Association between hearing aid use and mortality in adults with hearing loss in the USA: a mortality follow-up study of a cross-sectional cohort
Choi, Janet S, et al. “Association between hearing aid use and mortality in adults with hearing loss in the USA: A mortality follow-up study of a cross-sectional cohort.” The Lancet Healthy Longevity, vol. 5, no. 1, Jan. 2024, https://doi.org/10.1016/s2666-7568(23)00232-5.
Abstrak
Latar Belakang: Tuli telah diidentifikasi sebagai faktor risiko independen untuk prognosis negatif dari segi kesehatan dan mortalitas. Namun, timbul pertanyaan apakah rehabilitasi dengan alat bantu dapat menurunkan mortalitas. Studi ini ditujukan untuk mengevaluasi hubungan antara kehilangan pendengaran, penggunaan alat bantu dengar, dan mortalitas di Amerika Serikat.
Metode: Pada studi cross-sectional follow up ini, kami mengevaluasi 9.885 orang dewasa berusia ≥20 tahun yang berpartisipasi dalam the National Health and Nutrition Examination Survey pada tahun 1999–2012. Partisipan telah menyelesaikan audiometri dan menjawab hearing aid use questionnaires (pada 1863 orang dewasa dengan kehilangan pendengaran).
Pengukuran utama meliputi kehilangan pendengaran (rerata speech-frequency pure-tone) dan penggunaan alat bantu dengar (bukan pengguna, pengguna tidak rutin, dan pengguna rutin). Status mortalitas dari kohort ini dihubungkan dengan the National Death Index sampai dengan 31 Desember 2019.
Cox proportional regression models digunakan untuk memeriksa hubungan antara kehilangan pendengaran, penggunaan alat bantu dengar, dan mortalitas dengan penyesuaian terhadap demografis dan riwayat medis.
Hasil: Studi kohort ini melibatkan 9.885 pasien, di mana 5.037 (51,0%) adalah wanita dan 4.848 (49%) adalah pria dengan rerata usia 48,6 tahun (SD 18,1) pada baseline. Weighted prevalence dari kehilangan pendengaran yang diukur dengan audiometri adalah 14,7% (95% KI 13,3–16,3%) dan all-cause mortality rate adalah 13,2% (12,1–14,4%) pada median follow up 10,4 tahun (0,1–20,8 tahun). Persentase pengguna alat bantu dengar rutin adalah 12,7% (95% KI 10,6–15,1%).
Kehilangan pendengaran adalah faktor risiko independen yang berhubungan dengan mortalitas lebih tinggi (adjusted hazard ratio [HR] 1,40 [95% KI 1,21–1,62]). Di antara individu dengan kehilangan pendengaran, the adjusted mortality risk lebih rendah di antara pengguna rutin alat bantu dengan dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah menggunakan (adjusted HR 0,76 [0,60–0,95]) dilihat dari demografis, tingkat pendengaran, dan riwayat medis.
Tidak ada perbedaan dalam adjusted mortality antara mereka yang menggunakan alat bantu dengar secara tidak rutin dan tidak pernah menggunakan (adjusted HR 0,93 [0,70–1,24]).
Interpretasi: Penggunaan reguler alat bantu dengar berhubungan dengan penurunan risiko mortalitas dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah menggunakan pada populasi dewasa Amerika Serikat dengan kehilangan pendengaran, bila dilihat berdasarkan usia, kehilangan pendengaran dan faktor confounder potensial lainnya.
Penelitian lebih lanjut di masa depan diperlukan untuk menginvestigasi potensi peran protektif penggunaan alat bantu dengar terhadap mortalitas pada orang dewasa dengan kehilangan pendengaran.
Ulasan Alomedika
Penggunaan alat bantu dengar meningkatkan kualitas hidup pada pasien dengan kehilangan pendengaran. Dengan meningkatnya kemampuan mendengar, fungsi sosial menjadi lebih baik, begitu pula dari segi akademik dan pekerjaan.
Kehilangan pendengaran dihubungkan dengan mortalitas yang lebih tinggi, tetapi belum ada studi yang menghubungkan penggunaan alat bantu dengar dengan mortalitas. Studi ini ingin membahas mengenai hubungan penurunan mortalitas dan penggunaan alat bantu dengar pada pasien dengan kehilangan pendengaran di Amerika Serikat.
Namun, tujuan dari penelitian ini perlu dievaluasi kembali. Jika alat bantu dengar mengurangi mortalitas pada orang dewasa dengan tuli, apakah orang dewasa yang tidak tuli pun perlu menggunakan alat bantu dengar untuk memperpanjang kesintasan mereka?
Ulasan Metode Penelitian
Pasien studi menggunakan data kohort dari the National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) dari tahun 1999–2012 usia 20 tahun ke atas. Pasien penelitian kemudian dilakukan follow up data mortalitasnya sampai dengan tahun 2019.
Kehilangan pendengaran pada studi diidentifikasi dengan audiometri nada murni. Kehilangan pendengaran dinyatakan bila nada tidak dapat diidentifikasi pada batas pendengaran nada murni rata-rata ≥25 dB di telinga yang lebih baik. Selanjutnya kebiasaan mengenakan alat bantu dengar dinilai dengan kuesioner yang diinterpretasi menjadi tidak pernah menggunakan, rutin, dan tidak rutin. Bias penelitian dapat terjadi karena menggunakan metode recall dalam 12 bulan terakhir.
Kriteria penilaian pengguna rutin alat bantu dengar dalam studi meliputi:
- Sekali per minggu, sekali per hari, atau selalu
- Memakai alat bantu dengar minimal 5 jam/minggu
- Setidaknya sering, biasanya, dan selalu
Tidak ada definisi yang jelas untuk membedakan beberapa hal dalam kriteria pengguna rutin. Selain itu, beberapa rentang waktu agak terlalu jauh untuk menyamakan pasien dalam 1 kelompok, misalnya sekali per minggu dan selalu menggunakan.
Data mortalitas pada studi ini menggunakan probabilistic matching; di mana pada mereka yang diwawancarai, dilakukan pencocokan probabilistik dengan sertifikat kematian sampai dengan 31 Desember 2019. Tidak ditemukan kolinearitas pada riwayat penyakit, seperti diabetes, hipertensi, stroke, dan penyakit kardiovaskular; serta riwayat merokok, dan IMT.
Ulasan Hasil Penelitian
Dari 9.885 pasien yang diikutsertakan, hanya 1.863 pasien yang memiliki data lengkap, baik diagnosis kehilangan pendengaran dengan audiometri, kuesioner, dan data lainnya. Median follow up untuk all-cause mortality adalah sekitar 10 tahun.
Dari jumlah ini, persentase yang mengalami kehilangan pendengaran adalah sekitar 15%. Dari yang mengalami kehilangan pendengaran, sekitar 13% merupakan pengguna alat bantu dengar rutin, sedangkan pengguna tidak rutin adalah sekitar 7%. Sisanya (66%) adalah kelompok yang tidak pernah menggunakan alat bantu dengar. Persentase yang jauh berbeda antara ketiga kelompok menunjukkan bahwa ketiga kelompok ini tidak sebanding.
Berdasarkan analisis survival dengan Kaplan-Meier, risiko mortalitas ditemukan lebih tinggi pada mereka yang kehilangan pendengaran, terutama tipe sedang dan berat. Penggunaan rutin alat bantu dengar berhubungan dengan risiko mortalitas yang lebih rendah dari yang tidak menggunakan. Sedangkan tidak ditemukan perbedaan signifikan laju mortalitas antara yang tidak rutin menggunakan dan tidak menggunakan alat bantu dengar.
Analisis model multivariabel dilakukan untuk mengontrol perbedaan usia, derajat kehilangan pendengaran, data demografi, dan riwayat medis. Berdasarkan analisis ini, penggunaan rutin alat bantu dengar dihubungkan dengan risiko mortalitas yang lebih rendah dibandingkan yang tidak menggunakan alat bantu dengar setelah disesuaikan dengan berbagai variabel pengganggu (hazard ratio (HR)=0,76).
Kelebihan Penelitian
Studi menggunakan audiometri nada murni sebagai penentu diagnosis kehilangan pendengaran. Metode ini merupakan standar baku untuk mendiagnosis kehilangan pendengaran. Selanjutnya, kehilangan pendengaran menggunakan batas nilai menurut klasifikasi WHO yang juga merupakan standar baku.
Pada studi ini juga telah dilakukan uji kolinearitas. Berdasarkan hasil uji, tidak ditemukan kolinearitas pada keragaman usia, data demografi, riwayat penyakit, serta derajat kehilangan pendengaran pada studi. Dengan adanya uji kolinearitas, data peserta studi menjadi dapat diandalkan.
Limitasi Penelitian
Dalam studi ini, kriteria yang dianggap rutin memiliki rentang waktu yang agak jauh. Misalnya, sekali per minggu dan selalu. Selain itu, tidak terdapat definisi yang jelas mengenai beberapa kriteria, misalnya “setidaknya sering”, dan “biasanya”. Studi ini menggunakan kuesioner untuk menilai frekuensi pasien menggunakan alat bantu dengar, sehingga kemungkinan bias lebih besar.
Penentuan data mortalitas studi dilakukan dengan probabilistic matching. Dengan kata lain, pasien studi yang awal direkrut, diperkirakan data kematiannya dengan proses matching dari data mortalitas yang ada, sehingga sebenarnya outcome dari matching ini tidak pasti. Metode ini juga memungkinkan adanya random error. Maka dari itu, penentuan apakah kehilangan pendengaran maupun penggunaan alat bantu dengar berhubungan dengan mortalitas pada studi ini tidak dapat dipastikan.
Pada hasil studi, persentase pasien yang tidak menggunakan alat bantu dengar adalah 66%. Sedangkan pengguna alat bantu dengar rutin adalah 13%, dan yang menggunakan tetapi tidak rutin sekitar 7%. Persentase setiap kelompok cukup jauh untuk dapat membandingkan kelompok satu dengan lainnya, serta menentukan bahwa frekuensi penggunaan alat bantu dengar berhubungan dengan penurunan mortalitas.
Meski disebutkan bahwa salah satu kelebihan penelitian ini adalah pengujian kolinearitas terhadap data peserta studi, metodologi penelitian ini tetap tidak tepat karena tidak dilakukan randomisasi kelompok. Tidak adanya randomisasi menyebabkan kelompok pengguna alat bantu dengar secara rutin mempunyai tingkat sosioekonomi yang lebih tinggi dan penyakit komorbid yang lebih sedikit.
Kesadaran mengenai kesehatan dan kesempatan untuk mendapatkan akses kesehatan yang lebih baik tentunya lebih tinggi pada kelompok ini. Di samping itu, penyakit komorbid lainnya misalnya depresi berat dan keganasan, yang memengaruhi risiko mortalitas seseorang tidak dianalisis. Hal ini menambah bias studi. Oleh karena itu, dapat dinilai bahwa sebenarnya bukan penggunaan alat bantu dengar yang memperbaiki mortalitas pada kelompok pengguna rutin, melainkan faktor-faktor perancu lainnya.
Alomedika menelaah studi ini karena kami menemukan beberapa isu dengan pembuatan dan pelaporan karya ilmiah. Beberapa isu termasuk:
- Adanya insentif untuk mempublikasi studi meski sebenarnya metode penelitian telah diketahui sangat terbatas untuk dapat menyimpulkan hubungan alat bantu dengar dan mortalitas
- Fakta bahwa studi ini tetap dipublikasi di jurnal medis yang ditinjau sejawat, meski para editor jurnal ini tentunya mengetahui bahwa studi ini tidak dapat berkontribusi pada ilmu medis. Studi korelasi ini tidak dilakukan dengan baik dan mempunyai kohort yang bias.
- Kurangnya kritikan dalam ilmu medis mengakibatkan studi seperti ini dapat dipublikasi dan digunakan oleh media awam sebagai “fakta medis”; padahal metodologi dan hasil studinya tidak sesuai.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Alat bantu dengar adalah alat yang sangat bermanfaat untuk pasien tuli. Namun, ketimbang mengetahui apakah alat bantu dengar dapat mengurangi mortalitas pada orang yang tuli, penelitian ini sebenarnya bermaksud menyatakan bahwa frekuensi rutin penggunaan alat bantu dengar berhubungan dengan penurunan mortalitas.
Melihat tujuan, metode, serta hasil dari studi ini patut dipertanyakan, diperlukan perencanaan studi yang lebih baik dengan tujuan yang lebih bermanfaat. MIsalnya, hubungan rutinitas alat bantu dengar pada mereka yang kehilangan pendengaran dengan kualitas hidupnya.