Hiperurisemia asimptomatik adalah peningkatan kadar asam urat yang tidak disertai gejala atau tanda penyakit akibat deposisi kristal monosodium urat, seperti gout. [1] Secara fisiokimia, hiperurisemia didefinisikan sebagai konsentrasi asam urat yang melampaui solubilitasnya dalam darah (di atas 6,8 mg/dL). [2] Hiperurisemia dapat diakibatkan oleh peningkatan produksi, menurunnya ekskresi asam urat, atau kombinasi dari keduanya. Hiperurisemia dapat bermanifestasi sebagai gout, batu ginjal, dan nefropati asam urat. [1-3]
Hubungan Hiperurisemia Asimptomatik dengan Penyakit Selain Deposisi Kristal Asam Urat
Menurut data ilmiah, asam urat mampu meningkatkan produksi reactive oxygen species (ROS) dan angiotensin II yang menimbulkan disfungsi endotel. Peningkatan ROS dan angiotensi II diduga berperan dalam patofisiologi hipertensi, penyakit kardiovaskular, dan penyakit ginjal. Beberapa studi menunjukan adanya asosiasi antara hiperurisemia dengan hipertensi resisten, insufisiensi ginjal, dan penyakit kardiovaskular. [1,2-7] Akan tetapi, belum ditemukan bukti bahwa terapi hiperurisemia asimptomatik dapat mempengaruhi progresi penyakit. [2,8,9]
Studi eksperimental pada hewan maupun studi observasional menemukan hubungan kuat antara hiperurisemia dengan sindrom metabolik. Kadar insulin puasa berkorelasi negatif dengan klirens asam urat urin, tetapi berkorelasi positif dengan kadar serum asam urat. Insulin bekerja pada tubulus proksimal ginjal untuk menstimulasi reabsorpsi asam urat bersama (coupled) dengan natrium. [5]
Meskipun sudah tersedia banyak penelitian in vivo dan in vitro yang menguatkan bukti adanya hubungan antara hiperurisemia dengan penyakit selain dari deposisi asam urat, masing-masing data penelitian tersebut masih belum mampu mengungkapkan hubungan kausa langsung. [8] Selain itu, kualitas penelitian-penelitian ini masih kurang, di mana sebagian besar belum menggunakan desain penelitian acak terkontrol). [2,4-9]
Penatalaksanaan Hiperurisemia Asimptomatik
Pedoman klinis Eropa dan Amerika Serikat belum merekomendasikan penatalaksanaan farmakologi dengan urate lowering therapy (ULT) pada kasus hiperurisemia asimptomatik hingga saat ini. [2,8-15] Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya data ilmiah yang bisa mengkonfirmasi manfaat pemberian ULT pada kasus hiperurisemia asimptomatik. [8,9] Selain daripada itu, banyak data yang melaporkan efek samping merugikan dari salah satu agen ULT yang paling umum (allopurinol) yakni reaksi hipersensitivitas yang dapat mengancam nyawa. [10-12]
Pedoman klinis Jepang sudah merekomendasikan pemberian ULT pada kasus hiperurisemia asimptomatik jika kadar serum asam urat persisten ≥ 8 mg/dL pada pasien yang sudah menjalani perubahan gaya hidup. Meskipun begitu, mereka memberi keterangan bahwa bukti ilmiah yang ada terkait hal ini masih kurang. [16]
Viggiano et al menyarankan pemeriksaan USG muskuloskeletal dan analisis sedimen urin untuk mengkonfirmasi kasus hiperurisemia asimptomatik dari kasus simptomatik. Jika ditemukan tanda deposisi kristal asam urat, maka ULT dapat diberikan. [13] Sedangkan Eleftheriadis et al menyarankan untuk menunda pemberian ULT pada kasus hiperurisemia asimptomatik, termasuk pada kasus penyakit ginjal kronis atau komorbiditas lainnya, hingga sudah ada data penelitian acak terkontrol yang memadai. [2]
Untuk saat ini, satu-satunya terapi yang disepakati bersama adalah penatalaksanaan nonfarmakologi dengan melakukan perubahan gaya hidup yang menyokong terjadinya hiperurisemia. Perubahan gaya hidup ini meliputi diet rendah purin dan fruktosa, membatasi konsumsi alkohol, memperbanyak olahraga, dan mencegah dehidrasi. Pemberian terapi farmakologi hanya disarankan pada kasus hiperurisemia asimptomatik dengan tujuan profilaksis terhadap bahaya nefropati asam urat akut (akibat dari tumor lysis syndrome) pada kasus kemoterapi sitolitik kanker. [3,15]
Kesimpulan
Hingga saat ini, belum ada bukti ilmiah yang cukup untuk mendukung pemberian urate lowering therapy (ULT) pada hiperurisemia asimptomatik. Hingga saat ini, tata laksana yang disarankan adalah terapi nonfarmakologi dengan perubahan gaya hidup. Para dokter hendaknya melakukan pertimbangan benefit-risk ratio sebelum memutuskan pemberian ULT pada kasus hiperurisemia asimptomatik.