Pengetahuan terkait interpretasi hasil rapid test antibodi IgG dan IgM untuk COVID-19 sangat penting untuk dipahami oleh setiap klinisi. Pemeriksaan ini memiliki beberapa keunggulan seperti mudah, murah, hasil yang cepat, serta tidak harus dilakukan di laboratorium dengan biosecurity level II.[1,2]
Pemeriksaan rapid test COVID-19 awalnya digunakan untuk skrining populasi berisiko tinggi sebelum dilanjutkan dengan metode pemeriksaan yang lebih akurat, seperti reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR). Namun, rapid test antibodi ini dilaporkan memiliki hasil positif palsu yang tinggi, selain itu terdapat banyak studi yang memberikan hasil sensitivitas dan spesifitas tes yang rendah.[3,4]
Prinsip Kerja Rapid Test IgG dan IgM COVID-19
Pemeriksaan rapid test IgG dan IgM atau pemeriksaan antibodi (serologi) memiliki prinsip kerja untuk untuk menilai sistem perlindungan tubuh dengan menggunakan protein protektif yang secara alamiah mengenali benda asing dalam tubuh. Spesimen yang digunakan sesuai dengan petunjuk kit reagen yang digunakan, seperti whole blood, serum atau plasma, atau darah kapiler.[5,6]
Antibodi yang diperiksa antara lain antibodi total atau antibodi yang terpisah, yaitu IgM, IgA dan IgG. Immunoglobulin M (IgM) adalah antibodi yang terbentuk pada masa awal seseorang terinfeksi virus, yaitu sekitar hari ketiga dan dapat bertahan di dalam darah hingga 3−4 bulan pasca terinfeksi. Sedangkan immunoglobulin G (IgG) adalah antibodi yang terbentuk berdasarkan ingatan tubuh akan virus yang pernah menginfeksi. IgG muncul lebih lambat daripada IgM, yaitu sekitar 7−10 hari setelah terinfeksi, dan dapat bertahan dalam waktu yang lebih lama ketimbang IgM.[7,8]
Interpretasi Hasil Rapid Test IgG dan IgM COVID-19
Hasil pemeriksaan rapid test IgG dan IgM COVID-19 diinterpretasikan dengan hasil negatif, IgM positif, IgG positif, IgG dan IgM positif, atau hasil invalid. Idealnya hasil positif menunjukkan tubuh aktif membentuk antibodi terhadap virus SARS-Cov-2, sedangkan hasil negatif menandakan di dalam tubuh belum terbentuk antibodi.[3,9]
Negatif atau Nonreaktif
Perubahan warna dari biru ke merah pada garis control (C), dan tidak dijumpai garis pada regio M (IgM) ataupun G (IgG), memberikan hasil negatif atau nonreaktif. Hasil yang diinterpretasikan negatif tersebut menunjukkan kemungkinan besar pasien memang tidak tertular atau karena antibodi belum terbentuk. Hasil dapat ditulis sebagai berikut “anti SARS-CoV-2 IgM dan IgG non reaktif atau anti SARS-CoV-2 Antibodi total non reaktif”. Perlu diingat bahwa hasil non reaktif tidak menyingkirkan kemungkinan terinfeksi SARS-Cov-2, sehingga tetap memerlukan isolasi mandiri dan pengulangan pemeriksaan dalam 7 hari.[10,11]
IgM Positif
Terlihat perubahan warna dari biru ke merah pada garis control (C), garis berwarna muncul di regio M, dan tidak dijumpai garis pada regio G. Hasil ini mengindikasikan keberadaan antibodi IgM dari SARS-Cov-2. Hasil dapat ditulis sebagai berikut “anti SARS-CoV-2 IgM reaktif, anti SARS-CoV-2 IgG non reaktif”.[10,11]
Hasil IgM positif ini dapat diinterpretasikan terinfeksi COVID-19 jika disertai gejala infeksi virus akut. Namun, banyak kasus merupakan positif palsu di mana terjadi reaksi silang terhadap antibodi dari virus corona lain, atau ada pula hasil yang tidak akurat. Oleh karena itu, pada pasien bergejala atau memiliki risiko alasan lain tes maka harus dilanjutkan dengan tes RT-PCR.
IgG Positif
Terlihat perubahan warna dari biru ke merah pada garis control (C), garis berwarna muncul di regio G, dan tidak dijumpai garis pada regio M. Hasil ini mengindikasikan keberadaan antibodi IgG dari SARS-Cov-2. Hasil dapat ditulis sebagai berikut “anti SARS-CoV-2 IgM non reaktif, anti SARS-CoV-2 IgG reaktif”.[10,11]
Hasil IgG positif menandakan infeksi SARS-Cov-2 terjadi di masa lampau dan sudah terbentuk kekebalan tubuh, tetapi tidak menandakan pasien sudah tidak menularkan virus lagi. Hasil IgG positif juga dapat memberikan hasil positif palsu karena reaksi silang dengan virus corona lainnya.[10,11]
IgG dan IgM Positif
Terlihat perubahan warna dari biru ke merah pada garis control (C), serta garis berwarna muncul di regio G maupun M. Hasil dapat ditulis sebagai berikut “anti SARS-CoV-2 IgM dan IgG reaktif atau anti SARS-CoV-2 antibodi total reaktif”.[10,11]
Hasil ini idealnya dapat mengindikasikan keberadaan antibodi IgG dan IgM dari SARS-Cov-2. Namun, seperti hal nya dengan hasil IgM positif, kondisi ini dapat menunjukkan pasien benar terinfeksi COVID-19, positif palsu, atau tidak akurat. Pasien dengan gejala atau risiko harus dilanjutkan dengan pemeriksaan diagnostik RT-PCR.[10,11]
Invalid atau Tidak Akurat
Pemeriksaan dinyatakan invalid jika garis control (C) gagal untuk sepenuhnya berubah dari biru menjadi merah. Hal ini dapat disebabkan oleh volume spesimen yang tidak mencukupi atau teknik prosedural yang salah. Walaupun terlihat garis berwarna di regio G atau M, jika garis C tidak berubah warna dengan sempurna maka hasil tetap invalid. Sebaiknya pemeriksaan diulang kembali. [10,11]
Sensitivitas dan Spesifisitas Rapid Test IgG dan IgM COVID-19
Studi observasional prospektif oleh Prazuck et al menggambarkan bahwa sensitivitas alat rapid test dapat bervariasi. Hal ini tergantung pada hari pemeriksaan, di mana semakin dini dilakukan akan semakin rendah sensitivitasnya. Prazuck et al mencoba meneliti sensitivitas dan spesifisitas dari dua rapid test IgG dan IgM untuk COVID-19, yaitu merk COVID-PRESTO® dan COVID-DUO®. Sensitivitas pemeriksaan rapid test COVID-PRESTO® yang dilakukan sejak onset gejala muncul adalah sekitar 10% pada hari ke-1 hingga ke-5, 58,14% pada hari ke-6 hingga ke-10, 69,23% pada hari ke-11 hingga ke-15, dan 100% bila sudah lebih dari 15 hari. Sensitivitas pemeriksaan rapid test COVID-DUO® yang dihitung dari onset gejala muncul adalah sekitar 35,71% pada hari ke-0 hingga ke-5, 54,76% pada hari ke-6 hingga ke-10, 81,82% pada hari ke-11 hingga ke-15, dan 100% bila sudah di atas 15 hari. Adapun spesifisitas kedua alat yang diuji masing-masing adalah 100%.[12]
Sementara itu, studi Cassaniti et al melaporkan kinerja buruk dari pemeriksaan rapid test IgG dan IgM untuk COVID-19, yaitu dengan sensitivitas hanya 18,4%. Dari total 38 sampel RT-PCR yang positif, hanya 7 sampel saja yang memberikan hasil positif dari pemeriksaan rapid test IgG dan IgM untuk COVID-19. Berdasarkan hasil tersebut, Cassaniti et al menyimpulkan bahwa rapid test IgG dan IgM COVID-19 tidak direkomendasikan untuk triase pasien dengan dugaan COVID-19 terutama di unit gawat darurat. Meski demikian, spesifisitas rapid test yang dilaporkan cukup tinggi yaitu sekitar 91,7%. Hanya 1 hasil negatif palsu di antara 12 tes pada sampel negatif RT-PCR. Sedangkan nilai prediksi negatif rapid test dari studi ini adalah 26,2% dan nilai prediksi positif sebesar 87,5%.[13]
Keterbatasan Rapid Test IgG dan IgM COVID-19
Mengingat sensitivitas yang rendah dari rapid test IgG dan IgM COVID-19, maka pemeriksaan ini tidak direkomendasikan untuk digunakan sebagai alat skrining. Terutama untuk triase pasien yang masuk ke rumah sakit ataupun untuk pelaku perjalanan. Meski demikian, pemeriksaan ini tetap dapat digunakan bila terdapat keterbatasan alat dan sarana, serta untuk menguatkan pelacakan kontak di lapas, panti jompo, panti rehabilitasi, asrama, pondok pesantren dan kelompok rentan lainnya.[4,14]
Berdasarkan bukti sampai saat ini, WHO merekomendasikan penggunaan rapid test IgG dan IgM COVID-19 hanya untuk penelitian, tidak untuk pengambilan keputusan klinis, sampai bukti yang mendukung penggunaan untuk indikasi tertentu tersedia.[15]
Adapun berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), pemeriksaan rapid test antibodi tidak digunakan untuk diagnostik COVID-19. Rapid test hanya digunakan untuk skrining bila terdapat keterbatasan kapasitas pemeriksaan RT-PCR.[14]
Kesimpulan
Sensitivitas rapid test IgG dan IgM COVID-19 yang rendah menyebabkan pemeriksaan ini tidak direkomendasikan sebagai alat skrining. Terutama untuk triase pasien yang masuk ke rumah sakit ataupun untuk pelaku perjalanan. Namun, pemeriksaan ini masih dapat digunakan bila terdapat keterbatasan alat pemeriksaan lain, seperti RT-PCR. Berdasarkan studi terkini, WHO merekomendasikan penggunaan rapid test IgG dan IgM COVID-19 hanya untuk penelitian, tidak untuk pengambilan keputusan klinis, sampai bukti yang mendukung penggunaan untuk indikasi tertentu tersedia.
Interpretasi hasil rapid test antibodi bisa ditulis hasil negatif/nonreaktif, positif IgG, positif IgM, positif IgG dan IgM, serta invalid. Idealnya hasil negatif menandakan di dalam tubuh belum terbentuk antibodi, sedangkan hasil positif menunjukkan tubuh aktif membentuk antibodi terhadap virus SARS-Cov-2. Namun, karena sensitivitas yang rendah maka berisiko tinggi untuk memberikan hasil positif palsu sehingga tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis COVID-19. Pasien dengan hasil positif IgG, IgM, maupun keduanya harus melakukan tes RT-PCR untuk diagnostik pasti COVID-19. Sedangkan pasien dengan hasil negatif tetap harus menerapkan isolasi mandiri jika memiliki riwayat kontak, atau melakukan tes RT-PCR jika muncul gejala dan tanda terinfeksi.