Clidinium/chlordiazepoxide merupakan kombinasi antispasmodik dan ansiolitik yang banyak digunakan sebagai terapi adjuvan pada kasus dispepsia fungsional. Walau begitu, bukti pendukung mengenai efikasi clidinium/chlordiazepoxide masih terbatas.
Pada praktiknya, sebagian besar pedoman klinis merekomendasikan proton pump inhibitor (PPI) selama 4-8 minggu sebagai terapi lini pertama dispepsia fungsional. Namun, banyak pasien dengan dispepsia fungsional tidak berespon adekuat terhadap PPI. Oleh sebab itu, penggunaan clidinium/chlordiazepoxide diharapkan dapat menjadi alternatif untuk meringankan gejala pada pasien dispepsia fungsional.[1,2]
Mekanisme Kerja Clidinium/Chlordiazepoxide pada Dispepsia Fungsional
Dispepsia fungsional dapat terjadi akibat adanya refluks gastroesofageal, gangguan motilitas gaster, dan perubahan hipersensitivitas viseral pada sistem saraf. Dispepsia fungsional juga bisa berkaitan dengan terganggunya fungsi barier akibat perubahan sensitivitas terhadap asam duodenal, inflamasi gastroduodenal yang ditandai perubahan limfosit, perubahan pada mikrobioma usus, dan infeksi Helicobacter pylori.[2]
Clidinium merupakan antikolinergik yang menghambat reseptor muskarinik pada otot polos saluran cerna, sehingga menurunkan motilitas gastrointestinal dan sekresi asam lambung. Hal ini diduga akan berkontribusi terhadap perbaikan gejala dispepsia fungsional, seperti nyeri epigastrium dan rasa begah.
Sementara itu, chlordiazepoxide merupakan obat golongan benzodiazepin yang berfungsi sebagai ansiolitik dengan meningkatkan efek GABA di sistem saraf pusat. Obat ini diharapkan akan membantu mengurangi komponen psikosomatik dan hipersensitivitas viseral yang sering terkait dengan dispepsia fungsional.[1,3,4]
Apakah Efikasi Clidinium/Chlordiazepoxide pada Dispepsia Fungsional Didukung Bukti Ilmiah?
Dalam studi terdahulu (tahun 1960-an), Holloman et al melaporkan bahwa 85% dari 106 pasien yang mendapat clidinium/chlordiazepoxide untuk gangguan saluran cerna bagian atas, terutama ulkus peptikum dan dispepsia, mengalami perbaikan gejala signifikan tanpa ada bukti efek samping. Namun, studi tersebut tidak menggunakan kontrol plasebo, tidak ada blinding, dan luaran yang diukur bersifat subjektif, sehingga risiko biasanya tinggi.[7]
Dalam studi yang lebih baru (2020), dilakukan evaluasi lanjutan mengenai efikasi clidinium/chlordiazepoxide sebagai terapi tambahan PPI pada kasus dispepsia refrakter. Studi ini melibatkan 78 pasien, yang dibagi menjadi dua kelompok secara acak, yakni kelompok yang mendapat clidinium/chlordiazepoxide dan kelompok yang mendapat plasebo. Luaran yang dinilai adalah tingkat responder, didefinisikan sebagai pengurangan >50% gejala dispepsia setelah terapi selama 4 minggu.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat responder pada kelompok obat adalah 41%, jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok plasebo (5,13%). Kelompok obat juga menunjukkan peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan dibandingkan kelompok plasebo. Namun, kelompok obat mengalami efek samping berupa gejala mengantuk yang lebih sering dibandingkan kelompok plasebo (30% vs 6,5%).[1]
Perlu dicatat bahwa clidinium/chlordiazepoxide saat ini tidak dimasukkan dalam pedoman klinis sebagai salah satu pilihan terapi dispepsia fungsional. Ini termasuk pedoman penanganan dispepsia fungsional yang dipublikasikan oleh British Society of Gastroenterology pada tahun 2022.[8]
Risiko Pemberian Clidinium/Chlordiazepoxide pada Dispepsia Fungsional
Efek samping clidinium/chlordiazepoxide umumnya dikaitkan dengan komponen benzodiazepin dalam chlordiazepoxide. Efek samping chlordiazepoxide yang umum terjadi meliputi fatigue, sedasi, depresi, pusing, ataksia, kelemahan otot, rasa gugup, dan hipereksitabilitas. Efek samping lain yang jarang terjadi meliputi mania, peningkatan berat badan, halusinasi, diskrasia darah, disfungsi ginjal atau hati, depresi napas, dan reaksi alergi.[4-6]
Kesimpulan
Basis bukti ilmiah terkait efikasi clidinium/chlordiazepoxide untuk dispepsia fungsional masih sangat sedikit. Studi yang ada mengindikasikan bahwa clidinium/chlordiazepoxide efektif meringankan gejala dispepsia dan meningkatkan kualitas hidup, tetapi kekuatan buktinya masih lemah. Oleh sebab itu, masih diperlukan uji klinis skala besar lebih lanjut sebelum bisa dipastikan bahwa clidinium/chlordiazepoxide efektif dan aman untuk dispepsia fungsional.
Kombinasi clidinium/chlordiazepoxide juga tidak dimasukan sebagai pilihan terapi dalam pedoman klinis penanganan dispepsia fungsional. Perlu diketahui pula bahwa ada risiko dari komponen benzodiazepine pada kombinasi ini, yakni risiko mengantuk dan depresi napas, yang perlu dipertimbangkan sebelum pemberian pada pasien.