Mukolitik diperkirakan dapat menjadi salah satu terapi preventif bagi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Secara teori, pemberian mukolitik dapat mengurangi viskositas sputum dan membantu proses ekspektorasi pada pasien PPOK, sehingga diharapkan dapat mengurangi angka eksaserbasi.[1-3]
Beberapa agen mukolitik yang sering digunakan untuk pasien PPOK adalah erdosteine, carbocysteine, dan N-acetylcysteine. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) menyatakan dalam rekomendasinya bahwa mukolitik mungkin dapat menurunkan risiko eksaserbasi PPOK dan meningkatkan status kesehatan pasien. Namun, masih terdapat perdebatan mengenai efektivitas mukolitik dalam pencegahan eksaserbasi PPOK karena bukti yang ada masih lemah.[4,5]
Studi tentang Efektivitas Mukolitik sebagai Terapi Preventif PPOK Eksaserbasi
Mukolitik dapat meningkatkan clearance jalan napas, membantu ekspektorasi sputum, dan menurunkan produksi mukus. Pemberian mukolitik dinilai dapat mendukung pertukaran gas dan mencegah eksaserbasi PPOK. Terapi mukolitik telah terbukti memberikan keuntungan pada pasien cystic fibrosis melalui uji klinis. Namun, uji klinis pada pasien PPOK masih memberikan hasil yang heterogen.[1,5]
Tinjauan Sistematik oleh European Respiratory Society dan American Thoracic Society
Suatu tinjauan sistematik yang dilakukan oleh European Respiratory Society (ERS) dan American Thoracic Society (ATS) terhadap enam uji klinis telah mempelajari efektivitas agen mukolitik seperti N-acetylcysteine, ambroxol, dan carbocysteine sebagai prevensi PPOK eksaserbasi.
Tinjauan sistematik ini menemukan bahwa pemberian mukolitik dapat mengurangi kejadian PPOK eksaserbasi, tetapi hanya dalam kuantitas kecil dan hanya bila agen mukolitik diberikan dalam dosis tinggi (N-acetylcysteine 600 mg 2 kali per hari). Tinjauan ini juga menunjukkan bahwa mukolitik dapat mengurangi angka perawatan di rumah sakit, tetapi tidak memberikan dampak pada angka mortalitas.
Pada tinjauan ini, mukolitik dilaporkan tidak menimbulkan efek samping tertentu, tetapi juga tidak meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK. ERS dan ATS menyatakan bahwa mayoritas uji klinis yang digunakan hanya mempelajari efek N-acetylcysteine, sehingga studi lebih lanjut untuk agen mukolitik lain masih diperlukan.[6]
Meta Analisis oleh Rogliani et al
Pada tahun 2019, suatu meta analisis oleh Rogliani et al membandingkan efektivitas erdosteine, carbocysteine, dan N-acetylcysteine dalam prevensi PPOK eksaserbasi. Hasil meta analisis ini menyatakan bahwa erdosteine tampak lebih efektif. Namun, pelaku studi juga menyatakan bahwa uji klinis lebih lanjut pada populasi pasien PPOK yang lebih homogen masih diperlukan.[2]
Meta Analisis oleh Cochrane
Suatu meta analisis oleh Cochrane menunjukkan hasil yang sejalan dengan studi ERS dan ATS, yakni mukolitik dapat mengurangi angka PPOK eksaserbasi dalam kuantitas kecil dan dapat mengurangi perawatan di rumah sakit. Sebanyak 1 dari 8 orang diperkirakan dapat menghindari eksaserbasi PPOK bila menggunakan mukolitik secara rutin setiap hari selama 9 bulan. Mukolitik dilaporkan tidak menimbulkan efek samping tertentu, tetapi juga tidak berdampak pada mortalitas dan kualitas hidup pasien.
Sama seperti studi yang lain, Cochrane menyatakan bahwa masih terdapat banyak heterogenitas antar uji klinis yang ada. Pada dua uji klinis tidak ditemukan kejadian eksaserbasi pada kelompok yang diberikan N-acetylcysteine dibandingkan plasebo. Namun, pada uji klinis lain, kejadian eksaserbasi justru meningkat pada kelompok yang mendapatkan N-acetylcysteine. Dosis N-acetylcysteine yang lebih tinggi tampak lebih efektif dibandingkan dosis rendah.[1]
Rekomendasi Pemberian Terapi Mukolitik
National Institute for Health and Care Excellence (NICE) tidak merekomendasikan penggunaan mukolitik secara rutin pada pasien PPOK stabil. Hal ini sejalan dengan rekomendasi Cochrane yang menyarankan penggunaan mukolitik untuk pencegahan PPOK eksaserbasi hanya pada kondisi berikut:
- Pada pasien dengan eksaserbasi yang sering dan tidak bisa menggunakan terapi lain seperti kortikosteroid inhalasi atau bronkodilator long-acting
- Pada pasien yang masih membutuhkan terapi tambahan setelah semua terapi yang lain digunakan [1,6]
Pedoman Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2020 menyatakan bahwa pada pasien PPOK yang tidak menerima kortikosteroid inhalasi, penggunaan mukolitik seperti erdosteine, carbocysteine, dan N-acetylcysteine mungkin dapat mengurangi eksaserbasi. Namun, GOLD juga menyatakan bahwa data yang ada belum cukup kuat untuk menentukan target populasi PPOK yang spesifik dan pasti untuk terapi ini.[4]
American College of Chest Physicians (ACCP) dan Canadian Thoracic Society (CTS) merekomendasikan terapi N-acetylcysteine untuk pasien PPOK sedang sampai berat yang memiliki riwayat dua atau lebih eksaserbasi dalam dua tahun terakhir. Hal ini sejalan dengan European Respiratory Society (ERS) dan American Thoracic Society (ATS) yang juga merekomendasikan mukolitik untuk pasien PPOK yang mengalami obstruksi sedang atau berat meskipun sudah mendapatkan terapi inhalasi optimal.
Definisi PPOK sedang sampai berat adalah post-bronchodilator FEV1/FVC (forced expiratory volume in one second / forced vital capacity) kurang dari 0.70 dan nilai FEV1 prediksi sebesar 30–79%.[6]
Kesimpulan
Pemberian agen mukolitik pada pasien PPOK mungkin dapat mengurangi frekuensi eksaserbasi dalam kuantitas kecil, terutama bila diberikan dalam dosis tinggi. Selain itu, pemberian mukolitik juga dapat mengurangi angka perawatan di rumah sakit.
Level bukti yang ada saat ini masih lemah sehingga studi lebih lanjut masih diperlukan. Pedoman yang ada menyatakan bahwa mukolitik seperti erdosteine, carbocysteine, atau N-acetylcysteine dapat diberikan pada pasien PPOK sedang atau berat yang masih membutuhkan terapi tambahan setelah terapi kortikosteroid inhalasi atau pada pasien yang tidak dapat menerima terapi lain.