Valproat diduga efektif sebagai terapi profilaksis pada migraine. Migraine merupakan penyakit kronik yang mengganggu kualitas hidup, dilaporkan mempengaruhi 36 juta warga Amerika dan merupakan salah satu penyakit yang paling prevalen di seluruh dunia. [1] Tata laksana migraine meliputi terapi abortif dan profilaksis, di mana penderita dengan frekuensi serangan yang tinggi dan intensitas serangan yang berat memerlukan keduanya. Data dari American Migraine Prevalence and Prevention menunjukkan bahwa hanya 13% penderita migraine mendapatkan terapi profilaksis, dari setidaknya 38,8% penderita yang seharusnya dipertimbangkan untuk mendapatkan terapi profilaksis. Pilihan terapi profilaksis migraine meliputi banyak golongan obat, termasuk di dalamnya golongan beta bloker, antiepilepsi, antidepresan, dan antagonis kanal kalsium.[2]
Mekanisme Kerja Valproat Sebagai Terapi Profilaksis Migraine
Mekanisme kerja valproat sebagai terapi profilaksis migraine masih belum diketahui secara pasti. Mekanisme aksi valproat adalah meningkatkan kerja GABA-ergik melalui inihibisi dari transaminase GABA dan kanal natrium. Mekanisme aksi pada migraine diduga melalui peningkatan aktivitas GABA yang bersifat inhibitorik dan mengurangi aktivitas N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang bersifat eksitatorik pada sistem trigeminovaskuler. Oleh karena itu, asam valproat dapat mengurangi transmisi nosisepttif dan hipereksitabilitas kortikal, sehingga dapat menekan proses cortical spreading depression yang berperan dalam terjadinya migraine.
Bentuk formulasi valproat yang tersedia adalah asam valproat atau natrium divalproex. Dosis yang disarankan sebagai profilaksis migraine adalah sekitar 250-500 mg per hari yang kemudian dititrasi naik hingga efek yang dikehendaki tercapai. Dosis maksimum dari valproat adalah 60 mg/kg/hari. Efek samping yang sering ditemui adalah mual, muntah, dan gangguan pencernaan yang akan berkurang setelah penggunaan selama 6 bulan. Tremor dan alopesia kadang muncul setelah penggunaan 6 bulan. Efek samping serius dari valproat adalah hepatitis dan pankreatitis. Penggunaan valproat dikontraindikasikan pada wanita hamil, riwayat pancreatitis, atau gangguan hati.[3,4]
Studi Efikasi Valproat Sebagai Terapi Profilaksis Migraine
Dalam pedoman terapi profilaksis migraine episodik yang dipublikasi oleh American Academy of Neurology tahun 2012, valproat baik dalam bentuk natrium divalproex dan asam valproat terbukti efektif dengan level of evidence A. Dalam hal ini, valproat setara dengan golongan beta bloker dan triptan. [5] Hal yang sama juga dikatakan dalam pedoman tata laksana medis untuk migraine oleh European Federation of Neurological Societies di tahun 2009 di mana valproat merupakan salah satu obat profilaksis pilihan pertama.[6]
Pada sebuah tinjauan sistematis oleh Cochrane di tahun 2013, valproat dianggap efektif dalam mengurangi frekuensi serangan migraine dengan toleransi yang baik pada pasien migraine episodik. Dalam tinjauannya, terdapat 10 studi yang dianalisis. Pada dua studi yang terlibat, valproat dilaporkan dapat mengurangi frekuensi serangan sekitar 4 serangan per 28 hari dibandingkan placebo. Pada 4 trial lainnya menggunakan natrium divalproex, didapatkan jumlah pasien yang respon mencapai dua kali lipat lebih banyak dibandingkan kelompok placebo. Pada tinjauan ini dikatakan valproat memiliki efikasi yang sebanding dengan propranolol, flunarizine, dan topiramat sebagai profilaksis migraine.[7]
Pada tinjauan lanjutan oleh Mulleners, didapatkan bahwa valproat memiliki profil kejadian adverse events yang lebih tinggi dibandingkan placebo yang menyebabkan withdrawal sebanyak 8-19%. Meskipun demikian, mereka tetap menganggap valproat sebagai terapi yang efektif dalam profilaksis migraine yang sebanding dengan topiramat.[8]
Perbandingan Valproat dengan Obat Lain
Pada sebuah uji multisenter dengan kontrol plasebo, didapatkan bahwa valproat dengan kadar plasma 70-120 mg/liter mempu menyebabkan 48% penderita migraine episodik mengalami penurunan setidaknya 50% dalam frekuensi serangan. Pada dosis 500 mg per hari selama 3 bulan didapatkan adanya penurunan frekuensi dari 4,5 menjadi 2,8 kali, dosis 1000 mg per hari penurunan dari 4,7 menjadi 2,7 kali, dan dosis 1500mg/hari penurunan dari 4,7 menjadi 3,0 dibandingkan placebo. Studi-studi lain setelahnya banyak membandingkan valproat dengan terapi lain.[9]
Pada perbandingan dengan cinnarizin sebagai terapi profilaksis migraine pada populasi anak dan remaja, didapatkan bahwa valproat memiliki efikasi yang setara. Oleh karena itu, pada studi ini valproat juga dapat direkomendasikan pada populasi anak dan remaja dengan profil tolerabilitas yang baik. Pada perbandingan dengan topiramat, valproat juga masih memiliki efikasi yang setara, sehingga pada penderita yang tidak dapat mentoleransi efek samping dari valproat, dapat menggunakan topiramat dengan dosis 50 mg/hari.[10,11]
Pada perbandingan dengan beta bloker (propranolol), valproate memiliki kemampuan untuk menurunkan paling tidak 50% frekuensi sakit kepala pada 60% penderita dibandingkan 70% pada penderita yang mendapatkan propranolol, tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik. Hal ini menunjukkan bahwa valproat memiliki efikasi yang setara dengan propranolol.[12]
Pertimbangan Khusus
Penggunaan valproat pada populasi wanita dengan usia reproduktif harus hati-hati karena efek teratogeniknya. Pada inisiasi pemberian valproat, kemungkinan kehamilan sebaiknya disingkirkan, dan selama penggunaan valproate kemungkinan kehamilan juga tetap dievaluasi. Penderita juga sebaiknya diedukasi mengenai penggunaan kontrasepsi selama mengonsumsi valproat.[13]
Kesimpulan
Valproat merupakan obat antiepilepsi yang sudah dilaporkan banyak studi efektif dalam profilaksis migraine. Valproat memiliki efikasi yang sebanding dengan terapi profilaksis dengan level rekomendasi yang baik lain, seperti propranolol dan topiramat. Valproat dilaporkan dapat mengurangi frekuensi serangan migraine sebanyak 50%. Penggunaan valproat memiliki profil keamanan dan tolerabilitas yang baik, pada populasi anak, remaja, dan dewasa. Pada wanita usia reproduktif, valproat sebaiknya digunakan dalam pengawasan yang ketat karena memiliki efek teratogenik.