Efek samping pemakaian copper intrauterine device (Cu IUD) yang sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri perut, kram, dan peningkatan perdarahan saat menstruasi (menorrhagia). Namun, beberapa pasien ternyata melaporkan bahwa efek samping ini terasa berkurang seiring berjalannya waktu.
Copper IUD sering dipilih oleh pasien karena memiliki efektivitas yang baik, biaya yang relatif murah, kemampuan kontrasepsi yang reversibel, serta masa penggunaan yang dapat bertahan lama. Selain itu, copper IUD juga bersifat nonhormonal sehingga pasien bisa menghindari efek samping estrogen atau progestin.
Hubungan Efek Samping Kontrasepsi dengan Angka Putus Pakai
Menurut survei demografi dan kesehatan Indonesia di tahun 2017, tingkat putus pakai IUD dilaporkan jauh lebih rendah daripada tingkat putus pakai kontrasepsi hormonal oral dan injeksi, yaitu 9% berbanding 46% dan 28% secara respektif. Sebagian besar wanita (33%) dilaporkan menghentikan kontrasepsi karena mengalami efek samping. Penghentian karena alasan ini bahkan terhitung lebih besar daripada alasan ingin hamil, yaitu 30%.
Terjadinya nyeri perut, kram, dan menorrhagia pada pengguna copper IUD juga sering menjadi alasan penghentian metode kontrasepsi ini. Selain itu, penggunaan IUD diduga menyebabkan pelvic inflammatory disease (PID). Oleh karena itu, berbagai studi kemudian dilakukan untuk membuktikan apakah efek samping copper IUD benar dapat berkurang seiring waktu. Bila benar, hal ini tentu akan menjadi pertimbangan pasien saat memilih metode kontrasepsi.[1-4]
Penelitian Terdahulu tentang Efek Samping Copper IUD
Sebagian besar pandangan klinisi tentang turunnya prevalensi efek samping copper IUD seiring waktu umumnya berlandaskan pada hasil penelitian di tahun 1980-an hingga tahun 1990-an. Studi-studi lama tersebut menggunakan metode pengukuran serial yang menunjukkan penurunan prevalensi efek samping copper IUD seperti kram perut dan menorrhagia dalam satu tahun pertama pemasangan.[5]
Namun, penelitian-penelitian tersebut memiliki kekurangan. Banyak partisipan tidak dapat dicatat datanya di akhir periode karena loss-to-follow atau telah menghentikan IUD secara dini. Padahal, penghentian IUD secara dini diketahui sering disebabkan karena efek sampingnya. Dengan hanya menganalisis data dari pasien yang tetap menggunakan IUD hingga akhir periode, studi berisiko bias karena hanya mendata pasien yang puas.[5]
Selain itu, penelitian-penelitian tersebut hanya melaporkan prevalensi efek samping copper IUD pada populasi studi pada titik-titik waktu tertentu. Hal ini bisa menyebabkan pola-pola khusus dan perubahan pada level individual tidak terdeteksi.[5]
Penelitian Terbaru tentang Efek Samping Copper IUD
Penelitian-penelitian terbaru mengenai efek samping copper IUD menggunakan metode analisis data longitudinal yang memungkinkan penilaian tren perubahan efek samping tanpa generalisasi seluruh sampel. Belajar dari penelitian lampau, studi-studi terbaru telah mengantisipasi pasien yang ingin drop-out sehingga bias dapat diminimalkan.[3,5]
Studi Hubacher et al
Hubacher et al melakukan suatu analisis sekunder terhadap studi yang mempelajari 1947 pengguna copper IUD pertama kali selama 1 tahun. Selama periode tersebut, data efek samping dikumpulkan secara detail dan dilakukan analisis tren. Studi ini melibatkan partisipan yang mengonsumsi 1200 mg ibuprofen per hari saat haid selama 6 bulan pertama dan juga partisipan yang tidak mengonsumsi antinyeri (kontrol).
Secara umum, hasil menunjukkan bahwa kram dan nyeri perut saat menstruasi memang meningkat dibandingkan sebelum pemasangan copper IUD. Perdarahan selama menstruasi juga terus meningkat selama 9 minggu pertama. Namun, efek-efek ini berangsur menurun dalam 12 bulan pertama setelah pemasangan copper IUD.[5]
Namun, hasil studi ini menunjukkan suatu pengecualian, yakni tidak berkurangnya flek darah (spotting) dan nyeri di interval antara periode menstruasi. Spotting intermenstrual diperkirakan terjadi karena peningkatan sekresi prostaglandin di endometrium.[4,5]
Variasi terlihat pada subgrup partisipan yang mengalami efek samping serius yang membutuhkan kunjungan ke dokter atau membutuhkan pelepasan IUD. Pada subgrup ini, nyeri perut hebat dilaporkan berkurang seiring waktu, tetapi flek intermenstrual dilaporkan memburuk. Menorrhagia tidak mengalami perubahan bermakna, tetapi dilaporkan memburuk oleh partisipan yang berhenti memakai IUD secara dini.[5]
Studi Sanders et al
Penelitian Sanders et al pada tahun 2018 juga menunjukkan hasil yang sejalan dengan studi Hubacher et al, yakni terdapat tren penurunan kejadian menorrhagia dan kram perut yang diimbangi dengan peningkatan kepuasan pasien dalam enam bulan pertama penggunaan copper IUD. Namun, limitasi studi ini adalah ukuran sampelnya yang kecil, yakni hanya sebanyak 77 pasien. Studi lebih lanjut mungkin masih diperlukan untuk mengonfirmasi hasil yang telah ada.[3]
Edukasi Pasien terkait Efek Samping Copper IUD
Dengan menggunakan bukti ilmiah yang saat ini ada, dokter perlu memberikan edukasi pada pasien terkait manfaat dan risiko copper IUD. Mengingat salah satu alasan utama penghentian kontrasepsi ini adalah efek sampingnya, pasien yang telah diinformasikan tentang tren efek samping copper IUD yang menurun seiring waktu mungkin lebih dapat mentoleransi ketidaknyamanan sementara demi manfaat jangka panjang.[4]
Dokter juga dapat menjelaskan bahwa efek samping seperti nyeri dan kram yang sering terasa paling intens saat tiga bulan pertama dapat diatasi dengan penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) seperti ibuprofen bila diperlukan. Kemungkinan ekspulsi pada pemasangan postpartum juga perlu diinformasikan.[3–5]
Tingkat kepuasan lebih tinggi dilaporkan oleh pasien yang merasa keputusan pemilihan jenis kontrasepsi adalah keputusannya sendiri. Hal sebaliknya terjadi dengan tingkat kepuasan yang rendah ketika pasien merasa metode yang dipilih dipengaruhi oleh bias tenaga kesehatan yang mengarahkan menuju atau menjauhi satu metode tertentu.[3]
Kesimpulan
Hasil studi yang ada saat ini menunjukkan bahwa saat menstruasi, efek samping copper IUD berupa kram, nyeri perut, dan peningkatan perdarahan tampak berkurang seiring berjalannya waktu. Namun, efek-efek samping tersebut tidak berkurang selama interval di antara menstruasi. Penelitian lebih lanjut dengan populasi lebih besar mungkin masih diperlukan untuk mengonfirmasi hal ini.
Informasi mengenai tren penurunan efek samping copper IUD seiring waktu perlu disampaikan kepada pasien agar pasien dapat membuat informed decision saat memilih metode kontrasepsi. Pasien yang sudah lebih dahulu mendapatkan informasi tentang tren efek samping yang menurun ini mungkin lebih dapat mentoleransi ketidaknyamanan sementara copper IUD demi manfaat jangka panjangnya.