Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) sering menjadi pilihan utama untuk penanganan serangan gout arthritis akut. Namun, kortikosteroid saat ini juga dipertimbangkan sebagai pilihan utama karena efek samping gastrointestinalnya dilaporkan lebih ringan dan efikasinya dinyatakan hampir sama dengan obat antiinflamasi nonsteroid.
Gout arthritis adalah suatu peradangan sendi yang disebabkan oleh akumulasi kristal monosodium urat. Dalam pedoman American College of Rheumatology (ACR) yang terbaru (2020) dan pedoman European League Against Rheumatism (EULAR), obat yang disarankan untuk terapi lini pertama serangan gout arthritis akut adalah OAINS, kortikosteroid (oral, intraartikular, atau intramuskular), dan kolkisin.[1,2]
Perbandingan Efikasi Kortikosteroid dan Obat Antiinflamasi Nonsteroid
Berdasarkan bukti yang ada, American College of Rheumatology (ACR) menyatakan bahwa OAINS dan kortikosteroid memiliki efikasi dan tolerabilitas yang sama baik pada serangan gout arthritis akut, terutama bila diberikan di awal onset gejala. Oleh karena itu, ACR tidak membedakan prioritas kedua obat ini. Pemilihan obat disarankan untuk didasarkan pada komorbiditas pasien, ketersediaan obat, dan pengalaman pasien di masa lampau dengan obat tersebut.[1]
Tinjauan sistematis oleh Billy et al (2018) mempelajari 6 uji klinis acak dengan total 817 pasien gout arthritis akut. Sama seperti ACR, studi ini melaporkan bahwa kortikosteroid dan OAINS memiliki efikasi yang hampir sama untuk manajemen nyeri gout akut. Meta analisis oleh Yu et al (2018) terhadap 3 uji klinis acak dengan total 584 pasien juga melaporkan bahwa prednisolon oral memiliki efikasi yang serupa dengan OAINS dalam hal manajemen nyeri gout akut.[3,4]
Studi terdahulu oleh Rainer et al (2016) juga membandingkan penggunaan prednisolon dan indometacin pada 376 pasien dengan serangan gout arthritis akut. Prednisolon oral ditemukan memiliki efektivitas yang sama dengan indometacin dalam mengurangi nyeri. Studi Janssens et al (2008) yang membandingkan prednisolon oral dengan naproksen juga melaporkan hal serupa. Penurunan skala nyeri dalam 90 jam dilaporkan tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok tersebut.[5,6]
Kortikosteroid dan OAINS juga dilaporkan memiliki efikasi yang serupa dalam hal pengurangan pembengkakan sendi, pengurangan eritema, waktu resolusi serangan gout, dan kebutuhan analgesik tambahan.[3]
Perbandingan Efek Samping Kortikosteroid dan Obat Antiinflamasi Nonsteroid
Tinjauan sistematis oleh Billy et al (2018) yang disebutkan di atas juga mempelajari efek samping kedua golongan obat. Kortikosteroid dikaitkan dengan risiko efek samping indigestion, mual, dan muntah yang lebih rendah daripada OAINS. Mengingat mayoritas penderita gout adalah orang yang berusia agak tua dan berisiko mengalami gastropati akibat OAINS, studi ini lebih menyarankan penggunaan kortikosteroid.[3]
Hasil serupa juga dilaporkan oleh meta analisis Yu et al (2018) yang telah disebutkan di atas. Namun, kortikosteroid dilaporkan lebih sering menimbulkan efek samping ruam kulit daripada OAINS.[4]
Studi Rainer et al (2016) yang telah disebutkan juga membandingkan efek samping prednisolon dan indometacin pada serangan gout arthritis akut. Efek samping minor dilaporkan lebih banyak pada kelompok prednisolon daripada indometacin (10% vs 6%, p = 0.001). Namun, penelitian ini telah mengeksklusi pasien dengan riwayat perdarahan gastrointestinal, sehingga ada risiko bias dalam hasil efek sampingnya.[5]
Penelitian oleh Man et al (2007) juga membandingkan prednisolon dan indometacin (yang masing-masing dikombinasikan dengan paracetamol). Efek samping lebih banyak dialami oleh kelompok indometacin (P < 0.05) dan yang paling sering ditemui adalah mual, nyeri ulu hati, dan perdarahan gastrointestinal. Dalam studi ini, tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal pada kelompok steroid.[7]
Pemberian kortikosteroid dalam jangka waktu pendek (durasi 1 minggu yang tidak memerlukan tapering-off) cenderung aman. Namun, pemberian pada pasien dengan kondisi medis tertentu seperti diabetes mellitus tidak terkontrol, imunokompromais, osteoporosis, dan infeksi herpes atau fungi yang sedang aktif perlu dipertimbangkan dengan hati-hati.[8]
Kesimpulan
Pilihan pengobatan untuk serangan gout arthritis akut adalah OAINS, kolkisin, dan kortikosteroid. Kortikosteroid dapat diberikan secara peroral, intramuskular, maupun intraartikular. Hingga saat ini, OAINS adalah obat yang paling sering diberikan. Namun, bukti yang ada menunjukkan bahwa kortikosteroid memiliki efektivitas yang serupa dengan OAINS dan memiliki efek samping gastrointestinal lebih rendah.
Pertimbangan dalam memilih antara kortikosteroid dan OAINS dapat dilandaskan pada komorbiditas pasien, ketersediaan obat, dan pengalaman pasien saat menggunakan obat tersebut di masa lampau. Kortikosteroid lebih dianjurkan pada pasien yang berisiko mengalami gejala gastrointestinal, seperti indigestion, mual, muntah, dan perdarahan gastrointestinal.
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur