatan. Rhinitis alergi adalah salah satu penyakit atopik yang ditandai dengan gejala bersin, hidung tersumbat, rinorrhea bening, dan pruritis pada hidung. Selain gejala pada hidung, penderita rhinitis alergi juga dapat mengalami konjungtivitis alergi, disfungsi tuba eustachius, dan sinusitis kronis.[1-3]

Pilihan pengobatan pada rhinitis alergi dapat berbentuk oral atau intranasal. Beberapa pilihan terapi farmakologis yang umum untuk rhinitis alergi adalah kortikosteroid dan antihistamin. Sementara itu, obat-obatan dekongestan sudah jarang dianjurkan.[1-3]

Portrait,Of,Beautiful,Young,Asian,Sick,Woman,Over,Isolated,White

Pilihan Terapi Oral dan Intranasal untuk Rhinitis Alergi

Kortikosteroid intranasal merupakan terapi farmakologis lini pertama dan gold standard untuk rhinitis alergi sedang hingga parah. Kortikosteroid intranasal dapat diberikan sebagai monoterapi ataupun dikombinasikan dengan antihistamin. Contoh yang umum digunakan adalah beclomethasone, budesonide, fluticasone, dan mometasone.[3-5]

Kortikosteroid intranasal jarang menimbulkan efek sistemik seperti kortikosteroid oral. Kortikosteroid oral umumnya tidak dianjurkan untuk rhinitis alergi. Efek samping yang mungkin terjadi akibat kortikosteroid intranasal adalah rasa kering pada mukosa hidung, epistaksis, dan perforasi septum nasal.[3,5]

Antihistamin efektif untuk mengurangi gejala yang dikendalikan histamin, seperti bersin, gatal, dan gejala okular. Namun, antihistamin kurang efektif meredakan gejala kongesti nasal, sehingga perlu dikombinasi dengan kortikosteroid intranasal. Generasi pertama, seperti diphenhydramine dan chlorpheniramine, sudah ditinggalkan karena punya efek sedatif yang kuat. Antihistamin generasi kedua, seperti loratadine, fexofenadine, dan cetirizine, lebih dipilih karena efek sedatifnya lebih minimal.[1,3,6]

Antihistamin tersedia dalam bentuk oral maupun intranasal. Kekurangan antihistamin oral adalah konsentrasi yang adekuat sulit dicapai di mukosa hidung. Hal ini berbeda dengan antihistamin intranasal yang langsung mencapai mukosa hidung. Pemberian secara intranasal meningkatkan efek antialergi sekaligus mengurangi paparan sistemik. Sel mast bisa distabilkan dengan pemberian intranasal, sehingga mengurangi inflamasi. Antihistamin intranasal mengurangi gejala nasal amat cepat, yakni dalam 30 menit.[3,4]

Dekongestan juga terdapat dalam bentuk oral maupun intranasal, tetapi sudah jarang diberikan untuk rhinitis alergi karena kekhawatiran terkait efek sampingnya. Beberapa contoh efek samping sistemik dekongestan adalah insomnia, kehilangan nafsu makan, dan peningkatan tekanan darah. Penggunaan obat ini, khususnya pada orang tua, penderita hipertensi, penderita hipotiroid, dan penderita glaukoma sudut tertutup, sering menjadi kekhawatiran tersendiri.[1,3,5]

Selain itu, meskipun dekongestan efektif untuk memberikan kelegaan pada kongesti nasal, dekongestan tidak dapat memperbaiki gejala rhinitis yang lain (seperti bersin, gatal, dan rhinorrhea) dan penggunaan intranasal >1 minggu atau >3 hari berturut-turut dapat menyebabkan rhinitis medikamentosa. Beberapa contoh umum dekongestan adalah pseudoephedrine, oxymetazoline, dan phenylephrine.[1,3,5]

Bukti Perbandingan Terapi Oral dan Intranasal untuk Rhinitis Alergi

Torres, et al. melakukan tinjauan sistematik dan meta analisis terhadap 35 studi klinis yang melibatkan pasien-pasien dengan rhinitis alergi musiman. Tinjauan sistematik dan meta analisis ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas kortikosteroid intranasal atau antihistamin intranasal dengan antihistamin oral atau obat oral lainnya untuk kasus rhinitis alergi.[7]

Luaran yang dinilai adalah Total Nasal Symptom Score (TNSS), Total Ocular Symptom Score (TOSS), Rhinoconjunctivitis Quality of Life Questionnaire (RQLQ), ada tidaknya kejadian efek samping, serta ada tidaknya penghentian obat karena efek samping.[7]

Hasil evaluasi semua luaran tersebut menunjukkan bahwa terapi intranasal bersifat superior terhadap terapi oral. Kortikosteroid intranasal lebih efektif daripada antihistamin oral untuk memperbaiki TNSS, TOSS, dan RQLQ, di mana perbaikan tampak sangat bermakna secara klinis. Kortikosteroid intranasal juga lebih efektif memperbaiki TNSS dibandingkan obat oral golongan antagonis reseptor leukotriene. Selain itu, antihistamin intranasal juga lebih efektif daripada antihistamin oral untuk memperbaiki TNSS.[7]

Kesimpulan

Opsi terapi rhinitis alergi mencakup obat oral maupun intranasal, tetapi gold standard untuk kasus rhinitis alergi sedang hingga berat saat ini adalah kortikosteroid intranasal. Kortikosteroid intranasal dapat diberikan sebagai monoterapi maupun dikombinasikan dengan antihistamin. Antihistamin generasi kedua lebih dipilih daripada generasi yang pertama. Dekongestan sudah kurang dianjurkan untuk rhinitis alergi.

Bila membandingkan efektivitas terapi oral dan intranasal pada rhinitis alergi, hasil dari meta analisis terhadap studi-studi klinis menunjukkan bahwa terapi intranasal secara signifikan lebih efektif daripada terapi oral untuk memperbaiki gejala nasal, gejala oral, dan kualitas hidup. Kortikosteroid intranasal tampak lebih efektif daripada antihistamin oral, dan antihistamin intranasal juga dilaporkan lebih efektif daripada antihistamin oral.

Referensi