Bahaya Resep Obat yang Ditulis Tangan

Oleh :
dr.Trisni Untari Dewi Sp.FK

Resep obat yang ditulis tangan oleh dokter memiliki risiko bahaya jika tidak bisa dibaca dengan jelas oleh pihak lain, terutama oleh apoteker yang mempersiapkan obatnya. Institute of Medicine melaporkan bahwa 1,5 juta cedera terjadi setiap tahun karena apoteker dan petugas kesehatan keliru membaca resep tulisan tangan dokter.[1-4]

Kekeliruan akibat resep tulisan tangan yang tidak jelas tersebut menyebabkan kematian 7.000 orang di Amerika Serikat setiap tahun. Meskipun sistem resep elektronik sudah tersedia, masih banyak dokter meresepkan obat dengan kertas dan pena.[1-4]

resep tulis tangan

Kesalahan dalam Pembacaan Resep Obat yang Ditulis Tangan

Suatu studi melaporkan bahwa hanya sekitar 20% dari 300 petugas kesehatan dapat membaca resep tulisan tangan dokter dengan benar. Studi Brits, et al. menyatakan bahwa kesalahan yang terutama berpotensi fatal adalah kesalahan pembacaan dosis obat yang ditulis secara kurang jelas.[1-3,5-8]

Tulisan tangan yang tidak jelas dalam resep berdampak pada 25% kejadian medication errors. Selain tidak jelasnya dosis, resep yang tidak mencantumkan nama generik obat, durasi penggunaan obat, berat badan pasien, riwayat alergi obat, dan kemungkinan interaksi obat juga dapat berbahaya.[1-3,5-8]

Medication errors akibat penulisan resep obat yang tidak terbaca dengan jelas dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien. Selain itu, bahaya lain yang mungkin terjadi adalah keterlambatan pengobatan pada pasien gawat darurat yang memerlukan penanganan segera.[2,3]

Medication Errors Akibat Resep Obat yang Ditulis Tangan

Medication errors dapat terjadi karena penulisan singkatan dan dosis obat yang tidak jelas, frekuensi dan rute pemberian obat yang tidak dicantumkan, pelabelan yang tidak lengkap, tulisan tangan yang tidak terbaca, dan informasi tambahan lain seperti data alergi obat dan interaksi obat yang tidak dicantumkan di kertas resep.[1,2,5,7,9]

Dalam hal penulisan singkatan di kertas resep, beberapa dokter masih menggunakan singkatan yang rancu. Contohnya, “q.i.d.” adalah singkatan dari ungkapan bahasa Latin yang berarti 4 kali sehari. Namun, “q.i.d.” tersebut sering dirancukan dengan "q.d." yang berarti 1 kali sehari dan “b.i.d.” yang berarti 2 kali sehari.[1,3,7]

Risiko kekeliruan dosis semakin besar jika berat badan pasien tidak dicantumkan oleh dokter di kertas resep. Jika berat badan pasien tercantum, risiko kesalahan perhitungan dosis dapat dikurangi karena apoteker dapat mengevaluasi dosis kembali, terutama pada pasien anak-anak atau pasien geriatri.[1,3,7]

Dokter juga lebih sering menulis dosis obat sebagai 1 tablet atau 2 tablet daripada menulis angka dosis yang spesifik. Hal ini dapat menimbulkan kebingungan dan dapat mengabaikan frekuensi pemberian. Selain itu, kebiasaan berbahaya lainnya adalah rute pemberian obat yang tidak dicantumkan. Dokter sering menulis bentuk sediaan obat saja tanpa menulis rute pemberian. Padahal, rute pemberian harus ditentukan karena bentuk sediaan tidak selalu menunjukkan rute pemberian.[2,3,9]

Penulisan resep di kertas juga lebih berisiko tidak mencantumkan riwayat alergi obat dan kemungkinan interaksi obat. Hal ini berbeda dengan penggunaan resep elektronik. Riwayat alergi obat tercantum pada resep elektronik dan kemungkinan interaksi obat juga dapat terlihat, sehingga kejadian medication errors dapat dicegah.[2,3,8,9]

Keterlambatan Terapi Akibat Resep Obat yang Ditulis Tangan

Kebingungan akibat resep yang tidak dapat dibaca akan membutuhkan waktu ekstra untuk mengonfirmasi tulisan dalam resep tersebut. Seorang apoteker yang tidak dapat membaca resep mungkin harus menunggu sampai mereka dapat menghubungi dokter yang menulis resep untuk mendapatkan jawaban yang jelas. Penundaan ini dapat berbahaya, terutama dalam situasi gawat darurat. Dalam beberapa kasus, dokter yang menulis resep bahkan tidak dapat membaca tulisan tangannya sendiri.[2,3,6]

Kesimpulan

Resep obat yang ditulis tangan oleh dokter di atas kertas memiliki risiko bahaya akibat kurang jelasnya tulisan atau tidak lengkapnya informasi. Kekeliruan apoteker membaca penulisan resep yang tidak sesuai kaidah ini dapat menyebabkan medication errors ataupun tertundanya pengobatan, yang tentunya dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien.[1-3,5,8,9]

Informasi yang tidak bisa terbaca dengan jelas atau tidak tercantum di kertas resep akan berdampak pada penyiapan dan pemberian obat. Contohnya adalah informasi dosis obat, nama generik obat, durasi penggunaan obat, berat badan pasien, riwayat alergi obat, dan kemungkinan interaksi obat.[1-3,5,8,9]

Penggunaan resep elektronik dapat mengurangi risiko-risiko tersebut. Namun, untuk fasilitas kesehatan yang belum memiliki sistem resep elektronik, penulisan resep oleh dokter di kertas harus benar-benar memenuhi kaidah pedoman penulisan resep yang berlaku di negara masing-masing dan harus bisa terbaca dengan jelas.[5,7]

Referensi