Indikasi Electroconvulsive Therapy
Electroconvulsive therapy atau ECT diindikasikan pada pasien dewasa dengan katatonia, depresi berat, skizofrenia dan bipolar affective disorder (BPAD). ECT juga bisa dilakukan pada kondisi-kondisi dimana obat psikotropika tidak bisa diberikan, misalnya depresi pada kehamilan.[3,4,7]
Indikasi Electroconvulsive therapy atau ECT antara lain:
Depresi berat yang mengancam nyawa pasien (dengan risiko tinggi untuk bunuh diri dan/atau intake nutrisi dan cairan yang buruk)
- Depresi yang resisten terhadap terapi (tidak berespon dengan terapi 2 obat antidepresan dengan dosis dan durasi yang optimal) atau kondisi dimana pilihan terapi terbatas karena efek samping obat yang berat
- Katatonia akut (dimana pemberian benzodiazepine intramuskular seperti diazepam injeksi dan antipsikotik gagal untuk menimbulkan perbaikan)
- BPAD episode manik yang gagal ditangani dengan farmakoterapi atau dibatasi oleh efek samping yang berat
- Indikasi relatif pada pasien yang sebelumnya berespon dengan baik terhadap ECT atau mereka yang hanya berespon terhadap ECT[3,4,7]
ECT pada Kehamilan
Beberapa hal harus menjadi pertimbangan ECT pada kehamilan. Tindakan ini harus didampingi oleh dokter obgyn, serta mempertimbangkan kemungkinan risiko pada ibu (aspirasi dan persalinan preterm) dan janin (abortus spontan dan kematian intrauterin) pada pasien dengan risiko tinggi. Penggunaan tokolitik mungkin diperlukan pada pasien yang mempunyai riwayat abortus berulang.[3,4,7]
Pertimbangan Pemberian ECT
Walaupun terdapat indikasi untuk dilakukan ECT, tetapi pemberiannya tetap harus mempertimbangkan:
- Keinginan pasien dan/atau keluarga
- Riwayat penyakit dan respon terhadap terapi
- Derajat penderitaan yang dialami pasien
- Kebutuhan untuk respon terapi yang cepat, misalnya risiko bunuh diri
Risk and benefits dari ECT dibandingkan dengan modalitas terapi lainnya[4]