Full Study Report of Andexanet Alfa for Bleeding Associated with Factor Xa Inhibitors
S.J. Connolly, M. Crowther, J.W. Eikelboom, et al, for the ANNEXA-4 Investigators. N Engl J Med, 2019. 380:1326-35. DOI: 10.1056/NEJMoa1814051
Abstrak
Latar Belakang: Andexanet alfa merupakan bentuk inaktif modifikasi rekombinan faktor Xa manusia yang dikembangkan untuk membalik efek inhibitor faktor Xa atau direct oral anticoagulants (DOAC) seperti apixaban dan rivaroxaban.
Metode: Kami mengevaluasi 352 pasien yang mengalami perdarahan mayor akut dalam waktu 18 jam setelah pemberian inhibitor faktor Xa. Pasien diberikan bolus andexanet yang diikuti oleh infus selama 2 jam. Ada dua luaran primer yang diukur yakni persentase perubahan aktivitas anti faktor Xa setelah pemberian andexanet dan persentase pasien dengan hemostatic efficacy (efikasi hemostatik) baik atau sangat baik setelah 12 jam infus andexanet dihentikan, hemostatic efficacy ditetapkan menurut kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya. Hemostatic efficacy diperiksa pada subgrup pasien yang sudah dikonfirmasi mengalami perdarahan mayor dan baseline aktivitas anti faktor Xa sekurang-kurangnya 75 ng per mililiter (atau ≥ 0,25 IU per mililiter bagi pasien yang mendapat enoxaparin).
Hasil: Pasien memiliki rerata usia 77 tahun dan sebagian besar mengalami penyakit kardiovaskular yang substansial. Perdarahan mayor yang dialami terutama didominasi oleh perdarahan intrakranial (pada 227 pasien, 64%) atau gastrointestinal (pada 90 pasien, 26%). Pada pasien yang mendapatkan apixaban, median aktivitas anti faktor Xa berkurang dari 149,7 ng per mililiter pada baseline menjadi 11,1 ng per mililiter setelah pemberian bolus andexanet. Pada pasien yang mendapat rivaroxaban, nilai median berkurang dari 211,8 ng per mililiter menjadi 14,2 ng per mililiter. Hemostasis yang baik atau sangat baik ditemukan pada 204 dari total 249 pasien (82%) yang memenuhi syarat evaluasi. Dalam waktu 30 hari, kematian terjadi pada 49 pasien (14%) dan kejadian trombosis pada 34 pasien (10%). Penurunan aktivitas anti faktor Xa tidak bersifat prediktif terhadap hemostatic efficacy secara keseluruhan, tetapi bersifat prediktif sedang terhadap pasien dengan perdarahan intrakranial.
Kesimpulan: Pada pasien dengan perdarahan mayor akut yang berhubungan dengan penggunaan inhibitor faktor Xa, terapi andexanet mampu mengurangi aktivitas anti-faktor Xa secara signifikan, dan 82% pasien mampu mencapai hemostatic efficacy yang baik atau sangat baik pada 12 jam setelah pemberian andexanet, sesuai kriteria yang ditentukan sebelumnya.
Ulasan Alomedika
Perdarahan mayor akut yang berhubungan dengan penggunaan inhibitor faktor Xa dapat menjadi kegawatdaruratan medis dengan prognosis yang buruk. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan opsi untuk penatalaksanaan kasus tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menguji penggunaan terapi andexanet alfa untuk kasus perdarahan mayor akut yang berhubungan dengan inhibitor faktor Xa.
Ulasan Metode Penelitian dan Statistik
Kualitas metode penelitian ini masih kurang baik. Penelitian ini menggunakan desain penelitian prospektif, open-label, single-group dan multicenter. Partisipan penelitian yang mengalami perdarahan mayor akut dalam waktu 18 jam setelah mendapat inhibitor faktor Xa diberikan bolus andexanet alfa yang diikuti infus selama 2 jam. Pengumpulan sampel penelitian tidak dilakukan secara acak.
Meski mendapat pendanaan dari sponsor (Portola Pharmaceuticals), pengumpulan dan pemrosesan data penelitian dilakukan oleh komite akademisi independen.
Ada dua luaran utama yang diukur pada penelitian ini yakni persentase perubahan aktivitas anti faktor Xa setelah pemberian bolus andexanet dan persentase pasien dengan hemostatic efficacy yang baik atau sangat baik pada 12 jam setelah infus andexanet dihentikan. Analisis hemostatic efficacy dilakukan hanya pada pasien yang memenuhi syarat, yakni baseline aktivitas anti faktor Xa sedikitnya 75 ng per mililiter pada pasien yang mendapat rivaroxaban atau apixaban, atau ≥ 0,25 IU per mililiter pada pasien yang mendapat enoxaparin.
Analisis statistik sudah diuraikan secara mendetail dimana variabel kontinu dirangkum sebagai mean dan standar deviasi, atau median dan interquartile range. Sedangkan variabel kategorikal dipresentasikan sebagai frekuensi. Persentase perubahan aktivitas anti faktor Xa dihitung dengan two-sided nonparametric confidence interval untuk median, sedangkan persentase pasien dengan hemostatic efficacy dipresentasikan sebagai 95% confidence interval yang dihitung dengan tes binomial. Hubungan antara hemostatic efficacy dan perubahan aktivitas anti faktor Xa diuji dengan kurva receiver-operating-characteristic (ROC).
Ulasan Hasil Penelitian
Penelitian ini sukses merekrut 352 pasien sejak April 2015 hingga Mei 2018. Karakteristik partisipan penelitian adalah memiliki rerata usia 77 tahun dan sebagian besar mengalami penyakit kardiovaskular yang substansial. Perdarahan mayor akut yang dialami pasien didominasi oleh perdarahan intrakranial (227 pasien atau 64%) dan perdarahan gastrointestinal (90 pasien atau 26%). Hasil untuk luaran utama penelitian menemukan bahwa pasien yang mendapatkan apixaban memiliki median aktivitas anti faktor Xa berkurang dari 92% (149,7 ng per mililiter pada baseline menjadi 11,1 ng per mililiter setelah pemberian bolus andexanet). Sedangkan, pada pasien yang mendapat rivaroxaban, nilai median berkurang 92% dari 211,8 ng per mililiter menjadi 14,2 ng per mililiter. Untuk pasien yang mendapat enoxaparin, nilai median perubahan aktivitas anti faktor Xa berkurang dari 0,48 IU per mililiter saat baseline menjadi 0,15 IU per mililiter pada akhir pemberian bolus andexanet (75% reduksi).
Untuk analisis keluaran hemostatic efficacy, ditemukan hemostatic efficacy yang baik atau sangat baik pada 204 dari total 249 pasien (82%) yang memenuhi syarat evaluasi.
Berdasarkan kurva ROC, ditemukan hubungan modestly predictive antara reduksi aktivitas anti faktor Xa dengan hemostatic efficacy untuk pasien dengan perdarahan intrakranial yang mendapat inhibitor faktor Xa. Namun, untuk kasus perdarahan mayor secara keseluruhan tidak ditemukan hubungan prediktif antara reduksi aktivitas anti faktor Xa dengan hemostatic efficacy yang dicapai.
Dalam waktu 30 hari setelah pemberian andexanet, terjadi kematian pada 49 pasien (14%) dan kejadian trombosis pada 34 pasien (10%). Kejadian merugikan di atas terjadi pada pasien yang tidak melanjutkan kembali atau menunda pemberian antikoagulan yang sudah diberikan sebelumnya. Untuk pasien yang segera melanjutkan kembali antikoagulan setelah studi, tidak ditemukan kematian atau kejadian trombotik dalam pemantauan 30 hari setelah penghentian infus andexanet.
Kelebihan Penelitian
Kelebihan penelitian ini terletak pada luaran penelitian yang dianalisis, karena menguji efek andexanet alfa secara menyeluruh, yakni dalam hal aktivitas reduksi anti faktor Xa, pencapaian hemostatic efficacy setelah pemberian terapi, hingga efek merugikan (kematian dan kejadian trombotik) pada kasus perdarahan mayor akut. Hasil penelitian ini memberikan landasan awal yang cukup lengkap terkait pemberian andexanet alfa, untuk menjawab keterbatasan opsi terapi dalam mengatasi efek merugikan inhibitor faktor Xa. Sebagai catatan, hingga saat ini belum ada obat khusus yang direkomendasikan oleh pedoman klinis untuk kasus perdarahan yang disebabkan oleh terapi inhibitor faktor Xa.
Limitasi Penelitian
Ada sejumlah limitasi pada penelitian ini. Pertama, desain penelitian yang masih single-group, open-label, dan belum randomisasi terkontrol, akan menurunkan kualitas hasil yang diperoleh. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa secara etika sulit dilakukan randomisasi kontrol dengan placebo karena populasi penelitian memiliki risiko tinggi penyakit kardiovaskular dan kejadian trombotik. Untuk mengatasi kekurangan ini, dapat dilakukan perbandingan dengan komparator efektif misalnya prothrombin complex concentrate.
Kedua, karakteristik populasi penelitian didominasi oleh pasien geriatri (rerata 77 tahun), ras kulit putih, dan dengan klirens kreatinin di atas 30 ml/menit, sehingga penerapan hasil penelitian untuk populasi pasien lainnya masih membutuhkan penelitian lanjutan.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Andexanet alfa termasuk obat yang baru dikembangkan, sehingga penerapannya di Indonesia masih membutuhkan waktu. Selain itu, masih ada keterbatasan data penelitian dengan kualitas baik mengenai efikasi, efek merugikan, rekomendasi dosis, serta kapan saat terbaik untuk memulai kembali antikoagulan pada pasien risiko tinggi kardiovaskular yang mendapat andexanet.
Terlepas dari hal itu, andexanet alfa memberi harapan baru dalam upaya menjawab keterbatasan opsi penatalaksanaan efek merugikan akibat terapi inhibitor faktor Xa.