Manfaat dan risiko statin pada demensia masih bersifat kontroversial. Beberapa studi menyatakan bahwa statin dapat menurunkan risiko demensia, tetapi juga dapat berisiko menimbulkan gangguan kognitif reversibel. Hasil antar studi pun masih menunjukkan luaran yang berbeda-beda.
Pada tahun 2012, Food and Drug Administration (FDA) mencantumkan gangguan kognitif reversibel sebagai efek samping yang mungkin timbul dari statin. Hal ini menimbulkan kontroversi, karena belum banyak penelitian berskala besar dengan hasil yang konsisten mengenai dampak statin terhadap kondisi neuropsikis.[1-5]
Hipotesis Mekanisme Paradoks Statin
Statin merupakan terapi lini pertama untuk hiperlipidemia dan pencegahan utama untuk penyakit jantung koroner. Penggunaan statin di masyarakat sangat tinggi, terutama pada lansia >65 tahun. Sementara kolesterol merupakan bagian vital dari otak yang penting untuk pembentukan lapisan myelin, kinerja mitokondria, ekspresi reseptor neurotransmiter, perkembangan sinaps, dan transportasi antioksidan seperti koenzim Q10.[1,2]
Pemberian statin dosis tinggi atau statin lipofilik dapat meningkatkan difusi obat ini ke sistem saraf pusat yang kemudian menurunkan sintesis kolesterol. Hal ini diduga menyebabkan gangguan kognitif.[1,2,6,7]
Demensia selama ini diduga terjadi karena gangguan pembuluh darah besar maupun gangguan mikrovaskular. Manfaat statin dalam mencegah demensia diperkirakan terjadi dengan cara mencegah stroke, infark lakunar, dan demensia vaskular. Studi pada tikus menunjukkan bahwa atorvastatin dapat menurunkan pembentukan amyloid ß dan menenangkan inflamasi neuron pada penyakit Alzheimer. Kondisi ini didapatkan pada statin lipofilik karena lebih mudah menembus sawar darah otak.
Statin juga diduga memiliki efek protektif terlepas dari fungsinya untuk menurunkan kolesterol, yaitu mengurangi iskemia otak dengan memperbaiki fungsi endotelial, menurunkan oksidasi low density lipoprotein (LDL), menjaga stabilitas plak aterosklerotik, dan menghambat agregasi platelet.[2,8-10]
Studi Mengenai Statin dan Gangguan Kognitif Reversibel
Studi observasi berkelanjutan mencatat kasus-kasus gangguan kognitif yang bersifat transien dan reversibel pada penggunaan statin. Gejala utama yang dilaporkan adalah gangguan memori jangka pendek yang muncul beberapa bulan setelah terapi statin dimulai dan berbanding lurus dengan peningkatan dosis.[1,8]
Gangguan kognitif ini bersifat reversibel karena terjadi resolusi kognitif setelah konsumsi statin dihentikan dan terjadi rekurensi saat terapi statin dimulai kembali. Berdasarkan perhitungan Adverse Event Reporting System (AERS), risiko terjadinya gangguan kognitif reversibel adalah sebesar 0,1–1% dari seluruh populasi yang mengonsumsi statin.[1,8]
Beberapa laporan menyatakan bahwa pasien yang mengonsumsi simvastatin menunjukkan gangguan kognitif minor pada tes neuropsikiatri, tetapi mengalami gangguan mayor dalam fungsi sehari-hari. Konsumsi statin lipofilik poten seperti atorvastatin dan simvastatin dilaporkan menimbulkan disfungsi kognitif lebih sering daripada statin hidrofilik seperti pravastatin, rosuvastatin dan fluvastatin.[1,6,7]
FDA menyatakan bahwa efek samping gangguan kognitif pada penggunaan statin tidak serius dan bersifat reversibel. FDA juga menyatakan bahwa manfaat statin pada penyakit kardiovaskular jauh lebih besar daripada risiko efek samping yang mungkin terjadi, sehingga obat ini tetap digunakan.[1,6]
Studi Mengenai Statin dan Penurunan Risiko Demensia
Efek protektif statin terhadap segala jenis demensia dan penyakit Alzheimer telah banyak diteliti dalam uji klinis dan meta analisis. Pasien yang mengonsumsi statin dikatakan memiliki risiko demensia lebih rendah daripada yang tidak mengonsumsi statin. Beberapa studi juga menyatakan bahwa selain mencegah demensia, statin dapat memperlambat progresivitas penyakit Alzheimer.[1,2,8]
Studi mengaitkan total kolesterol yang tinggi pada usia paruh baya (middle age) dengan risiko demensia dan penyakit Alzheimer saat berusia lanjut. Peningkatan kolesterol berhubungan dengan penurunan fungsi eksekutif, atensi, memori, dan kecepatan berpikir. Akan tetapi, asosiasi ini tidak ditemukan pada analisis pasien lanjut usia.[2,8]
Hasil dari studi-studi yang ada saat ini masih belum didukung bukti yang sufisien. Meta analisis oleh McGuinness et al, pada tahun 2014 dan 2016, menunjukkan bahwa belum ada basis bukti yang kuat mengenai kemampuan statin mencegah demensia, dan tidak memperbaiki hasil Alzheimer's Disease Assessment Scale ‐ cognitive subscale (ADAS‐Cog) dan Mini Mental State Examination (MMSE).[10,11]
Zhou et al (2021) mempublikasikan hasil uji klinis acak mengenai pengaruh terapi statin terhadap penurunan kognitif dan kejadian demensia pada lansia. Uji ini dilakukan selama 4,7 tahun, dan melibatkan 8.846 subjek berusia ≥65 tahun, yang tidak memiliki penyakit kardiovaskular, cacat fisik utama, atau demensia sebelumnya.[12]
Hasil uji menyimpulkan bahwa terapi statin oleh lansia ≥65 tahun tidak berhubungan dengan kejadian demensia, gangguan kognitif ringan, atau penurunan domain kognisi individu. Uji ini masih berlangsung.[12]
Kesimpulan
Statin diduga dapat mencegah demensia dan memperlambat progresivitas penyakit Alzheimer, tetapi juga diduga memiliki risiko menyebabkan gangguan kognitif. Kekuatan bukti ilmiah yang ada saat ini belum sufisien karena terbatasnya data, kurangnya ukuran sampel, dan masih tingginya bias dalam penelitian.
Karena hasil penelitian yang ada masih inkonsisten, statin belum dapat digunakan sebagai tata laksana pasien demensia. Indikasi penggunaan statin yang masih menjadi acuan secara global adalah hiperlipidemia dan pencegahan penyakit serebrovaskular. Gangguan kognitif yang mungkin muncul tidak disarankan untuk menjadi pertimbangan saat dokter meresepkan statin, tetapi dokter harus dapat mendeteksi perubahan fungsi kognitif pada pasien yang mengonsumsi statin bila terjadi.
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini