Jumlah langkah harian yang lebih tinggi dilaporkan berhubungan dengan berkurangnya risiko dan gejala depresi. Depresi merupakan salah satu penyebab utama disabilitas yang berhubungan dengan penyakit mental sejak dewasa awal hingga lanjut usia. Oleh karena itu, berbagai intervensi untuk mengurangi risiko maupun gejala depresi banyak dipelajari, termasuk juga intervensi berupa aktivitas fisik.[1,2]
Gangguan depresi didiagnosis ketika seseorang memiliki suasana hati yang menurun atau tertekan terus menerus, anhedonia (berkurangnya minat dan kegembiraan pada aktivitas yang menyenangkan), perasaan bersalah atau tidak berharga, tidak adanya energi, konsentrasi buruk, perubahan nafsu makan, retardasi atau agitasi psikomotor, gangguan tidur, atau pikiran untuk bunuh diri.[1,2]
Aktivitas fisik dikaitkan dengan berkurangnya risiko dan gejala depresi pada populasi yang berisiko mengalami depresi. Aktivitas dengan intensitas ringan, seperti berjalan, dapat menjadi bentuk aktivitas fisik yang memadai untuk mengurangi risiko depresi. Selain itu, jumlah langkah harian merupakan ukuran objektif yang sederhana dan intuitif untuk aktivitas fisik. Saat ini, pemantauan jumlah langkah harian semakin mudah bagi masyarakat karena banyak perangkat yang dapat digunakan.[2,3]
Hubungan antara Jumlah Langkah dan Depresi pada Orang Dewasa
Beberapa penelitian telah mengeksplorasi hubungan antara jumlah langkah harian dan gejala depresi. Meta analisis oleh Pearce et al. pada tahun 2022 yang menganalisis 33 studi (>96.000 orang dewasa) menunjukkan bahwa orang yang berjalan >7.000 langkah per hari memiliki risiko depresi yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang berjalan <5.000 langkah per hari. Selain itu, setiap peningkatan 1.000 langkah per hari dikaitkan dengan penurunan risiko depresi sebesar 9%.[4]
Studi lain juga dilakukan oleh Choi et al. pada tahun 2019. Studi tersebut menemukan bahwa aktivitas fisik yang lebih tinggi berhubungan dengan tingkat depresi yang lebih rendah dalam populasi dewasa. Meskipun hubungan pada studi ini bersifat korelasional dan tidak membuktikan sebab akibat secara langsung, bukti yang ada mendukung manfaat aktivitas fisik untuk mengurangi gejala depresi.[5]
Studi yang dilakukan oleh Meyer et al. pada tahun 2020 menemukan bahwa orang dewasa dengan aktivitas fisik yang lebih banyak memiliki kemungkinan kematian yang lebih rendah akibat berbagai penyebab, termasuk gangguan mental. Aktivitas fisik yang cukup tidak hanya meningkatkan kesehatan fisik tetapi juga memberikan dampak positif terhadap kesehatan mental, termasuk mengurangi stres, depresi, dan kecemasan.[6]
Penelitian oleh Saint-Maurice PF et al. pada tahun 2022 juga menunjukkan bahwa peningkatan jumlah langkah harian secara signifikan berhubungan dengan perbaikan suasana hati dan pengurangan gejala depresi. Studi ini menyoroti pentingnya aktivitas fisik intensitas ringan hingga sedang sebagai strategi nonfarmakologis untuk membantu mengatasi depresi pada populasi dewasa.[7]
Mekanisme Aktivitas Fisik untuk Mengurangi Gejala Depresi
Aktivitas fisik, termasuk berjalan kaki, dapat memengaruhi gejala depresi melalui berbagai mekanisme biologis dan psikologis melalui regulasi neurotransmitter. Olahraga dapat meningkatkan kadar neurotransmitter seperti serotonin dan norepinefrin, yang berperan dalam perasaan dan emosi.[8,9]
Aktivitas fisik juga bisa meningkatkan produksi faktor neurotropik seperti Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF), yang mendukung kesehatan dan fungsi neuron. BDNF dikaitkan dengan kelangsungan hidup neuron dan plastisitas sinaptik. Banyak penelitian menunjukkan bahwa BDNF menjadi alasan kenapa olahraga, termasuk berjalan kaki, membantu memperbaiki gejala depresi. Selain itu, aktivitas fisik juga dapat menurunkan kadar sitokin proinflamasi, yang telah dikaitkan dengan gejala depresi.[8,9]
Aktivitas fisik juga meningkatkan harga diri setelah terjadinya peningkatan efikasi diri, kepercayaan diri, kualitas tidur, dan kepuasan hidup. Latihan aerobik yang dipandu oleh terapis fisik dapat meningkatkan perasaan hidup dan membuat pasien dengan depresi merasa bahwa mereka melakukan sesuatu yang baik untuk diri mereka sendiri.[8]
Bukti tentang Mekanisme Aktivitas Fisik untuk Mengurangi Gejala Depresi
Suatu tinjauan literatur memberikan bukti bahwa olahraga dapat meningkatkan harga diri, persepsi diri, dan efikasi diri. Pada penelitian Yumeng Xie et al. pada tahun 2021, pasien dapat mencari dukungan sosial selama intervensi latihan, yang mengurangi kesepian. Berdasarkan manfaat psikologis dan sosial, latihan kelompok dianggap lebih efektif daripada latihan individu.[8]
Olahraga 16 minggu (rekomendasi dari Ainsworth Compendium of Physical Activities) dengan setidaknya 4 sesi latihan di rumah selama 40 menit per minggu, yang terdiri dari setidaknya aktivitas fisik sedang, bisa meningkatkan produksi sitokin antiinflamasi IL-10 dan mengurangi produksi sitokin proinflamasi, mengurangi penanda proinflamasi, dan mengurangi sitokin seperti C-Reactive Protein (CRP) dan IL-6 pada depresi. Hal ini diduga merupakan mekanisme efek antidepresan dari aktivitas fisik.[8,10]
Kerusakan endotel yang terkait dengan Oxidative Stress (OS) juga dikaitkan dengan perkembangan berbagai penyakit, seperti depresi vaskular dan depresi di usia lanjut. Latihan aerobik sedang bisa mengurangi OS dan peradangan, mengurangi kerusakan endotel, meningkatkan sistem pertahanan antioksidan endogen, dan meningkatkan ekspresi superoxide dismutase, glutathione peroxidase, dan glutathione reductase.[8]
Efek antidepresan dari olahraga juga dikaitkan dengan peningkatan neurogenesis pada hipokampus dewasa, peningkatan pertumbuhan sinaptik, dan peningkatan plastisitas sinaptik, yang dapat merangsang neurogenesis pada hippocampal dentate gyrus dan mendorong pertumbuhan hipokampus.[8]
Cara Menganjurkan Aktivitas Fisik untuk Pasien Depresi
Dalam menganjurkan aktivitas fisik untuk pasien depresi, pertimbangkan faktor budaya, lingkungan, dan aksesibilitas. Sebelum menganjurkan aktivitas fisik, evaluasi tingkat aktivitas fisik, preferensi, dan kondisi kesehatan pasien. Bila hasil evaluasi cukup aman untuk aktivitas fisik, anjurkan pasien untuk mencapai setidaknya 7.000 langkah per hari. Hal ini sesuai dengan hasil meta analisis yang dilakukan Pearce et al. pada tahun 2022, yang menunjukkan penurunan risiko depresi pada tingkat tersebut.[2,4,11]
Untuk pasien yang belum dapat melakukan anjuran tersebut, sarankan peningkatan langkah secara bertahap, misalnya menambah 500-1.000 langkah per hari tiap minggu hingga mencapai target yang diinginkan. Arahkan pasien untuk memasukkan aktivitas berjalan dalam rutinitas harian, seperti berjalan ke tempat kerja, menggunakan tangga, atau berjalan di sekitar lingkungan tempat tinggal. Gunakan alat pemantau langkah seperti pedometer atau aplikasi pada smartphone untuk memantau kemajuan.[2,4,11]
Namun, dokter perlu mengingat bahwa walaupun aktivitas fisik dapat membantu untuk mengurangi risiko dan gejala depresi, jenis terapi yang lain tidak bisa dikesampingkan. Hasil aktivitas fisik akan lebih maksimal jika dikombinasikan dengan jenis-jenis terapi lain, seperti farmakoterapi dan psikoterapi. Edukasi pasien mengenai manfaat aktivitas fisik dan juga terapi lainnya untuk hasil yang optimal.[2,11]
Setelah pasien dapat melakukan aktivitas fisik dengan baik, sarankan untuk menjalani monitoring rutin untuk evaluasi efektivitas program aktivitas fisik. Keterlibatan berbagai tenaga medis profesional seperti psikiater, psikolog, dan fisioterapis dalam merancang dan mengimplementasikan program aktivitas fisik yang sesuai akan sangat mendukung tercapainya hasil yang maksimal.[2,11]
Kesimpulan
Bukti menunjukkan bahwa peningkatan jumlah langkah harian berhubungan dengan penurunan risiko dan gejala depresi. Individu yang berjalan >7.000 langkah per hari memiliki risiko depresi lebih rendah daripada mereka yang berjalan <5.000 langkah per hari. Setiap peningkatan 1.000 langkah per hari berkorelasi dengan penurunan risiko depresi sebesar 9%.
Mekanisme di balik hubungan antara aktivitas fisik (termasuk jumlah langkah harian) dan depresi melibatkan faktor biologis dan psikologis, seperti regulasi neurotransmitter, peningkatan faktor neurotropik, dan pengurangan inflamasi, serta peningkatan harga diri dan interaksi sosial.
Aktivitas fisik, terutama berjalan kaki, dapat menjadi strategi nonfarmakologis yang efektif untuk membantu mengatasi gejala depresi dan meningkatkan kesehatan mental. Namun, anjuran untuk meningkatkan jumlah langkah harian perlu mempertimbangkan kondisi individu, preferensi, serta faktor lingkungan. Konsistensi dalam melakukan aktivitas fisik, dukungan dari tenaga kesehatan, serta kombinasi dengan terapi lain dapat meningkatkan efektivitas untuk mengurangi gejala depresi.