Manajemen perawatan gigi pada pasien dengan autisme membutuhkan strategi yang tepat dengan kontribusi dari berbagai aspek. Setiap pasien adalah individu dengan karakter yang berbeda-beda, maka dokter gigi, asisten, dan orang tua pasien memerlukan pemahaman menyeluruh tentang karakter setiap individu untuk mencapai keberhasilan perawatan gigi optimal.
Pasien dengan autisme tidak memiliki karakteristik oral yang khas terkait dengan patologi kondisi tersebut. Namun, masalah kesehatan mulut muncul karena perilaku yang berhubungan dengan autisme.
Umumnya pasien dengan autisme menunjukkan kebersihan mulut yang buruk dengan akumulasi plak dan kalkulus. Kondisi tersebut berkaitan dengan kemampuan ketangkasan yang kurang sehingga kesulitan dalam menyikat gigi dan penggunaan perangkat kebersihan intraoral lain.
Anak dengan Autisme Memiliki Gangguan Motorik dan Komunikasi
Anak dengan autisme atau autism spectrum disorder memiliki kekurangan dalam keterampilan yang menggunakan motorik kasar maupun halus, sehingga ada kesulitan dalam menyikat gigi. Sedangkan, salah gangguan lainnya adalah sulitnya kegiatan social, gangguan komunikasi dan perilaku yang repetitif.[2]
Kurangnya Keterampilan Motorik
Kurangnya keterampilan manual untuk membersihkan mulut pada pasien dengan autisme ini berhubungan dengan risiko karies yang lebih tinggi. Pasien dengan autisme umumnya lebih menyukai makanan yang lembut dan manis, serta cenderung memasukkan makanan ke dalam mulut daripada menelannya. Hal ini karena koordinasi lidah yang buruk sehingga meningkatkan kerentanan terhadap karies.[2,6,7]
Kekurangan Dalam Komunikasi dan Sosialisasi
Kurangnya kemampuan dalam memahami komunikasi verbal, sehingga sulit untuk menerima instruksi kebersihan mulut dari dokter gigi menjadi salah satu faktor munculnya penyakit periodontal dan gingivitis. Faktor lain kemunculan kondisi gingivitis mungkin merupakan efek samping dari obat-obatan yang digunakan untuk mengontrol manifestasi autisme, yaitu obat psikoaktif atau antikonvulsan, antidepresan, stimulan,dan antipsikotik. Erupsi gigi juga dapat tertunda karena hiperplasia gingiva yang diinduksi oleh obat fenitoin yang biasa diresepkan untuk kondisi autisme.[1,6,7]
Kebiasaan buruk oral seperti bruxism (menggertakan gigi), menjulurkan lidah, mengorek gingiva dan menggigit bibir paling umum terjadi pada anak dengan autisme. Kebiasaan buruk oral tersebut dapat berakibat cedera lokal rongga mulut dan maloklusi pada pasien dengan autisme. Cedera mulut yang paling umum ditemui, yaitu fraktur email gigi dan fraktur tulang. Gigi yang paling sering mengalami cedera adalah gigi seri sentral rahang atas permanen.
Dokter gigi dapat merekomendasikan pelindung mulut untuk menghentikan kebiasaan buruk. Meskipun masalah komunikasi dan perilaku pada anak dengan autisme menjadi tantangan bagi dokter gigi, maka perawatan yang diberikan dengan perencanaan dan kesabaran akan mencapai keberhasilan perawatan yang optimal.[6,7]
Strategi Penanganan Perawatan Gigi pada Pasien dengan Autisme
Pasien dengan autisme seringkali tidak kooperatif saat prosedur perawatan gigi dilakukan. Dokter gigi harus mengenal setiap pasien dan memilih teknik yang paling tepat untuk diterapkan pada pasien. Teknik tersebut meliputi teknik non-farmakologis dan teknik farmakologis.
Berikut ini rekomendasi dental untuk pasien anak dengan autisme:
- Biarkan anak tetap berada di dalam dental klinik selama pemeriksaan sehingga pasien memiliki rasa keakraban dengan lingkungan
- Penting untuk memahami kondisi khusus dari anak, terutama jika dia memiliki riwayat kejang
- Biarkan anak membawa mainannya, gambar atau boneka kesayangannya saat menjalani perawatan gigi
- Waktu perawatan gigi harus sesingkat mungkin disertai dengan dorongan dan memperkuat terbentuknya perilaku positif
- Dokter gigi dapat menggunakan metode tertentu dalam perawatan gigi pasien dengan autisme, meliputi memperkenalkan instrumen gigi dan memperkenalkan tahapan perawatan. Kerja sama antara keluarga pasien dengan dental tim dapat membantu relaksasi pasien selama perawatan
- Mempertimbangkan kemungkinan gerakan fisik tiba-tiba dari pasien, maka dokter gigi dapat meminta bantuan orang tua maupun dental asisten untuk memegang anak atau mungkin menggunakan peralatan bantu tambahan[5,8-10]
Strategi Nonfarmakologis Penanganan Perawatan Gigi
Strategi nonfarmakologis meliputi konsultasi orang tua prakunjungan, perjanjian perawatan gigi yang terstruktur, mengusahakan ruang dokter gigi aman untuk anak autisme dan teknik panduan perilaku.
Konsultasi Orangtua Pra-Kunjungan
Pada pertemuan pra-kunjungan, penting untuk mencatat riwayat kesehatan anak secara lengkap dan pengalaman gigi anak sebelumnya. Melakukan pencatatan hal-hal yang disukai anak dan hal yang tidak disukai anak harus diidentifikasi orang tua. Dokter gigi harus dapat mengarahkan petunjuk dan materi kesehatan gigi pada orang tua pasien. Keluarga pasien harus membiasakan lingkungan/instrumen gigi seperti yang diajarkan oleh dokter gigi kepada anak agar anak terbiasa dan tidak canggung saat kunjungan perawatan.[2,4,5]
Perjanjian yang terstruktur harus dilakukan. Durasi kunjungan gigi harus seminimal mungkin karena kemampuan rentang perhatian yang terbatas dari pasien dengan autisme. Janji temu harus diatur dengan baik sehingga waktu tunggu sebaiknya tidak melebihi 10–15 menit untuk menghindari gangguan.
Lingkungan kerja dokter gigi harus senyaman mungkin bagi anak untuk menghindari gangguan.[1,2,4,5]
Teknik Panduan Perilaku
Bertujuan memberi bimbingan perilaku agar dapat meningkatkan hubungan positif dan saling percaya antara dokter gigi serta mengurangi kecemasan pasien anak. Beberapa hal dapat dilakukan untuk memandu anak autisme dengan panduan perilaku. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah manajemen perilaku komunikatif, pedagogi visual, teknik sensori dan analisis perilaku terapan.
Teknik Manajemen Perilaku Komunikatif:
Teknik ini umum digunakan pada pasien dengan autisme maupun normal, meliputi: tell-show-do (jelaskan-tampilkan-lakukan), penguatan positif dan negatif. Komunikasi verbal harus dilakukan dengan jelas, kalimat pendek, dan sederhana.[4,8-10]
Pedagogi Visual:
Stimulasi perilaku yang bertujuan membentuk kondisi yang kooperatif sehingga pasien dengan autisme dapat menjalani perawatan gigi dengan tenang. Pedagogi visual merupakan pendekatan melalui media yang berguna untuk membantu pasien dengan autisme dalam meningkatkan kemampuan pembersihan rongga mulut. Seperti halnya, pengenalan tentang menyikat gigi menggunakan berbagai peralatan waslap, sikat gigi manual maupun elektrik yang bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai cara pembersihan rongga mulut secara rutin dan benar.
Selain itu, dapat juga diperkenalkan metode video modeling. Video modeling terdiri dari video yang ditayangkan berisikan sebuah model yang melakukan tugas tertentu, kemudian target diharapkan dapat menyaksikan dan mempraktikkan sesuai dengan yang dilakukan oleh model pada video. Video modeling merupakan metode yang efektif untuk mengembangkan berbagai keterampilan sosial dan komunikasi pada pasien dengan autisme.[4,8-10]
Teknik Sensori:
Sangat penting untuk meminimalkan paparan bunyi maupun stimulus rasa selama perawatan gigi pada pasien dengan autisme. Contohnya, kebersihan mulut seringkali dihubungkan dengan rasa pasta gigi yang digunakan saat membersihkan rongga mulut.
Sensasi rasa yang tidak mengenakan maupun penggunaan sikat gigi yang kasar dapat menghalangi efek keberhasilan edukasi tentang cara menyikat gigi yang baik dan benar. Oleh karena itu, dokter gigi atau orang tua diharapkan dapat membantu memilih rasa pasta gigi yang disukai oleh anak maupun alat sikat gigi yang lembut.[4,8-10]
Analisis Perilaku Terapan:
Merupakan salah satu cabang psikologi yang berfokus pada analisis dan modifikasi perilaku individu. Penguatan menjadi dasar dari konsep ini berupa penguatan 'positif' atau 'negatif'.
Contoh penerapannya meliputi penguatan seperti pemberian hadiah berupa hal yang disukai oleh anak, maupun penguatan verbal berupa pujian bila prosedur dental dapat dijalankan dengan lancar oleh pasien. Tetapi, jika anak tidak patuh, dapat diperkuat secara negatif seperti membuatnya berdiam diri selama prosedur untuk jangka waktu tertentu. Penerapan ini dapat diulangi selama diperlukan untuk menyelesaikan prosedur perawatan gigi.[4,8-10]
Strategi Farmakologis Penanganan Perawatan Gigi
Dalam beberapa kasus diperlukan anestesi umum untuk memperoleh perawatan gigi yang optimal pada anak dengan autisme. Strategi perawatan dengan anestesi umum digunakan pada pasien yang tidak dapat dirawat secara umum atau pada kasus yang tidak tertangani dengan pendekatan non-farmakologis. Penanganan dengan anestesi umum bertujuan untuk memberikan perawatan gigi berkualitas
Dalam situasi ini, kondisi kesehatan sistemik harus dievaluasi melalui kolaborasi dengan tim anestesiologi, dan masalah biaya atau manfaat dari terapi harus menjadi perhatian serta didiskusikan dengan keluarga pasien.
Bagi keluarga pasien yang tidak nyaman dengan anestesi umum, secara farmakologis sedasi dengan nitrous oxide, benzodiazepin seperti midazolam atau diazepam dapat digunakan sebagai obat penenang alternatif. Sedasi dapat menjadi pilihan yang baik untuk mencapai efek sedasi secara sadar dalam perawatan gigi, dengan risiko efek samping yang rendah, dan biaya lebih rendah.
Teknik sedasi sadar maupun anestesi umum, tidak boleh dijadikan sebagai pilihan strategi utama karena berkaitan dengan peningkatan risiko gangguan fisik seperti efek samping oral pada reaksi obat antipsikotik berupa kondisi xerostomia, sialorrhea, sialadenitis, stomatitis, pembesaran gingiva, serta perubahan warna lidah dan psikologis.
Selain itu, peningkatan risiko psikologis juga dapat terjadi seperti munculnya gejala mudah tersinggung, tertekan, perilaku yang merugikan diri sendiri, agresi dan delusi. Kedua teknik tersebut boleh dilakukan hanya untuk kasus di mana tidak ada opsi non-farmakologis yang memungkinkan. Jika intervensi farmakologis telah menjadi pilihan terbaik untuk pasien, maka perlu disesuaikan dengan kebutuhan terapi berdasarkan karakteristik pasien, ketersediaan sumber daya profesional yang berpengalaman.[1,2,4, 7-10]
Kesimpulan
Perawatan gigi pada anak dengan autisme membutuhkan pemahaman mengenai profil tingkah laku anak. Saat memulai perawatan gigi, dokter gigi harus mengumpulkan data tentang riwayat medis dan gigi pasien, kemungkinan komorbiditas dan riwayat pengobatan. Permasalahan gangguan emosional dan tingkah laku harus dibahas dengan keluarga pasien serta rencana perawatan gigi harus didukung oleh keluarga pasien.
Dokter gigi harus mengadopsi strategi yang tepat dan mencoba memahami dunia dari sudut pandang pasien, meminimalkan faktor lingkungan yang mungkin memicu perilaku yang dapat menghambat keberhasilan perawatan serta menyesuaikan perawatan gigi berdasarkan kebutuhan individu pasien.[1,2,10]
Direvisi oleh: dr. Andrea Kaniasari