Paparan langsung sinar laser ke mata dapat menyebabkan cedera optik. Laser (Light Amplification by the Stimulated Emission of Radiation) adalah alat yang mampu memproduksi atau amplifikasi radiasi elektromagnetik. Laser terbentuk melalui proses emisi dari simulasi terkontrol.[1]
Laser digunakan dalam berbagai perangkat teknologi, alat-alat medis, peralatan laboratorium serta peralatan militer. Laser pointer dan beberapa produk laser lainnya dapat diperoleh orang awam dengan mudah, karena dijual secara bebas.[1]
Laser diklasifikasikan dalam beberapa kelas yakni 1, 1M, 2, 2M, 3R, 3B dan 4. Laser kelas 1 memiliki panjang gelombang <400 nm. Produk dengan laser kategori 1 contohnya pemutar CD/DVD, printer, oftalmoskop.[2,3]
Laser kelas 2 memiliki panjang gelombang 400–700 nm dengan output power ≤1 mW. Produk yang sering menggunakan laser kelas 2 dan 2M yaitu alat pemindai kode bar. Sebagian laser pointer yang digunakan untuk presentasi oleh konsumen di Indonesia juga termasuk laser kelas 2.[2,3]
Laser kelas 3R memiliki daya 5 mW dengan panjang gelombang 400–700 nm. Produk yang seringkali menggunakan laser 3R adalah laser pointer. Laser kelas 3B memiliki daya 500 mW. Laser pada kelas ini sering digunakan untuk pertunjukan cahaya, keperluan industri, dan penelitian.[2,3]
Laser kelas 4 memiliki daya >500 mW. Laser kelas 4 seringkali digunakan untuk pertunjukan cahaya, keperluan industri, penelitian, dan peralatan medis untuk pembedahan mata atau terapi kulit.[2,3]
Tingkat Keamanan Laser
Tingkat keamanan laser berdasarkan kelas laser menurut The American National Standard Institute (ANSI) dapat dilihat pada Tabel 1.[2,3]
Tabel 1. Keamanan Kelas Laser berdasarkan The American National Standard Institute
Kelas | Tingkat Keamanan |
1 | Aman pada semua kondisi |
2 | Aman dengan adanya efek protektif refleks mengedip. Paparan dalam waktu lama berpotensi menimbulkan kerusakan mata. Paparan tidak boleh ≥0,25 detik. |
2M | Keamanan hampir serupa dengan laser kelas 2, tetapi menjadi lebih berbahaya bila dilihat menggunakan alat bantu penglihatan, karena lensa kacamata dapat memfokuskan energi laser. |
3R | Keamanan tergantung pada power dan beam area. Dapat menjadi berbahaya jika dilihat langsung tanpa pelindung mata dan bila menggunakan alat bantu penglihatan. |
3B | Paparan langsung ke kulit dan mata dapat menyebabkan cedera. |
4 | Paparan pantulan maupun sinar langsung ke mata dan kulit akan segera menimbulkan cedera, juga dapat menyebabkan percikan api. |
Sumber: dr. Livia K. Saputra, Alomedika. 2022
Efek Paparan Laser Terhadap Mata
Tingkat keamanan laser berbeda-beda tergantung kelas laser. Laser kelas 3R maupun 2 banyak digunakan sebagai pointer. ANSI merekomendasikan pemberian program pelatihan untuk penggunaan laser kelas 3R. Namun, saat ini laser pointer dapat dibeli secara bebas.[3]
Terdapat banyak laporan kasus yang dipublikasikan mengenai efek negatif paparan laser pada mata. Kebanyakan kasus diakibatkan oleh penggunaan laser yang tidak sesuai. Sebagian besar kasus diakibatkan proyeksi laser langsung ke mata, karena keisengan akibat tidak mengetahui bahaya paparan laser. Laser pointer kerap digunakan sebagai mainan oleh anak-anak.[4]
Sumber laser yang mengakibatkan cedera optik bervariasi, seringkali akibat laser pointer. Sumper laser yang paling sering dilaporkan menyebabkan cedera adalah laser pointer biru, kemudian hijau, dan merah. Namun, ada pula cedera optik yang disebabkan laser mainan dan laser dari instrumen prosedur kosmetik.[5,6]
Keluhan dapat berupa mata merah atau nyeri pasca paparan laser, meskipun hal ini diduga lebih diakibatkan karena mengucek mata. Kerusakan segmen anterior mata yang disebabkan paparan laser lebih jarang terjadi. Keluhan yang lebih sering adalah penurunan visus dan skotoma sentral. Keluhan dapat timbul segera, maupun beberapa jam setelah paparan.[4–7]
Case report oleh Shenoy, et al. tahun 2015 melaporkan penurunan visus timbul sehari setelah paparan laser pointer warna biru-hijau selama 5–10 detik. Visus mata yang terpapar menurun menjadi 1/60, dan tidak membaik dengan pinhole. Funduskopi menunjukan gambaran perdarahan subhialoid. Pada pemeriksaan tomografi koherensi optik tampak iregularitas lapisan retina di area makula, sedangkan mata yang tidak terpapar menunjukkan hasil normal.[7]
Case report lain oleh Ueda, et al. tahun 2011 melaporkan gangguan penglihatan berupa penurunan visus disertai diplopia yang timbul sekitar 7 jam pasca paparan laser pointer hijau kelas 3B selama 1 detik dari jarak 10 cm.[8]
Pada pemeriksaan refraksi dengan koreksi terbaik, visus hanya 6/12 mata kiri-kanan. Pemeriksaan funduskopi menunjukkan spot hipopigmentasi di regio temporal fovea, serta ditemukan skotoma pada pemeriksaan amsler grid. Pemeriksaan tomografi koherensi optik menunjukan kerusakan lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar yang merupakan lapisan kedua retina.[8]
Case report oleh Alba-Linero pada tahun 2019 melaporkan adanya retinopati makular setelah paparan laser light selama 10 detik pada mata kanan. Pemeriksaan Snellen chart mendapatkan ketajaman visus sebesar 6/60. Pada funduskopi, terlihat lesi hemoragik pada area makular. Pemeriksaan tomografi koherensi optik menunjukkan lesi hiper-reflektif yang sesuai dengan perdarahan parafoveal pada lapisan dalam retina.[9]
Cedera optik pada case report ini bersifat sementara. Setelah 1 bulan, pasien mengalami perbaikan visus pada mata kanan, yaitu menjadi 6/6. Selain itu, perdarahan pada retina juga didapatkan sembuh sempurna.[9]
Suatu metaanalisis dan serial kasus tahun 2017 melaporkan paparan laser pada mata dapat menyebabkan skotoma, perdarahan retina, hipopigmentasi dan hiperpigmentasi retina, serta terbentuknya lubang makula. Epitel pigmen retina yang kaya akan melanin diduga rusak, karena melanin dapat menyerap cahaya serta energi laser.[5]
Walaupun terdapat refleks mengedip yang dapat memproteksi mata, kerusakan retina tetap dapat timbul tergantung pada tipe panjang gelombang laser, daya radiasi, durasi paparan, serta area retina yang terpapar. Jika terdapat kerusakan struktur retina di makula, terutama fovea, maka dapat timbul gejala penurunan visus yang berat dan menetap.[7]
Mekanisme Cedera Optik akibat Laser
Laser dengan panjang gelombang pendek, seperti potassium titanyl phosphate (KTP) dan pulsed dye laser (PDL), menyebabkan kerusakan fotokoagulasi akibat fototermal. Laser gelombang panjang, misalnya diode dan Nd:YAG, menyebabkan kerusakan fotodisrupsi/fotomekanik dan fotokoagulasi.
Pada fotokoagulasi, jaringan menerima panas yang cukup untuk menyebabkan denaturasi protein, serta meningkatkan suhu retina hingga 40–60°C. Sedangkan pada fotodisrupsi, terjadi pelepasan acoustic shock yang dapat merusak, bahkan menyebabkan perforasi jaringan mata.[10]
Penatalaksanaan Cedera Optik Akibat Paparan Laser
Tata laksana cedera optik akibat laser dapat dilakukan secara medikamentosa dan pembedahan, tergantung seberapa besar kerusakan yang terjadi. Lesi kornea superfisial dapat diobati dengan antibiotik topikal, dan lensa kontak atau patching. Medikamentosa yang dapat dipakai, antara lain antibiotik topikal, steroid sistemik atau topikal, dan vitamin. Vitamin C, baik oral maupun topikal, digunakan untuk menstimulasi aktivitas fibroblas.[10]
Tindakan pembedahan mungkin diperlukan apabila cedera mengenai endotel kornea, dan menyebabkan penebalan kornea atau pembentukan bulla. Transplantasi kornea dapat dilakukan jika terjadi kehilangan visus permanen.[10]
Studi kasus kontrol dengan total sampel 13 pasien menunjukan efek positif pada kelompok intervensi yang mendapat terapi steroid, berupa prednisolone 1 mg/kg per oral. Dosis diturunkan perlahan sebanyak 10 mg/minggu. Kelompok kontrol tidak diberikan terapi.[6]
Pada pemantauan selama 3–10 bulan, 2 dari 5 pasien pada kelompok intervensi menunjukan penyembuhan lapisan ellipsoid yang terdisrupsi, disertai peningkatan visus, sedangkan 3 pasien lainnya mengalami penyembuhan parsial tanpa disertai proliferasi jaringan yang signifikan.[6]
Pada kelompok kontrol, hanya 1 dari 8 pasien yang mengalami peningkatan visus. Tiga pasien pada kelompok kontrol mengalami penurunan visus, sedangkan pada pasien lainnya, visus menetap akibat adanya defek retina persisten. Kortikosteroid sebagai obat antiinflamasi diduga mampu mempertahankan integritas sawar pembuluh darah retina.[6]
Terapi prednisolone 1% selama 2 minggu, sebanyak 3 dosis per hari pada pasien anak menghasilkan perbaikan visus cukup baik, tetapi kelainan fotoreseptor menetap.[4]
Pada kasus lain, di mana visus turun disertai atrofi epitel pigmen retina dan neovaskularisasi pada membran koroidal dengan perdarahan subretinal, diberikan injeksi bevacizumab 1,25 mg intravitreal. Pada pemantauan 1 tahun terdapat perbaikan visus dari 6/24 menjadi 6/6. Bevacizumab diketahui bekerja menghambat vascular endothelial growth factor.[4]
Studi lain melaporkan pada pemantauan 6 bulan, terjadi perbaikan visus walaupun hanya sedikit dengan pemberian obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) oral pada pasien anak. Sayangnya, studi tersebut tidak menjelaskan jenis OAINS yang diberikan, maupun dosisnya.[8]
Kesimpulan
Paparan laser pada mata dapat menimbulkan cedera optik. Berdasarkan studi yang ada, paparan yang singkat pun sudah dapat menyebabkan gangguan mata. Cedera optik yang dapat timbul antara lain skotoma, perdarahan retina, hiperpigmentasi dan hipopigmentasi retina, serta terbentuknya lubang makula.
Tata laksana cedera optik akibat paparan laser dapat dilakukan dengan medikamentosa, seperti antibiotik topikal, steroid topikal dan injeksi, serta vitamin C topikal dan injeksi. Pada kerusakan endotel kornea, dapat dilakukan tindakan pembedahan.
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra